KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Desperate situation needs desperate solution. Idiom bahasa Inggris ini dapat mendeskripsikan upaya ekstensifikasi pajak yang dilakukan oleh pemerintah dalam beberapa waktu terakhir. Per 1 Agustus 2025, terdapat dua objek pajak baru yang menjadi beban masyarakat. Pertama, penghasilan yang diterima oleh penjual, pedagang melalui sistem elektronik, dan penambang aset kripto merupakan objek Pajak Penghasilan (PPh) yang terkena tarif 0,21% dari nilai transksi aset kripto (Pasal 10 juncto Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50 Tahun 2025 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto/PMK Aset Kripto). Kedua, dalam PMK yang sama juga diatur mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap penyerahan jasa penyediaan sarana elektronik dan jasa verifikasi transaksi aset kripto.
Sekilas, penerbitan PMK Aset Kripto telah memberikan kepastian hukum dalam mengadministrasikan "(…) pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas transaksi perdagangan aset kripto" (konsiderans huruf d PMK Aset Kripto). Namun demikian, makna kepastian hukum dalam hukum pajak melampaui pembentukan peraturan perundang-undangan semata. Kepastian dalam hukum pajak menghendaki bahwa subjek, objek, tarif, dan dasar pengenaan pajak diatur oleh Undang-Undang, dan tidak boleh diatur lebih lanjut dalam aturan turunan (Darussalam, 2024). Empat elemen utama dalam menetapkan pajak terutang tersebut tidak boleh diatur dalam peraturan turunan.
