Panen Pendapatan Bunga Sepi, Untung Surat Berharga Mendaki

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepemilikan perbankan di surat berharga sering disorot seiring melambatnya laju penyaluran kredit perbankan. Bank dikritik tak menjalankan fungsi intermediasi dengan baik.
Nyatanya, surat berharga memang memberikan alternatif bagi perbankan mengoptimalkan pendapatan di tengah biaya dana dan risiko kredit yang tinggi. Lihat saja, pendapatan perbankan dari surat berharga di awal tahun tumbuh pesat di saat panen pendapatan bunga bersih hanya naik tipis.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pendapatan bunga bersih alias net interest income (NII) dalam empat bulan pertama tercatat Rp 184,7 triliun, hanya naik 4,1% secara tahunan. Sementara pendapatan bank dari kenaikan nilai wajar dan penjualan surat berharga melesat 117%, meski nilainya baru Rp 9,8 trillion.
Kenaikan itu salah satunya dialami Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan meraup keuntungan kenaikan wajar aset keuangan Rp 3,18 triliun di semester I-2025, tumbuh 38% secara tahunan. Keuntungan dari penjualan aset keuangan juga tumbuh 39,6% jadi Rp 1,19 triliun.
Baca Juga: Tekan Kredit Bermasalah, BTN Improvisasi Proses Bisnis Collection
Sedangkan NII BRI hanya naik 0,49% menjadi Rp 56,16 triliun. Per Juni 2025, kepemilikan BRI pada surat berharga mencapai Rp 385,8 triliun, naik 13% year on year (YoY)
CIMB Niaga yang mencatat penurunan NII 0,5% menjadi Rp 6,62 triliun justru membukukan keuntungan dari instrumen keuangan yang diukur pada nilai wajar sebesar Rp 1,06 triliun, dari rugi Rp 327miliar pada paruh pertama 2024. Keuntungan penjualan aset keungannya juga naik dari Rp 94 miliar menjadi Rp 466 miliar.
Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan mengungkapkan bahwa pendapatan non bunga memang menjadi fokus bank yang ia pimpin dalam beberapa waktu terakhir. “Kami selalu melihat peluang pada saat yang tepat, tapi ini bukan fee income inti,” ujar Lani, Sabtu (2/8).
Kepemilikan surat berharga di CIMB Niaga juga terlihat susut per Juni 2025 senilai Rp 74,69 triliun. Posisi Desember 2024 masih senilai Rp 81,68 triliun.
Baca Juga: Kredit Perbankan di Semester-I 2025 Paling Banyak Mengalir ke Sektor Perdagangan
Bank Central Asia (BCA) tampil beda. NII bank ini masih tumbuh 6,4% menjadi Rp 39,7 triliun. Tapi, penjualan aset keuangan turun 25% jadi Rp 608 miliar. Hanya saja, ada keuntungan dari peningkatan nilai wajar aset keuangan sekitar Rp 638,4 miliar dari rugi Rp 51,1 miliar pada semester I tahun lalu.
EVP Corporate Communication BCA Hera F. Haryn menekankan bahwa keuntungan dari aset keuangan hanya berkontribusi tipis terhadap total pendapatan nonbunga BCA. Ia bilang, pendapatan di luar bunga masih dari biaya transaksi layanan keuangan.
Yanuar Rizky, pengamat sekaligus owner PT Bejana Investidata Globalindo, menilai bank kini lebih memilih menempatkan dana ke fungsi treasury, seperti pembelian SBN, karena imbal hasilnya lebih tinggi dan risikonya lebih rendah dari kredit.
Meski dianggap bentuk intermediasi tidak langsung, efek fiskal pembelian SBN itu dinilai minim karena rasio pajak tetap rendah dan utang naik, memicu crowding out ekonomi.