Pebisnis Jalan Tol Tagih Dana Talangan Pembebasan Lahan Rp 5 Triliun

Senin, 04 Maret 2019 | 07:25 WIB
Pebisnis Jalan Tol Tagih Dana Talangan Pembebasan Lahan Rp 5 Triliun
[]
Reporter: Abdul Basith | Editor: Hasbi Maulana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kecepatan pembangunan proyek jalan tol era Pemerintah Joko Widodo Jusuf Kalla memang pantas diacungi jempol. Namun, proyek tersebut masih menyisakan ironi bagi pelaku usaha jalan tol. Maklum, hingga kini belum semua dana talangan pengadaan lahan proyek jalan tol telah diganti oleh pemerintah.

Lambatnya penggantian dana talangan ini menambah beban pebisnis jalan tol. Tunggakan pembayaran itu menganggu arus kas, dan bisa mengganggu proyek lain.

Sebagai gambaran, penggantian dana pengadaan lahan jalan tol dilakukan oleh Badan Layanan Umum Kementerian Keuangan yakni Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN). Mekanismenya, pebisnis jalan tol atau Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) menyertakan dokumen dan diserahkan ke Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT). BPJT selanjutnya mengirimkan klaim ke LMAN.

Sebelum membayar klaim tagihan, LMAN meminta verifikasi serta audit kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Jika semua beres, LMAN baru membayar tagihan sesuai hasil audit dari BPKP.

Dalam catatan KONTAN, BPJT telah menyurati LMAN pada akhir Januari 2019. Isinya, BUJT telah membayar 7.934 bidang lahan sepanjang 13 Oktober 2018-18 Januari 2019 senilai total sekitar Rp 5,03 triliun.

Direktur Utama PT Waskita Toll Road Herwidiakto, mengungkapkan, pihaknya telah menalangi pembebasan lahan Rp 6,3 triliun. Dari angka itu, Rp 1,7 triliun tidak diproses karena berstatus Proyek Strategis Nasional (PSN) atau penugasan pemerintah.

Sebagian sisa tagihan sebenarnya sudah diaudit dan seharusnya dibayar. Tapi sejauh ini Waskita Toll Road mengaku belum menerima pembayaran dari LMAN. Herwidiakto berharap proses pencairan dana bisa cepat. "Jelas mengganggu karena awal jalan tol beroperasi pasti tekor. Harus ada top up dari pemegang saham," kata dia kepada KONTAN, Minggu (3/3).

Permintaan serupa datang dari PT Jasa Marga Tbk. Sekretaris Perusahaan Jasa Marga Mohamad Agus Setiawan, berharap penggantian dana talangan bisa secepatnya. Namun dia mengakui, sejumlah tagihan anak usaha Jasa Marga mulai dibayar bertahap.

Menanggapi ini, BPJT berjanji akan mengurus percepatan pembayaran dana talangan lahan. "Kami akan dorong proses penggantian dana talangan," ujar Danang Parikesit, Kepala BPJT.

Danang menyatakan akan menemui manajemen LMAN pekan ini. Pertemuan ini untuk mempercepat proses pengembalian dana talangan. Ia juga belum menjelaskan apa solusi yang ditawarkan agar proses pembayaran dana talangan ini tak mengganggu proses bisnis dari BUJT.

Direktur Utama LMAN Rahayu Puspasari berharap BUJT tak khawatir. Dia menyatakan, LMAN memiliki dana cukup untuk membayar dana talangan pengadaan lahan jalan tol itu.

Menurutnya, sejak tahun 2016 hingga 2018, LMAN mendapatkan alokasi dana dari pemerintah pengadaan lahan jalan tol Rp 59,39 triliun. Sementara tagihan tiga tahun terakhir mencapai Rp 36,35 triliun dan yang sudah dibayarkan Rp 32,21 triliun.

Menurut Rahayu, keterlambatan pembayaran saat ini akibat dokumen yang diajukan BUJT belum lengkap. Dia tak menjelaskan lebih rinci dokumen lahan ruas jalan tol yang belum komplet.

Bagikan

Berita Terbaru

Prabowo Akan Siapkan Rp 1,2 Triliun Per Tahun Buat Bayar Utang Whoosh
| Selasa, 04 November 2025 | 14:57 WIB

Prabowo Akan Siapkan Rp 1,2 Triliun Per Tahun Buat Bayar Utang Whoosh

Prabowo tekankan tidak ada masalah pembayaran utang Whoosh, namun belum jelas sumber dana dari APBN atau dari BPI Danantara.

Faktor Biaya dan Kurs Rupiah Membebani Mayora, Begini Proyeksi Arah Saham MYOR
| Selasa, 04 November 2025 | 09:09 WIB

Faktor Biaya dan Kurs Rupiah Membebani Mayora, Begini Proyeksi Arah Saham MYOR

Hingga akhir 2025 MYOR menargetkan laba bersih sebesar Rp 3,1 triliun atau cuma naik sekitar 0,8% dibandingkan tahun lalu.​

Bursa Efek Indonesia (BEI) Meluncurkan Tiga Indeks Baru
| Selasa, 04 November 2025 | 08:49 WIB

Bursa Efek Indonesia (BEI) Meluncurkan Tiga Indeks Baru

Investor diharapkan bisa berinvestasi pada saham profit tinggi, valuasi harga dan volatilitas rendah.

Investasi Saham dan Efek Buntung, Saratoga Investama Sedaya (SRTG) Cetak Kerugian
| Selasa, 04 November 2025 | 08:45 WIB

Investasi Saham dan Efek Buntung, Saratoga Investama Sedaya (SRTG) Cetak Kerugian

Saratoga juga mencatat kerugian bersih atas instrumen keuangan derivatif lainnya Rp 236 juta per 30 September 2025.

Invesco dan Allianz Konsisten Borong Saham UNTR Hingga Oktober, Blackrock Beda Arah
| Selasa, 04 November 2025 | 08:16 WIB

Invesco dan Allianz Konsisten Borong Saham UNTR Hingga Oktober, Blackrock Beda Arah

Sepanjang Oktober 2025 investor asing institusi lebih banyak melakukan pembelian saham UNTR ketimbang mengambil posisi jual.

Penjualan Nikel Melejit, Laba PAM Mineral (NICL) Tumbuh Tiga Digit
| Selasa, 04 November 2025 | 08:02 WIB

Penjualan Nikel Melejit, Laba PAM Mineral (NICL) Tumbuh Tiga Digit

PT PAM Mineral Tbk (NICL) meraih pertumbuhan penjualan dan laba bersih per kuartal III-2025 di tengah tren melandainya harga nikel global.

Laba Emiten Farmasi Masih Sehat Sampai Kuartal III-2025
| Selasa, 04 November 2025 | 07:52 WIB

Laba Emiten Farmasi Masih Sehat Sampai Kuartal III-2025

Mayoritas emiten farmasi mencatat pertumbuhan pendapatan dan laba di periode Januari hingga September 2025.

Kinerja Emiten FMCG Bervariasi, Prospek di Kuartal IV-2025 Berpotensi Lebih Seksi
| Selasa, 04 November 2025 | 07:42 WIB

Kinerja Emiten FMCG Bervariasi, Prospek di Kuartal IV-2025 Berpotensi Lebih Seksi

Ramadan yang jatuh pada pertengahan Maret 2026 berpotensi mendorong permintaan distributor terhadap barang konsumsi mulai kuartal IV-2025.

Rogoh Kocek Rp 2 Triliun,  Astra International (ASII) Menggelar Buyback Saham
| Selasa, 04 November 2025 | 07:42 WIB

Rogoh Kocek Rp 2 Triliun, Astra International (ASII) Menggelar Buyback Saham

Jadwal buyback PT Astra International Tbk (ASII) direncanakan mulai 3 November 2025 hingga 30 Januari 2026. ​

Kondisi Ekonomi Tak Baik-Baik Saja, Bisnis Emiten Konglomerasi Tertekan
| Selasa, 04 November 2025 | 07:09 WIB

Kondisi Ekonomi Tak Baik-Baik Saja, Bisnis Emiten Konglomerasi Tertekan

Penyebabnya beragam. Mulai dari pelemahan daya beli, depresiasi nilai tukar rupiah, hingga koreksi harga sejumlah komoditas.

INDEKS BERITA

Terpopuler