KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Minyak goreng masih terus panas. Guyuran pemerintah, lewat kebijakan penetapan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng, penetapan harga crude palm oil (CPO) alias sawit mentah dengan domestic price obligation (DPO) Rp 9.300 sampai kebijakan memasok pasar lokal alias domestic market obligation (DMO) CPO sebesar 30% dari volume ekspor belum kunjung meredakan jeritan emak-emak mencari minyak.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyebut, pasokan minyak goreng sudah becek, alias lebih besar dari kebutuhan. Selama 20 hari terakhir (14 Februari-8 Maret) semisal, sebanyak 415,78 juta ton minyak goreng mengguyur di pasar. Sementara kebutuhannya hanya 327,3 juta ton per bulan.
Kata Lutfi, mestinya minyak goreng lebih dari cukup.
Nyatanya, jeritan emak-emak mencari minyak goreng masih panas. Alih-alih mendapat solusi, emak-emak dituding ikut menimbun minyak goreng, Tak pelak, para bendahara rumah tangga ini minta Mendag membuka lemari stok mereka untuk membuktikan sendiri. Jika pun mereka punya stok, tak lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ini.
Belakangan, Lutfi mencurigai pasokan bocor di distribusi. Ia juga bilang ada dugaan penyelundupan minyak goreng ke luar negeri.
Mendag memang tengah pening, tersundut panas krisi minyak goreng. Sebab, berbulan-bulan masalah minyak goreng tak kunjung terpecahkan. Bahkan, dalam 2 bulan, ada 7 aturan terkait minyak goreng.
Ini artinya, tiap 8 hari ada aturan baru dari laci Mendag. Kondisi ini tentu menimbulkan syak wasangka kemampuan pemerintah menyelesaikan krisis minyak goreng.
Yang memantik penasaran akar persoalan tak terungkap. Saat harga tak diatur, sesuai harga pasar, pasokan minyak goreng lancar. Begitu harga diatur, pasokan minyak goreng sulit mengucur. Indonesia kaya sawit, itu fakta tak terbantahkan. Mestinya, ini modal untuk mengendalikan produksi dan harga.
Jika memang, pemerintah menetapkan instrumen pengendalian minyak goreng lewat HET, DMO serta DPO, ada baiknya ada dash bord informasi produsen dan distributor yang patuh dan nakal tak memenuhi aturan.
Pemerintah tak usah menunggu laporan dan setoran data tapi ikut mengawasi sampai pengapalan ekspor CPO dan turunannya. Sanksi tegas harus dilakukan bagi mereka yang kedapatan curang. Tak perlu jiper mengungkap akar masalah, bahkan mengungkap dalang dibalik krisis minyak goreng.