Penerapan Tarif Bea Keluar Bisa Bikin Laba Emiten Batubara Ambyar

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Tekanan bagi emiten batubara berorientasi ekspor berpotensi makin bertambah. Seiring rencana pemerintah untuk memberlakukan bea keluar ekspor batubara pada tahun 2026.
Sebelumnya, mengacu Peraturan Menteri Keuangan No. 38/2024 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar, batubara termasuk komoditas yang tidak dikenakan bea keluar untuk ekspor.
Batubara hanya dikenakan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Di luar itu, emiten batubara juga menanggung tarif royalti atas produksi komoditas tersebut.
Investment Analyst Infovesta Utama, Ekky Topan mengatakan, rencana pemberlakuan bea keluar ekspor pada 2026 akan menjadi tekanan tambahan bagi emiten batubara yang aktif mengekspor produknya ke mancanegara.
Baca Juga: DPR Usulkan Bea Keluar Ekspor Batubara dan Emas Ikut Fluktuasi Harga Global
Kebijakan ini akan mengancam langsung margin keuntungan emiten tergerus. Terlebih, di tengah harga batubara global yang saat ini belum sepenuhnya pulih. Penerapan bea keluar batubara juga berpotensi menekan arus kas emiten.
Terutama, jika emiten batubara tidak mampu melakukan efisiensi atau meneruskan beban tambahan tersebut kepada pelanggan.
Dus, daya saing produk batubara kita bisa tergerus dari produk negara kompetitor semisal Australia dan Afrika Selatan, yang tidak mengalami beban serupa.
"Profitabilitas emiten batubara yang mengandalkan ekspor bisa turun. Apalagi jika tidak diimbangi efisiensi produksi atau kenaikan harga jual," ujar Ekky, Selasa (8/7).
Biaya pokok penjualan
Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk (PTBA), Niko Chandra sepakat, bila bea keluar ini diterapkan, akan jadi salah satu komponen biaya yang harus diperhitungkan dalam struktur biaya pokok penjualan batubara PTBA.
Kebijakan tersebut bisa berdampak pada volume ekspor batubara. "Seberapa besar dampaknya, bergantung besaran tarif yang ditetapkan pemerintah," beber Niko.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta menambahkan, selain fokus pada efisiensi operasional, emiten batubara patut mempercepat proses hilirisasi untuk mengurangi ketergantungan ke pasar ekspor. Proyek hilirisasi seperti gasifikasi batubara menjadi dimethyl ether (DME) bisa jadi opsi.
Community Lead Indo Premier Sekuritas, Angga Septianus melihat, secara umum kinerja emiten batubara rawan tertekan seiring risiko kelebihan pasokan di tengah konsumsi yang turun dari China.
Baca Juga: Kinerja Ekspor Batubara Nasional Menurun, Begini Respon Indika Energy (INDY)
Belum lagi, emiten batubara Indonesia juga menghadapi persaingan di pasar ekspor dengan produsen di negara lainnya. "Alternatif penyuplai batubara seperti Rusia, Australia, dan Mongolia juga jadi tantangan utama bagi pasar batubara lokal," jelas Angga.
Dus, Angga belum memberikan rekomendasi saham untuk emiten batubara. Sementara Ekky melihat PTBA jadi saham batubara yang menarik bagi investor, mengingat portofolio penjualannya yang besar di pasar domestik.
Dengan kondisi saat ini, saham PTBA dapat diakumulasi dengan target jangka menengah di kisaran Rp 3.000-Rp 3.200 per saham. Sedangkan Nafan merekomendasi beli BUMI dengan target harga Rp 124-Rp 129 per saham.
Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan.
Sudah berlangganan? MasukBerlangganan dengan Google
Gratis uji coba 7 hari pertama. Anda dapat menggunakan akun Google sebagai metode pembayaran.
Kontan Digital Premium Access
Business Insight, Epaper Harian + Tabloid, Arsip Epaper 30 Hari
Rp 120.000
Business Insight
Hanya dengan 20rb/bulan Anda bisa mendapatkan berita serta analisis ekonomi bisnis dan investasi pilihan