Menerapkan Strategi Investasi Saham dengan Tiga MAN (Bagian 1)

Senin, 04 September 2023 | 12:13 WIB
Menerapkan Strategi Investasi Saham dengan Tiga MAN (Bagian 1)
[ILUSTRASI. Lukas Setiaatmadja, Founder Komunitas HungryStock]
Lukas Setia Atmaja | Founder Komunitas HungryStock

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saya ingin memperkenalkan strategi investasi bernama 3 MAN. Singkatan dari aman, nyaman dan mantab. Kita mulai dari MAN pertama, yakni aman.

Apa definisi aman? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, aman artinya (1) bebas dari bahaya, (2) bebas dari gangguan, (3) terlindung, (4) pasti, tidak meragukan, tidak berisiko, (5) tenteram, tidak merasa takut atau khawatir. 

Untuk investasi di portofolio saham, tentu nomor 1 sampai 4 kurang pas. Ada ketidakpastian, bahaya, gangguan ketika Anda memegang sebuah saham. Mengingat saham adalah kepemilikan bisnis yang berisiko. 

Jadi, aman di sini lebih ke definisi nomor lima. Yakni perasaan tenteram, tidak merasa takut  atau khawatir.

Survei dengan sampel sekitar 2.800 responden di sembilan kota besar Indonesia yang dilakukan Bursa Efek Indonesia bekerja sama dengan Lembaga Survey AC Nielsen pada tahun 2015 mengindikasikan beberapa hal menarik. 

Bisa diasumsikan bahwa ada 4 juta orang yang mengetahui investasi saham dari sekitar 23 juta populasi di sembilan kota pengambilan sampel survei. 
Dari angka itu, hanya 20% yang berminat investasi di pasar modal. Sebanyak 80% yangg tidak berminat menganggap investasi di pasar modal bersifat spekulatif dan berisiko tinggi. 

Baca Juga: Harga Saham Melejit Sejak IPO, Sejumlah Taipan Ini Mengantongi Cuan Jumbo

Selain itu, mayoritas responden tidak mempercayakan uang mereka untuk dikelola pihak ketiga atau perusahaan investasi.

Hasil survei ini tidak mengejutkan, mengingat edukasi investasi saham di Indonesia memang belum optimal. Pasar modal kita, terutama pasar saham juga masih berkembang, jauh dari sempurna. 

Ketika membeli sebuah saham, banyak risiko yang ditanggung oleh investor. Seperti risiko penurunan harga saham.

Untuk mendapatkan rasa tenteram, kita harus membeli saham yang harganya tidak kemahalan (overpriced), lebih baik lagi jika kemurahan (underpriced). Untuk itu investor harus memahami mekanisme dan faktor- faktor yang mempengaruhi harga saham.

Faktor utama adalah fundamental  yang menentukan nilai perusahaan. Setiap saham perusahaan ada nilainya, karena mereka memiliki aset yang mampu menghasilkan laba. 

Warren Buffett mengatakan, “price is what you pay and value is what you get". Secara teoritis, jika pasar modal efisien, harga saham akan mencerminkan nilai wajar perusahaan. 

Misalnya, nilai wajar perusahaan adalah Rp 1.000 per saham, maka harga pasar seharusnya tidak jauh dari angka tersebut.  Tapi harga saham tidak hanya ditentukan aspek fundamental seperti  laba atau rugi, naik turun pendapatan dan beban atau aksi korporasi seperti merger dan akuisisi, dividen, right issue, buyback saham.

Maupun faktor ekonomi makro yang mempengaruhi fundamental seperti pertumbuhan ekonomi, suku bunga, inflasi, resesi, krisis keuangan, dan sebagainya. Ada faktor lain seperti sentimen pasar, mayoritas investor sedang suka atau tidak suka sektor atau saham tertentu. 

Pada semester pertama 2021, sentimen pasar sangat positif terhadap sektor teknologi dan bank digital. Akibatnya, harga saham-saham di sektor ini terbang tinggi ke bulan. 

Tahun 2022 hingga September 2023, sentimen terhadap sektor ini negatif, seiring dengan kenaikan suku bunga di Amerika serikat akibat Perang Ukraina-Rusia. Harga saham-saham di sektor ini jatuh bebas kembali ke bumi. 

Faktor lain yang mempengaruhi harga saham adalah perilaku ikut-ikutan (herding behavior) dan ketakutan akan kehilangan kesempatan Fear of Missing Opportunity (FOMO). 

Sifat dasar manusia untuk berperilaku mengikuti sekelompok besar orang dalam memperoleh rasa aman. Sedangkan FOMO disebabkan oleh “keserakahan” orang, ingin merasakan keuntungan yang sama dengan orang lain. Takut kalah kaya, takut kalah hebat, takut kalah segalanya karena ketinggalan kereta kesempatan. 

Dampak gabungan antara herding behavior dan FOMO terhadap harga saham cukup dahsyat. Lantaran harga saham ditentukan oleh hukum permintaan dan penawaran, kedua faktor psikologis ini bisa membawa harga saham naik cepat, ketika harga sebuah saham mulai menunjukkan trend kenaikan. 

Ada fenomena, saat harga saham ABC turun dari Rp 2.000 ke Rp 1.000, tidak ada yang berminat membeli. Tapi saat harga saham ABC naik cepat ke Rp 1.000 ke Rp 5.000, justru investor mulai menaruh minat beli.

Sebagian investor membeli saham berdasarkan pergerakan harga, bukan berdasarkan selisih antara harga saham dengan nilai wajarnya atau nilai intrinsik atau target harga saham. 

Faktor lain yang mempengaruhi harga sebuah saham adalah pengenalan investor terhadap saham tersebut. Robert Merton, pemenang Nobel Bidang Ekonomi, memaparkan teori Investor Recognition Hypothesis, tahun 1987. Menurut dia, investor cenderung menghindari saham yang mereka tidak kenali dengan baik (unfamiliar).

Akibatnya, investor lebih suka membeli saham yang mereka familiar. Seperti saham yang dimiliki oleh investor besar yang menjadi panutan, atau saham-saham yang direkomendasikan  “pakar saham” di media sosial.  (Bersambung)

                  


 

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Mandom Indonesia (TCID) Terus Memoles Kinerja Bisnis Tahun Ini
| Jumat, 31 Oktober 2025 | 04:20 WIB

Mandom Indonesia (TCID) Terus Memoles Kinerja Bisnis Tahun Ini

Walaupun kontribusinya masih kecil, penjualan online atau daring juga tumbuh dengan baik dan menjadi salah satu area fokus pengembangan.

Kredit Macet Bank Besar Stagnan Cenderung Naik
| Jumat, 31 Oktober 2025 | 04:20 WIB

Kredit Macet Bank Besar Stagnan Cenderung Naik

Bank besar mayoritas mencatat kenaikan NPL sehingga harus menaikkan beban impairment demi menjaga stabilitas

Harga Batubara Membayangi Pembiayaan Alat Berat
| Jumat, 31 Oktober 2025 | 04:15 WIB

Harga Batubara Membayangi Pembiayaan Alat Berat

Perusahaan tambang cenderung menunda ekspansi dan pembelian unit baru di tengah fluktuasi harga komoditas.

Gelinding Roda Bisnis Komponen Otomotif
| Jumat, 31 Oktober 2025 | 04:15 WIB

Gelinding Roda Bisnis Komponen Otomotif

Pertumbuhan kinerja AUTO menunjukkan kemampuan adaptif dalam menjaga kinerja bisnis di tengah dinamika industri otomotif nasional.

Pembiayaan Bank Syariah Secara Industri Bergerak Lebih Lambat
| Jumat, 31 Oktober 2025 | 04:10 WIB

Pembiayaan Bank Syariah Secara Industri Bergerak Lebih Lambat

Penyebabnya adalah penempatan dana pemerintah Rp 200 triliun. Hal ini memunculkan potensi take over nasabah bank swasta ke bank Himbara

Otak-Atik Free Float Ala MSCI Bikin Pasar Saham RI Rugi dan Tak Menjamin Transparansi
| Kamis, 30 Oktober 2025 | 11:38 WIB

Otak-Atik Free Float Ala MSCI Bikin Pasar Saham RI Rugi dan Tak Menjamin Transparansi

Investor yang tadinya menggunakan korporasi bisa mengalihkan kepemilikan sahamnya ke sekuritas atau yayasan dengan mudah tanpa terdeteksi. 

Rupiah Tak Selemah yang Terlihat
| Kamis, 30 Oktober 2025 | 10:49 WIB

Rupiah Tak Selemah yang Terlihat

Rupiah yang seimbang adalah rupiah yang mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia, bukan sekadar cerminan sentimen pasar jangka pendek.

Stok Beras
| Kamis, 30 Oktober 2025 | 10:36 WIB

Stok Beras

Ke depan, sebaiknya Pemerintah membaharui manajemen beras Bulog, agar tidak terjebak pada logika penumpukan stok seperti sekarang.

Pendapatan dan Laba Bersih Turun Tipis, Ini Strategi Manajemen SOCI Mendorong Kinerja
| Kamis, 30 Oktober 2025 | 08:45 WIB

Pendapatan dan Laba Bersih Turun Tipis, Ini Strategi Manajemen SOCI Mendorong Kinerja

Sepanjang 2025 berjalan PT Soechi Lines Tbk (SOCI) telah mendirikan tiga anak usaha baru dan menambah armada.

Menakar Prospek Bukalapak (BUKA) Seiring Buyback Saham dan Rilis Kinerja Keuangan
| Kamis, 30 Oktober 2025 | 08:09 WIB

Menakar Prospek Bukalapak (BUKA) Seiring Buyback Saham dan Rilis Kinerja Keuangan

Laba bersih yang dicatat Bukalapak (BUKA) ditopang oleh kenaikan harga saham BBHI yang mencapai 112,86%.​

INDEKS BERITA