Semen merupakan material konstruksi penting di dunia dan punya dampak lingkungan karena menghasilkan emisi karbon. Menurut data World Economic Forum (WEF), produsen semen global bertanggungjawab memproduksi 8% dari total carbon dioksida (CO2) yang diproduksi global.
Tahun 2022, WEF mencatat produksi karbon industri semen 1,6 miliar, 8% kontribusi karbon global. Maka itu, WEF menilai, industri semen harus mengurangi karbon karena akan signifikan menurunkan emisi global.
Semen merupakan material konstruksi penting bagi peradaban manusia, karena dibutuhkan untuk membuat beton. Dalam proses konstruksi, beton merupakan material terbanyak kedua yang digunakan setelah air. Seiring tingginya urbanisasi, kebutuhan beton ini juga semakin meningkat.
Kebutuhan semen yang tinggi inilah yang membuat produksi karbon industri semen melonjak. Maka itu, industri semen perlu mengurangi emisi karbon, salah satunya dengan mencari proses produksi yang lebih irit mengeluarkan emisi.
Salah satu caranya menurunkan produksi emisi klinker, bahan baku semen. Sebab emisi karbon dalam produksi klinker berkontribusi 90% dari keseluruhan emisi semen. Cara ini dilakukan dengan mengalihkan sumber bahan bakar fosil ke bahan bakar rendah karbon.
Kemudian, efisiensi material guna mengurangi rasio klinker terhadap semen. Alternatif lainnya adalah membuat klinker dari sumber non-karbonat. Serta meningkatkan efisiensi material, dan menerapkan teknologi, seperti Carbon, Capture, Utilization and Storage (CCUS).
Merujuk data International Energi Agency (IEA), intensitas emisi CO2 semen diproyeksikan naik 1% tahun 2022. Namun setelah itu ada komitmen global di industri semen untuk menurunkan intensitas CO2 tahunannya sebesar 4% tahun 2030.
Informasi ini juga dijelaskan oleh Peramas Wajananawat, Presiden Direktur PT Semen Jawa. Ia bilang, kontributor utama emisi di industri semen adalah pemanasan klinker dengan bahan bakar fosil. "Pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan CO2 yang tinggi," kata Peramas.
Untuk mengurangi emisi, Semen Jawa menetapkan roadmap pengurangan emisi jangka pendek lima tahun dan jangka panjang sampai 2050. Adapun dalam 5 tahun, Peramas akan menurunkan emisi karbon 25% atau pada tahun 2030.
Untuk jangka panjang tahun 2050, Semen Jawa akan menurunkan emisi sampai net zero emission. Ada empat program yang dilakukan bertahap. Pertama, Semen Jawa akan menggantikan 20% bahan bakat fosil dengan bahan bakar alternatif.
"Tahun 2030 penggunaan bahan bakar alternatif ditargetkan mencapai 70%," terang Peramas. Untuk pergantian bahan bakar fosil ke bahan bakar alternatif ini, Semen Jawa menggunakan biomassa dari limbah pertanian, industri dan sampah.
Kedua, perusahaan milik Siam Cement Group (SCG) asal Thailand ini juga akan memanen energi matahari lewat panel surya. Namun sayang, Peramas tidak menyebut kapasitas energi surya yang dipersiapkan.
Ketiga, pengembangkan produk ramah lingkungan atau produk yang menghasilkan emisi CO2 yang lebih rendah, namun memiliki kualitas baik. Keempat, mempelajari dan mengembangkan penggunaan teknologi CCUS atau teknologi yang menangkap, memanfaatkan, dan menyimpan CO2.
Rendah emisi
Untuk semen rendah emisi, Semen Jawa mempersiapkan merek SCG PCC (Portland Composite Cement) & Semen Bezt PCC. Produk ini meraih sertifikasi gold karena telah memenuhi lebih dari 95% kriteria penilaian yang ditentukan GPCI (Green Product Council Indonesia).
Kriteria penilaian produk hijau dari GPCI itu meliputi; efisiensi energi, manfaat lingkungan, komposisi bahan, proses manufaktur, keamanan produk hingga pemanfaatan limbah. Menurut Peramas, semen SCG & Semen Bezt PCC mengurangi emisi gas rumah kaca paling sedikit 50 kgCO2eq/ton.
Dengan produksi tiga tahun terakhir, Semen Jawa mengklaim bisa mereduksi karbon setara 200.000 ton CO2 atau sama dengan menanam 400.000 pohon. "Dampak lingkungan menjadi alasan kami untuk bersungguh-sungguh membuat perbaikan dan inovasi yang lebih berkelanjutan," katanya.
Namun untuk mengurangi emisi di industri tentu tak mudah. Ada sejumlah tantangan yang harus dilalui terutama masalah pendanaan. "Banyak perusahaan sulit menyediakan dana, terlebih jika ada ketidakpastian mengenai pengembalian investasi dalam jangka pendek," terang Peramas.
Untuk menjawab tantangan itu, industri menerapkannya lewat komitmen environment, social and governance (ESG).
Peramas bilang, tantangan lain bagi mereka dalam menerapkan strategi keberlanjutan itu adalah, menyesuaikan diri dengan standar operasi berupa peraturan lokal dan internasional yang semakin ketat.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Lilik Unggul Raharjo bilang, saat ini 70% semen yang beredar di Indonesia sudah masuk kategori semen rendah karbon atau semen ramah lingkungan.
"Semen rendah karbon disebut PCC dengan kandungan karbon, 32% lebih rendah dari semen Ordinary Portland Cement (OPC)," ungkap Lilik kepada wartawan KONTAN, Sabrina Rhamadanty, Selasa (19/11).
Lilik menambahkan, saat ini industri semen sedang finalisasi penyusunan roadmap decarbonization menuju net zero emission 2050.
"Dan salah satu action-nya adalah memproduksi semen ramah lingkungan dengan low carbon content, disamping langkah-langkah lain seperti peningkatan efisiensi energi, pemakaian bahan bakar alternatif menggantikan fossil fuel dan inovasi teknologi seperti CCUS," katanya.
Untuk diketahui, pemerintah menargetkan menurunkan emisi, yang dituangkan dalam Enhance Nationally Determined Contribution (ENDC) dengan target penurunan emisi 31,8% pada 2030, dan dilakukan tanpa bantuan International.
"Salah satu mitigasi yang sedang berjalan untuk bisa memproduksi 100% semen ramah lingkungan yaitu dengan mengganti semen OPC dengan Semen Hydarulis, Semen Pozzolan dan Semen Slag, di mana kandungan karbonnya lebih rendah antara 21% hingga 38% untuk keperluan pekerjaan konstruksi," jelas Lilik.
Sebagai tambahan informasi, penurunan emisi industri semen sudah berjalan. Tahun 2010, intensitas emisi semen tercatat 726 kg CO2/ton semen. Kemudian tahun 2023 turun menjadi 620 kg CO2/ton semen. "Turun sekitar 15%. Kami target di 2050 akan mencapai net zero emission. Sedangkan target di 2030 ada penurunan (emisi) terhadap business as usual sekitar 21,6%," tutupnya.
Untuk tambahan informasi saja, di website lokapasar, harga semen PCC Bezt milik Semen Jawa berukuran 40 kg dijual di harga Rp 40 ribuan, tak jauh berbeda dengan harga produk sejenis dari kompetitor. Harga semen PCC Bezt ini juga lebih murah ketimbang harga semen konvensional.