Nilai Utang yang Ditarik Pemerintah di Januari 2019 Naik 354% YoY

Selasa, 26 Februari 2019 | 09:42 WIB
Nilai Utang yang Ditarik Pemerintah di Januari 2019 Naik 354% YoY
[]
Reporter: Grace Olivia, Lidya Yuniartha | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Utang yang ditarik pemerintah selama Januari melonjak tajam dalam basis perbandingan tahunan. Mengutip data Kementerian Keuangan (Kemkeu), nilai utang yang ditarik pemerintah di Januari 2019 tumbuh 354% year-on-year (yoy) menjadi Rp 122,47 triliun. Angka itu setara dengan 34,09% dari target APBN 2019 Rp 359,25 triliun.

Realisasi pembiayaan utang tahun ini didominasi oleh penerbitan surat berharga negara (SBN) neto sebesar Rp 119,54 triliun atau 30,73% dari target tahun ini sebesar Rp 388,96 triliun. Penerbitan SBN Januari 2019 juga melonjak 670% secara tahunan.

Sebaliknya, realisasi pinjaman (neto) hanya Rp 2,93 triliun sepanjang Januari 2019, atau turun 74% dibandingkan dengan realisasi Januari tahun sebelumnya, yang mencapai Rp 11,46 triliun. Sejak awal tahun, seluruh pinjaman yang ditarik pemerintah berasal dari luar negeri.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, tingginya realisasi utang sepanjang Januari lalu merupakan strategi frontloading pemerintah. Strategi penarikan utang di depan itu mengantisipasi kondisi pasar global yang masih diliputi ketidakpastian dan volatilitas. Di antaranya, kenaikan lanjutan suku bunga The Federal Reserve, berlanjutnya perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China, serta fluktuasi harga minyak mentah dunia.

Indeks credit default swap (CDS), yang biasa digunakan sebagai indikator pengukur risiko surat utang untuk Indonesia juga sedang dalam level tinggi. CDS untuk utang pemerintah Indonesia dengan tenor 10 tahun mencapai level 214 per 31 Desember 2018. Itu terbilang level yang tinggi mengingat CDS Indonesia pernah di level 100-an.

Hingga awal tahun ini, pergerakan CDS dalam tren meningkat. Per 3 Januari CDS untuk utang Indonesia bertenor 10 tahun di level 220,83. Meskipun, setelah itu dalam tren turun dan kini di level 177,79 pada 22 Februari 2019.

Tingginya penerbitan utang pemerintah juga dalam rangka memanfaatkan tingginya likuiditas pasar keuangan. Bank Indonesia mencatat, aliran masuk modal asing (inflow) sejak awal tahun hingga 22 Februari lalu mencapai Rp 45,9 triliun. "Awal tahun lalu (pembiayaan utang) hanya 6,7% dar target, karena volatilitas sudah tinggi, sementara tahun ini stabil sehingga penerbitan surat utang, termasuk surat utang global, kita prefer kami lakukan di Januari," lanjut Sri Mulyani.

Kemkeu memanfaatkan momentum inflow untuk mengamankan pembiayaan APBN lebih dini. Selai itu, rencana penerbitan SBN yang tinggi sepanjang kuartal-I 2019 ini ditujukan untuk pembayaran utang jatuh tempo yang diproyeksi relatif tinggi pada kuartal-II. "Sekaligus sebagai mitigasi kemungkinan berkurangnya likuiditas pada kuartal kedua sebagai dampak dari tingginya belanja masyarakat dan Lebaran," jelas Sri Mulyani.

Ancam likuiditas 

Ekonom Universitas Indonesia Ari Kuncoro memandang, langkah pemerintah melakukan frontloading terbilang wajar. Pemerintah mesti mengantisipasi potensi ketidakpastian pasar secara global yang beragam seperti perang dagang, suku bunga bank sentral AS, hingga potensi perlambatan ekonomi AS maupun negara lainnya.

"Frontloading ini sebagai bridging financing, mumpung bunga AS belum naik lagi, kurs rupiah sedang kuat, dan di tengah penerimaan dari sisi pajak yang biasanya juga belum tumbuh tinggi di kuartal-I," kata Ari, Minggu (25/2).

Kendati demikian, Ari memperingatkan adanya potensi pengetatan likuiditas di tengah kecangnya penarikan utang oleh pemerintah. Ibarat transfusi darah, Ari menyarankan pemerintah segera mengembalikan dana masyarakat yang ditarik agar kembali ke masyarakat lagi.

Salah satu caranya ialah dengan segera menempatkan dana hasil penerbitan SBN di perbankan. "Jadi jangan ditahan di Bank Indonesia, tapi segera ditempatkan di bank-bank besar, sehingga uang beredar dan bisa dimanfaatkan bank untuk menyalurkan kredit," kata Ari. Dengan begitu, uang pun kembali ke masyarakat sehingga likuiditas bisa tetap terjaga.

Senada, Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga menyoroti potensi pengetatan likuiditas akibat gencarnya penerbitan surat utang pemerintah. Oleh sebab itu, BI berperan penting untuk menjaga ketersediaan likuiditas di pasar. "Ada potensi tarik menarik dana antara pemerintah dan perbankan, apalagi pertumbuhan kredit diperkirakan masih akan berkisar 10% sampai 12% sepanjang tahun ini," tandas Josua.

Bagikan

Berita Terbaru

Surono Subekti Masuk Daftar Pemegang Saham Brigit Biofarmaka di Tengah Koreksi Harga
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 16:30 WIB

Surono Subekti Masuk Daftar Pemegang Saham Brigit Biofarmaka di Tengah Koreksi Harga

Surono menjadi satu-satunya pemegang saham individu di luar afiliasi dan manajemen yang punya saham OBAT lebih dari 5%.

Menengok Portofolio Grup Djarum yang Baru Masuk ke Saham RS Hermina (HEAL)
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 15:00 WIB

Menengok Portofolio Grup Djarum yang Baru Masuk ke Saham RS Hermina (HEAL)

Grup Djarum pada 25 Juni 2025 mencaplok 3,63% PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL), emiten yang mengelola jaringan Rumah Sakit Hermina.

Kinerjanya Paling Bontot di ASEAN Pada 23-26 Juni, Gimana Prospek IHSG Ke Depan?
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 15:00 WIB

Kinerjanya Paling Bontot di ASEAN Pada 23-26 Juni, Gimana Prospek IHSG Ke Depan?

Tercapainya gencatan senjata antara Israel dan Iran, bisa berimbas pada meningkatkan risk appetite investor atas aset berisiko di emerging markets

Ada Normalisasi Permintaan, Serapan Semen Nasional Melemah per Mei 2025
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 14:13 WIB

Ada Normalisasi Permintaan, Serapan Semen Nasional Melemah per Mei 2025

Volume penjualan semen domestik pada lima bulan pertama tahun 2025 turun 2,1% year on year (YoY) menjadi 22,27 ton.

Pabrik Baterai EV Terintegrasi Pertama Berdiri Akhir Juni , Ini Mereka yang Terlibat
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 13:26 WIB

Pabrik Baterai EV Terintegrasi Pertama Berdiri Akhir Juni , Ini Mereka yang Terlibat

Indonesia akan memiliki pabrik baterai EV pertama pada akhir Juni 2026 ini. Selain China, sejumlah perusahaan lokal terlibat. Ini detailnya.

Dugaan Korupsi Pengadaan EDC BRI, Oknum Rekanannya Juga Tersandung di Kasus Pertamina
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 08:22 WIB

Dugaan Korupsi Pengadaan EDC BRI, Oknum Rekanannya Juga Tersandung di Kasus Pertamina

PT Pasifik Cipta Solusi (PCS) dalam situs webnya mengaku sebagai partner BRI sejak tahun 2020 dalam pengadaan mesin EDC agen BRILink.

Waspada Risiko Kontraksi Setoran Pajak
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 07:21 WIB

Waspada Risiko Kontraksi Setoran Pajak

Penerimaan pajak semester I-2025 berisiko terkontraksi 35%-40% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Wajib Pajak UMKM Masih Bisa Bebas PPh Final
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 07:01 WIB

Wajib Pajak UMKM Masih Bisa Bebas PPh Final

Ditjen Pajak menegaskan bahwa kebijakan PPh final usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) tidak menambah beban pajak baru

Ada Hermanto Tanoko, Begini Prospek Emiten Merry Riana (MERI) Pasca IPO
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 06:51 WIB

Ada Hermanto Tanoko, Begini Prospek Emiten Merry Riana (MERI) Pasca IPO

Secara valuasi, harga saham IPO MERI masih tergolong wajar. Tapi, investor tetap harus mencermati fundamental perusahaan. 

Siap-siap Anggaran 2025 Jebol
| Sabtu, 28 Juni 2025 | 06:50 WIB

Siap-siap Anggaran 2025 Jebol

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membuka peluang memperbesar penerbitan surat berharga negara (SBN) pada tahun ini

INDEKS BERITA

Terpopuler