KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) membuka kemungkinan mengubah target perusahaan yang menggelar initial public offering (IPO) tahun ini. Maklum, saat ini jumlah calon emiten baru yang menunggu giliran melepas saham perdana di bursa menyusut.
Saat ini cuma ada sekitar 14 calon emiten di pipeline IPO BEI dengan nilai emisi mencapai Rp 7,01 triliun. Jumlah ini susut dari 29 calon emiten per 16 Mei 2025. Bahkan di Maret 2025, jumlah calon emiten yang mengantre IPO sempat mencapai 102 perusahaan, dengan nilai emis mencapai Rp 14,88 triliun.
Memang, sih, dalam kondisi yang penuh ketidakpastian seperti saat ini, wajar kalau ada perusahaan yang lantas membatalkan rencana mencari pendanaan dari pasar saham. Kalau memaksa, bisa jadi saham yang dilepas kurang laku, pencarian dana pun tak efektif.
Berkurangnya jumlah perusahaan yang berniat menggelar IPO ini juga bisa menjadi sinyal, ancaman krisis tengah mengintai. Menurunnya jumlah perusahaan yang menggelar IPO bisa terjadi karena perusahaan melihat ekonomi tidak sehat.
Alhasil, perusahaan memilih wait and see dalam menggelar ekspansi. Jadi, perusahaan tidak butuh dana segar dalam waktu dekat, dan memilih urung IPO.
Bisa juga, perusahaan melihat sinyal kondisi ekonomi tidak baik, sehingga bisa menimbulkan sentimen yang kurang oke di pasar saham. Ini bisa membuat target valuasi yang diincar perusahaan tidak tercapai.
Selain soal sentimen, bisa jadi perusahaan juga melihat ada tekanan pada kondisi keuangan masyarakat, tentu saja termasuk investor. Ini juga bisa membuat target valuasi yang direncanakan calon emiten tak tercapai.
Karena kondisi keuangan tertekan, masyarakat lebih fokus mengalokasikan duit untuk kebutuhan sehari-hari. Alhasil, alokasi dana yang semula untuk investasi bisa jadi berkurang. Karena itu, pemerintah perlu cepat mengambil langkah-langkah dan membuat kebijakan yang benar-benar tepat untuk mengerek ekonomi.
Di sisi lain, ada kabar juga menurunnya tingkat IPO tahun ini lantaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperketat penyaringan perusahaan yang bisa IPO. Konon, cukup banyak perusahaan gagal IPO karena tak lolos saringan OJK.
Langkah ini layak mendapat dukungan. Dengan demikian, emiten yang masuk bursa benar-benar emiten yang layak jadi instrumen investasi dan bisa memberi return.