KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kabinet Merah Putih terbilang produktif dalam mencetak program kerja. Sejak dibentuk pada 21 Oktober tahun lalu, kabinet yang dibentuk Presiden Prabowo Subianto ini menghasilkan, setidaknya, empat program.
Program pertama, yang sekaligus menjadi program unggulan, adalah makan bergizi gratis. Dua berikutnya, program tiga juta rumah dan pembentukan Danantara.
Terakhir, yang baru dirilis pekan lalu adalah Koperasi Merah Putih. Saat diumumkan kelahirannya, koperasi ini disebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa sekaligus mengatasi persoalan ekonomi di desa.
Koperasi ini dijadwalkan akan mulai beroperasi pada 12 Juli 2025. Jumlah koperasi merah putih ditargetkan 70.000 unit. Koperasi sebanyak itu, ada yang baru dibentuk, dan ada juga yang merupakan hasil pengembangan dan hasil peremajaan dari koperasi yang sudah ada.
Dalam rencana terkini, masing-masing koperasi merah putih mendapat modal awal Rp 3 miliar hingga Rp 5 miliar. Opsi pendanaan yang sudah disebut seperti pinjaman dari bank-bank BUMN hingga dana anggaran, baik pemerintah pusat maupun daerah.
Dari keempat program yang sudah disebut, ada kesamaan yang terlihat. Pertama, keempat program itu mengusung tujuan akhir yang populis, yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Ini tentu layak mendapat apresiasi. Cuma, keempat program itu juga memiliki kesamaan yang patut mendapat sorotan.
Keempatnya dirancang sebagai solusi yang minim dengan printilan. Ambil contoh program makan bergizi gratis yang minim detail tentang rantai pasoknya.
Untuk program tiga juta rumah, masih banyak tanya seputar detail pendanaan. Ini yang menyebabkan, tidak jelasnya apakah rumah itu nanti gratis atau tidak.
Masih ada kesimpangsiuran dengan apa bentuk investasi yang akan dilakukan Danantara di kemudian hari. Lalu, koperasi merah putih memang disebut masih akan dimatangkan lagi berbagai detailnya.
Ya semoga saja, para pejabat pemerintahan sekarang, termasuk Presiden Prabowo, menyadari bahwa governing is in the details.
Tanpa rincian yang menyertai, akan timbul banyak intepretasi tentang arah program. Bahkan, di antara para pejabat sekalipun.
Konsep yang awalnya ideal, bisa belok ke mana-mana. Atau lebih buruk lagi, tidak jalan kemana-mana dan terhenti sebagai wacana.