Mengguyur Insentif Hulu Migas, Upaya Pemerintah Bangkitkan Ekonomi Negeri
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah menargetkan peningkatan investasi di sektor hulu minyak dan gas (migas) dengan memberikan berbagai intensif. Cara ini sebagai bagian upaya mendatangkan investasi di tengah masa pandemi Covid-19 agar roda ekonomi negeri bisa bergerak.
Industri hulu migas memiliki efek ekonomi ganda di dalam masyarakat. Maka dari itu, kebijakan memberikan insentif didukung oleh berbagai kementerian terkait. Menteri Energi dan Sumber Daya Migas (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, pemerintah sudah dan sedang menyiapkan sejumlah insentif demi meningkatkan minat investasi di sektor hulu migas.
Ia menjelaskan, saat ini ada sejumlah target yang hendak dicapai antara lain pemenuhan target produksi minyak 1 juta barel per hari (bopd) dan gas 12 miliar standar kaki kubik per hari (bscfd), serta pengurangan emisi karbon.
Menteri Arifin mengakui, target produksi minyak 1 juta barel merupakan salah satu proyeksi yang sulit dicapai pada kondisi saat ini. Untuk itu, sejumlah upaya eksplorasi terus dilakukan pemerintah disertai pemberian insentif yang diklaim lebih atraktif.
Tahun | Investasi hulu Migas |
2017 | US$ 10,3 miliar |
2018 | US$ 10,9 miliar |
2019 | US$ 11,7 miliar |
2020 | US$ 10,5 miliar |
2021 (Semester I) | US$ 4,92 miliar |
"Kita memiliki prospek yang memungkinkan untuk meningkatkan produksi minyak di tahun 2030, sementara untuk gas dari area existing masih memiliki cadangan yang signifikan untuk dikembangkan di kemudian hari," ujar dia dalam sesi diskusi virtual pada ajang IPA Convex ke-45, Rabu (1/9).
Arifin mengungkapkan, sejumlah insentif yang atraktif diperuntukan bagi kontrak existing maupun kontrak bagi hasil baru yang tengah berproses lelang.
Insentif untuk kontrak existing meliputi bagi hasil (split) yang lebih agresif untuk blok migas dengan skema kontrak bagi hasil production sharing contract (PSC) cost recovery.
Untuk jenis insentif ini, tercatat Pertamina Hulu Mahakam (PHM) menjadi KKKS pertama yang sudah menerimanya. Selain itu, pemberian insentif meliputi insentif pajak penghasilan, besaran first tranche petroleum (FTP), perpanjangan PSC sejumlah blok migas dan terbukanya kemungkinan bagi kontraktor migas dalam memilih jenis kontrak baik gross split maupun skema cost recovery.
Arifin memastikan, bagi hasil yang lebih agresif kini tengah diupayakan dapat diimplementasikan bagi blok migas dengan skema kontrak Gross Split. "Bersama-sama dengan Kementerian Keuangan ini saat ini masih dalam finalisasi implementasi dan Pertamina Hulu Sanga Sanga akan menjadi penerima pertama dari insentif ini," ujar dia.
Sementara itu, insentif bagi blok migas baru yang akan dilelang meliputi fleksibilitas dalam memilih jenis kontrak, bagi hasil yang lebih agresif, ditiadakannya jumlah minimum untuk bonus tanda tangan serta penerapan harga Domestic Market Obligation (DMO) 100% untuk minyak dan pengurangan First Tranche Petroleum (FTP).
Dukungan untuk perbaikan insentif juga disampaikan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara.
Dia mengungkapkan, koordinasi dengan kementerian terkait terus dilakukan demi menemukan formula yang tepat. Insentif lain yang diberikan yakni pengurangan besaran pajak penghasilan perusahaan yang saat ini dikenakan sebesar 22% akan turun menjadi 20% di tahun depan. Suahasil memastikan, keringanan pajak ini berlaku untuk semua perusahaan termasuk perusahaan migas.
Insentif tersebut juga dalam rangka menghadapi kebijakan pengurangan emisi karbon. Pemerintah berupaya menyeimbangkan energi antara fosil dengan energi baru terbarukan. Saat ini pemerintah tengah menyusun Grand Strategi Energi Nasional yang bertumpu untuk memperkuat energi untuk kesejahteraan rakyat. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan energi yang sangat besar.
Minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber energi yang masih mendominasi di Indonesia, selain batubara dan energi terbarukan. Terlebih pemerintah akan mengembangkan gas bumi sebagai energi bersih untuk menyeimbangkan kebijakan penurunan emisi karbon dan penambahan produksi migas.
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menerangkan, selain sebagai sumber energi, industri hulu migas juga merupakan penggerak perekonomian nasional.
"Keberadaan industri migas di berbagai tempat di Indonesia telah mendorong munculnya aktivitas-aktivitas perekonomian lainnya di wilayah tersebut," terang.
Dia mengatakan bahwa Pemerintah sedang menyelesaikan penyusunan Grand Strategi Energi Nasional dimana kedua hal yang menjadi agenda penting yaitu peningkatan produksi migas dan penurunan emisi karbon harus dapat berjalan bersama dengan saling bersinergi.
Kata Arifin, pemerintah juga tetap optimis untuk meningkatkan produksi migas melalui kegiatan eksplorasi dan produksi yang lebih masif dan agresif, dengan target produksi minyak sebesar 1 juta BOPD dan gas sebesar 12 BSCFD pada tahun 2030.
Dalam rangka pencapaian program tersebut, seluruh pelaku industri hulu migas agar dapat melaksanakan strategi-strategi yang harus dilakukan secara extraordinary sebagai berikut:
1. Mempertahankan level produksi saat ini melalui optimasi produksi pada lapangan eksisting dengan pelaksanaan manajemen yang baik; program kerja yang efektif dan efisien; transisi alih kelola Wilayah Kerja secara cepat dan efektif, serta reaktivasi lapangan yang tidak berproduksi;
2. Transformasi sumber daya menjadi produksi (Resource to Production), melalui pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan rencana pengembangan lapangan, percepatan monetisasi lapangan-lapangan yang belum dikembangkan dan pengembangan migas non konvesional.
3. Percepatan pemroduksian tahap lebih lanjut baik secondary maupun tertiary recovery. Pemerintah mendorong K3S untuk menjalin kerja sama strategis dengan pihak lain yang memiliki kompetensi dan pengalaman dalam pengembangan dan penerapan EOR.
4. Peningkatan dan percepatan eksplorasi. Pemerintah senantiasa mendorong peningkatan kegiatan akuisisi dan peningkatan kualitas data migas secara terintegrasi, sehingga dapat menunjang kegiatan eksplorasi dan investasi hulu migas.
Demi mendukung keseimbangan energi tersebut, pemeritah memiliki strategi dengan mengembangkan produksi gas bumi untuk berbagai sektor termasuk utuk sektor kelistrikan, jaringan gas pipa, meningkatkan produksi LPG, dan memperkuat trerminal dan infrastruktur gas bumi. "Industri migas harus bisa menjadi lokomotif ekonomi," terang dia.
Kata dia, gas akan menjadi energi baru bersama-sama lainnya. Saat ini pemerintah juga mendorong penggunaan gas untuk pembangunan jalur pipa mengembangkan di berbagai daerah termasuk di Sumatra dan melakukan konversi pembangkit ke gas dengan kapasitas 1,6 GW di beberapa lokasi.
Selain itu juga, pemerintah mendorong pengembangan IDD Chevron dan Lapangan Abadi Blok Masela.
Insentif Tambah Produksi
Hingga Agustus 2021, pelaksanaan insentif hulu migas mendorong investor untuk segera melakukan proses pengembangan lapangan migas serta pemutakhiran cadangan melalui persetujuan plan of development optimalisasi pengembangan lapangan dan optimalisasi pengembangan lapangan, sehingga memberikan tambahan cadangan migas sebesar 465,5 mmboe dan penambahan penerimaan negara minimal US$ 2,9 miliar atau sekitar Rp 41 triliun.
Pemberian insentif hulu migas juga mendongkrak realisasi investasi pengeboran dan fasilitas produksi US$ 3,5 miliar atau Rp 50 triliun, yang meliputi pengeboran 88 sumur pengembangan, 15 sumur injeksi, 32 reaktivasi sumur, 1 sumur step out dan konstruksi serta pemasangan fasilitas produksi.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengungkapkan pemberian insentif meningkatkan daya saing investasi dan iklim investasi hulu migas Indonesia menjadi lebih menarik. Insentif juga menjaga produksi migas pada tahun-tahun mendatang karena keberadaan insentif juga meningkatkan cadangan migas.
"Insentif nyata-nyata memberikan dampak positif karena menambah penerimaan negara minimal Rp 41 triliun, serta mampu menjadi katalis positif bagi industri hulu di tengah pandemi Covid-19 yang mempengaruhi kinerja operasional hulu migas,” Kata Dwi dalam Gelaran IPA Convex 2021, Rabu (1/9).
Dengan adanya fakta-fakta positif tersebut, SKK Migas bersama Kementerian Keuangan dan Kementerian ESDM terus menerus mengkaji insentif-insentif lain yang bisa diberikan untuk mendorong kinerja industri hulu migas yang lebih baik dimasa yang akan datang.
Lebih lanjut, Dwi menyampaikan isu utama pembahasan insentif hulu migas bukan pada pengorbanan hak negara. Isu utamanya adalah bagaimana agar potensi produksi hulu migas dapat dimaksimalkan.
“Indonesia memiliki 128 cekungan. Yang sudah berproduksi baru 20 cekungan. Untuk mengusahakan cekungan lainnya, dibutuhkan pengkondisian agar cekungan yang belum berproduksi dapat segera dilakukan kegiatan. Sebagai industri dengan resiko tinggi dan membutuhkan investasi yang besar, maka perlu kebijakan yang mampu menarik investor menanamkan modalnya,” tambah Dwi.
Penjelasan Dwi diperkuat oleh Hasil Studi yang mengatakan setiap investasi di hulu migas sebesar US$ 1 miliar akan menciptakan multiplier effect dalam menciptakan lapangan kerja baru dan melibatkan sekitar 100 ribu lapangan pekerjaan.
Insentif yang diberikan tersebut di atas pada saat pandemi Covid-19, telah berkontribusi bagi industri hulu migas untuk menyerap sekitar 350 ribu tenaga kerja. Ini tentu berkontribusi positif bagi hulu migas lainnya yang diberikan dalam membantu Pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan saat pandemi seperti ini. Selain itu, tentunya akan menumbuhkan industry nasional yang akan meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional.
Kemudian Dwi menambahkan bahwa kata kunci dalam upaya peningkatan produksi migas adalah bagaimana meningkatkan daya saing, yang kemudian dengan investasi yang masuk dimasa yang akan datang akan menghasilkan pendapatan.
“Dari sini, kemudian potensi penerimaan negara yang belum diterima karena dijadikan insentif, maka seiring waktu potensi tersebut dapat direalisasikan ditambah tambahan penerimaan yang baru”.
Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) telah menetapkan bahwa kebutuhan energi minyak dan gas akan terus meningkat dimasa yang akan datang. Untuk energi minyak, di tahun 2050 RUEN memperkirakan dibutuhkan sekitar 3,97 juta barel.
Memperhatikan produksi rata-rata minyak pada kisaran 706.000 barel ditahun lalu, maka terdapat selisih (gap) yang sangat besar yang tentunya berdampak pada meningkatnya impor migas dan menjadi beban bagi negara. Oleh karena itu, diperlukan Peningkatan Produksi Migas untuk mengurangi Current Account Deficit (CAD) yang semakin melebar dan menjaga stabilitas ekonomi.
Dwi menambahkan, sesungguhnya target hulu migas melalui visi 2030 yaitu produksi minyak 1 juta barel dan gas sebesar 12 BSCFD belumlah mencukupi kebutuhan migas nasional. Namun, dengan peningkatan produksi migas dari posisi saat ini, maka dinilai dapat mengurangi gap dan memberikan peningkatan penerimaan negara yang dapat dipergunakan untuk modal dalam pembangunan Indonesia.
“Karena hulu migas masih memiliki potensi dan membutuhkan insentif, yang jika ditarik garis lurus keberadaan insentif memberikan dampak positif bagi peningkatan cadangan, produksi dan penerimaan negara, maka dengan semakin membaiknya harga minyak dunia saat ini adalah kesempatan untuk duduk bersama, mendiskusikan insentif yang tepat untuk mendongkrak kinerja industri hulu migas," ujar Dwi.
Produksi Bisa Tercapai 2030
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan diantara target produksi minyak 1 juta barel per hari (bopd) dan gas 12 miliar standar kaki kubik per hari (bscfd) maka produksi minyak yang sejatinya sulit tercapai.
Kendati demikian, Arifin memastikan upaya meningkatkan cadangan minyak terus dilakukan. Menurutnya, dengan survei seismik Komitmen Kerja Pasti (KKP) Jambi Merang yang telah dilakukan, ditemukan lima area fokus produksi minyak.
"Lima area tersebut yakni Timor, Seram, Buton, Warim dan play yang sejenis dengan Cekungan Salawati," kata Arifin dalam gelaran IPA Convex 2021, Rabu (1/9).
Arifin memastikan, kelima area fokus ini telah dikonfirmasi oleh spesialis subsurface dan akan dikembangkan lebih jauh. Selain itu, pemerintah juga bakal berfokus pada area Central Sumatera dan East Kalimantan dengan target utama di area Blok Rokan.
"Angka saat ini dari dua prospek area di atas menunjukan prospek yang memungkinkan untuk meningkatkan produksi minyak di tahun 2030," sambung Arifin.
Sementara itu, untuk produksi gas, Arifin cukup optimistis target ini masih dapat tercapai mengingat cadangan dari area eksisting masih signifikan untuk dikembangkan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji memastikan pihaknya telah melakukan diskusi dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) guna membahas proyeksi produksi migas untuk 2030 mendatang.
Dari pembahasan tersebut, diproyeksikan produksi minyak pada 2030 sebesar 961,95 ribu bopd dan gas sebesar 10,2 BSCFD yang bersumber dari produksi eksisting, temuan yang belum dikembangkan, rencana pengembangan yang belum diimplementasikan dan penerapan Enchanced Oil Recovery (EOR) serta pengembangan migas konvensional.
"Untuk minyak terdapat 21 proyek yang menjadi prioritas dengan kontribusi 597,4 ribu bph atau 62,1% pada 2030," kata Tutuka.
Disisi lain, Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Tenaga Perminyakan Indonesia (IATMI) Hadi Ismoyo menilai perlu sejumlah upaya yang perlu dilakukan demi mencapai target produksi migas di 2030.
Salah satu yang disoroti yakni perbaikan data dan aspek fiskal. KKKS juga harus meningkatkan program pengeboran serta optimalisasi fasilitas surface. Tak sampai disitu, upaya pengembangan lapangan marginal, penerapan EOR hingga eksplorasi dinilai perlu dilakukan.
Adapun, saat ini tercatat ada dua potensi migas yang signifikan yakni Telisa Sand di Blok Rokan dan Blok East Natuna. Pengembangan kedua potensi ini dinilai bakal berdampak signifikan. "Seharusnya dimasukkan ke rencana jangka panjang, karena ini akan menambahkan produksi yang signifikan," ungkap Hadi.