Pasang Sejumlah Syarat, AS Hapus Tarif atas Impor Baja dari Jepang

Selasa, 08 Februari 2022 | 16:14 WIB
Pasang Sejumlah Syarat, AS Hapus Tarif atas Impor Baja dari Jepang
[ILUSTRASI. Bendera AS dan Jepang berkibar bersama di luar Gedung Putih di Washington 27 April 2015. REUTERS/Kevin Lamarque]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Amerika Serikat (AS) pada Senin (7/2) mengumumkan penghapusan tarif atas baja yang diimpor dari Jepang. Washington mengenakan tarif impor atas 1,25 juta metrik ton baja Jepang per tahun sejak era administrasi Donald Trump. Penghapusan tarif atas baja dari Jepang muncul setelah AS membuka pintu bagi pembuat baja Uni Eropa tahun lalu.

Kesepakatan baru, yang tidak mencakup aluminium, akan diberlakukan pada 1 April. Dalam kesepakatan penghapusan tarif antara kedua negara, Jepang diharuskan mengambil langkah nyata untuk memerangi kelebihan kapasitas manufaktur baja global, yang sebagian besar berpusat di China, kata pejabat AS.

Sebuah pernyataan bersama AS-Jepang mengatakan, dalam waktu enam bulan Jepang akan mulai menerapkan langkah-langkah domestik yang sesuai, seperti antidumping, countervailing duty, dan tindakan pengamanan atau tindakan lain yang setidaknya memiliki efek setara, untuk menciptakan kondisi industri yang lebih berorientasi ke pasar.

Baca Juga: Setelah 12 Tahun Angkat Kaki, Hyundai Siap Kembali ke Jepang dengan Mobil Listrik

Kesepakatan tersebut, seperti kesepakatan baja dan aluminium Uni Eropa yang dicapai pada Oktober, menyerukan baja yang diimpor dari Jepang untuk sepenuhnya diproduksi di negara itu untuk menikmati akses bebas bea. Keharusan memenuhi standar "melted and poured" itu untuk mencegah risiko baja dari China menyiasati aturan impor AS.

"Ini adalah langkah menuju solusi, tetapi kami akan terus mendesak Amerika Serikat untuk sepenuhnya menghapus tarif dengan cara yang konsisten dengan aturan WTO," kata Menteri Perindustrian Jepang, Koichi Hagiuda, Selasa.

Seorang pejabat di kementerian mengatakan pengecualian aluminium mencerminkan posisi AS dan bukan permintaan Jepang.

Sebagian besar upaya perdagangan yang dilakukan Pemerintahan Joe Biden berpusat pada upaya memperbaiki hubungan dagang yang tegang dengan negara-negara sekutunya, yang sama-sama beraliran demokrasi dan digerakkan pasar.

Baca Juga: Facebook & Instagram Terancam Berhenti Operasi di Eropa, Ini Penyebabnya

Menteri Perdagangan AS Gina Raimondo mengatakan kesepakatan itu "akan memperkuat industri baja Amerika dan memastikan tenaga kerjanya tetap kompetitif, sementara juga menyediakan lebih banyak akses ke baja yang lebih murah dan mengatasi masalah utama antara AS dan Jepang, salah satu sekutu terpenting kami."

Tidak seperti Uni Eropa dan Inggris, yang mencari kesepakatan serupa, Jepang tidak mengenakan tarif pembalasan atas barang-barang AS seperti wiski, sepeda motor, dan denim.

Kesepakatan itu terjadi ketika harga baja AS mulai surut dari rekor tertinggi yang dipicu oleh permintaan yang kuat dan kendala pasokan yang didorong oleh pandemi, yang berkontribusi pada inflasi yang tinggi di seluruh perekonomian.

Baja canai panas Midwest, yang memuncak pada $1.945 per ton September lalu, ditutup pada $1.180 pada hari Selasa, masih hampir dua kali lipat dari harga $578 pada 7 Februari 2020, sebelum pandemi melanda.

Para eksekutif industri baja AS telah menyuarakan keprihatinan bahwa pemerintahan Biden akan menegosiasikan terlalu banyak akses bagi pembuat baja asing dan mengakibatkan banjir impor baja. Kecemasan ini muncul karena industri baja di AS telah menginvestasikan miliaran dolar untuk meningkatkan kapasitas. 

Tetapi para eksekutif industri menyuarakan kelegaan bahwa kesepakatan yang diumumkan pada hari Senin membatasi impor Jepang pada rata-rata volume impor di periode 2018 dan 2019.

Tidak seperti kesepakatan UE, yang menambahkan pengecualian tarif masa lalu ke kuota blok itu, baja Jepang yang diimpor di bawah tarif masa lalu akan diperhitungkan terhadap volume kuota Jepang.

Presiden Asosiasi Produsen Baja Philip Bell mengatakan sekitar 58% dari impor baja tahun 2021 dari Jepang, atau sekitar 550.000 metrik ton, masuk melalui pengecualian, sehingga kesepakatan itu akan membatasi volume tambahan.

Baca Juga: Harga Emas Kembali Naik, Dipicu Kekhawatiran Ketegangan Geopolitik

"Secara keseluruhan ini adalah kesepakatan yang kuat untuk pembuat baja Amerika. Ini menunjukkan bahwa kita tidak boleh mengambil pendekatan satu ukuran untuk semua ketika menyangkut pekerjaan, lingkungan, dan pertumbuhan ekonomi kita," tambah Bell.

Jepang juga pada awalnya tidak akan berpartisipasi dalam pembicaraan AS-UE tentang kesepakatan global untuk mencegah perdagangan baja yang dibuat dengan emisi karbon tinggi - inisiatif lain yang bertujuan memerangi produksi baja China yang boros karbon. Namun para pejabat AS mengatakan Jepang akan berunding dengan AS tentang metodologi untuk mengukur intensitas karbon dalam produksi baja dan aluminium.

Industri baja Jepang juga sangat bergantung pada produksi tanur sembur berbahan bakar batu bara. Sementara lebih dari 70% baja AS dibuat dengan tanur busur listrik yang memancarkan lebih sedikit karbon.

Bagikan

Berita Terbaru

Rupiah Berpotensi Tertekan di Akhir Pekan
| Jumat, 11 Juli 2025 | 05:30 WIB

Rupiah Berpotensi Tertekan di Akhir Pekan

 Melansir data Bloomberg, rupiah menguat 0,21% secara harian ke  Rp 16.224 per dolar AS pada Kamis (10/7).

Jaya Trishindo (HELI) Memperluas Jangkauan Operasional
| Jumat, 11 Juli 2025 | 05:20 WIB

Jaya Trishindo (HELI) Memperluas Jangkauan Operasional

Selain wilayah Sumatra dan Kalimantan, manajemen HELI juga sedang mengkaji peluang ekspansi layanan ke kawasan Indonesia Timur.

Masih Ada Euforia di Saham-Saham Prajogo Pangestu
| Jumat, 11 Juli 2025 | 05:00 WIB

Masih Ada Euforia di Saham-Saham Prajogo Pangestu

Di tengah antrean panjang pembelian saham CDIA di harga ARA, saham emiten Prajogo Pangestu lainnya pun semakin menarik perhatian.

Industri Kaca Dibayangi Ketidakpastian Suplai Gas
| Jumat, 11 Juli 2025 | 04:35 WIB

Industri Kaca Dibayangi Ketidakpastian Suplai Gas

Kepastian volume pasokan dan harga gas akan sangat berpengaruh terhadap daya saing produk kaca asal Indonesia. 

Di Balik Peningkatan KPR Macet
| Jumat, 11 Juli 2025 | 04:07 WIB

Di Balik Peningkatan KPR Macet

Peningkatan NPL KPR mengganggu manuver perbankan dalam mengucurkan kredit produktif lain, termasuk program 3 juta rumah.

Melemahnya Kelas Menengah Bikin Premi Asuransi Umum Tumbuh Tipis
| Jumat, 11 Juli 2025 | 03:09 WIB

Melemahnya Kelas Menengah Bikin Premi Asuransi Umum Tumbuh Tipis

Secara industri, pertumbuhan premi melambat karena lemahnya daya beli, gelombang PHK, sulitnya lapangan kerja dan melemahnya kelas menengah

Dapat Amunisi dari Dana IPO, Empat Emiten Baru di Bursa Genjot Ekspansi
| Jumat, 11 Juli 2025 | 03:09 WIB

Dapat Amunisi dari Dana IPO, Empat Emiten Baru di Bursa Genjot Ekspansi

Usai mengantongi dana IPO, keempat emiten baru yaitu CHEK, BLOG, MERI, dan PMUI siap menggelar sejumlah ekspansi.

Simak Rekomendasi Saham Hari Ini di Tengah Peluang Penguatan IHSG
| Jumat, 11 Juli 2025 | 03:08 WIB

Simak Rekomendasi Saham Hari Ini di Tengah Peluang Penguatan IHSG

Di tengah tren penguatan IHSG, beberapa saham emiten layak dicermati untuk perdagangan hari ini. Antara lain:

Kalbe Farma (KLBF) Mengintip Cuan Pasar Ekspor
| Jumat, 11 Juli 2025 | 03:08 WIB

Kalbe Farma (KLBF) Mengintip Cuan Pasar Ekspor

Kalbe Farma mengambil langkah ekspansi melalui pengembangan penetrasi produk specialty sebagai upaya mendorong pertumbuhan berkelanjutan

Enam Saham Emiten Baru Memadai Top Gainers Saat IHSG Kembali ke Atas 7.000
| Jumat, 11 Juli 2025 | 03:07 WIB

Enam Saham Emiten Baru Memadai Top Gainers Saat IHSG Kembali ke Atas 7.000

IHSG mengakumulasi kenaikan 1,85% dalam sepekan terakhir. Sedangkan sejak awal tahun, IHSG masih turun 1,05%.

INDEKS BERITA

Terpopuler