Pertebal Bansos Agar Daya Beli Tidak Keropos

Minggu, 11 September 2022 | 12:07 WIB
Pertebal Bansos Agar Daya Beli Tidak Keropos
[ILUSTRASI. Petugas mengganti papan harga SPBU jelang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Jakarta, Sabtu (3/9/2022). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.]
Reporter: Andy Dwijayanto, Sanny Cicilia | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah maju mundur cukup lama, pemerintah akhirnya jadi juga menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite dan biosolar, Sabtu (3/9). 

Harga Pertalite naik 31% menjadi Rp 10.000 per liter, dari sebelumnya Rp 7.650 per liter. Sedangkan solar subsidi naik menjadi Rp 6.800 per liter, dari semula Rp 5.150 per liter.

Bersamaan dengan itu, harga BBM non-subsidi jenis Pertamax juga dikerek naik menjadi Rp 14.500 per liter dari sebelumnya Rp 12.500 per liter. 

Kebijakan tak populer ini terpaksa ditempuh pemerintah di tengah beban anggaran subsisidi energi yang terus membengkak. APBN mungkin bisa sedikit bernafas lega. Tapi buat masyarakat, kenaikan harga BBM makin menekan daya beli setelah sebelumnya dihadapkan pada lonjakan harga sejumlah bahan pokok.  

Pemerintah nampaknya paham betul dengan risiko itu. Makanya, sebelum kebijakan ini  diberlakukan,  pemerintah lebih dulu menyiapkan progam bantalan sosial.

Namun, namanya keputusan tak populer, tetap saja mendapat penolakan dari masyarakat luas. Hingga saat ini, aksi penolakan kenaikan harga BBM masih bermunculan di berbagai daerah. 

Survei Indikator Politik Indonesia menyebutkan,  mayoritas warga Indonesia atau sekitar 78,7% menolak kenaikan harga BBM. Survei  digelar pada Mei 2022 , sebelum pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM. 

"Ini hasil survei ketika isu kenaikan harga BBM masih rencana. Sekarang sudah manifes, perlu disurvei kembali,"  kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanudin Muhtadi, dalam diskusi media bertajuk Alih Subsidi BBM, Rabu  (7/9).

Sebagai gambaran, ketika survei dilakukan akhir Mei lalu, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) menanjak hampir 50% sepanjang tahun ini ke  level US$ 106,05 per barel. Namun, inflasi di bulan Mei cenderung terjaga dengan kenaikan tahunan  3,47% dibanding Mei 2021. 

Kondisi Mei berkebalikan dengan sekarang. Harga minyak mentah internasional cenderung turun sejak Juli lalu, meskipun tetap fluktuatif. Rabu (7/9), harga minyak mentah sudah bertengger di angka US$ 81,94 per barel, terendah dalam enam bulan terakhir. 

Sedangkan dua bulan terakhir, harga barang-barang seperti cabai rawit, bawang merah, beras, telur, dan harga gas elpiji terpantau mengalami kenaikan. Inflasi menyentuh sampai 4,94% pada Juli atau tertinggi dalam tujuh tahun terakhir. Meskipun inflasi tahunan Agustus mereda sejenak ke level 3,63%, harga barang-barang masih dirasa mahal. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, meski harga minyak mentah dunia turun, harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau Indonesian crude price (ICP) masih tinggi. Dengan asumsi harga minyak di kisaran US$ 90 per barel, maka harga rata-rata tahunan ICP masih di angka US$ 98 per barel. 

"Sekalipun harga minyak dunia turun ke bawah US$ 90 per barel, rata-rata ICP masih di kisaran US$ 97 per barel," kata Sri Mulyani, seperti dikutip dari kanal Sekretariat Presiden, Sabtu (3/9). 

Dengan tingkat konsumsi seperti saat ini, maka pemerintah memperkirakan, anggaran subsidi dan dana kompensasi bisa membengkak hingga Rp 698 triliun. Sebelumnya anggaran subsidi ini sudah naik tiga kali dari pagu awal hingga mencapai Rp 502 triliun. 

Pemerintah tak kuat menahan besarnya kenaikan subsidi. Apalagi, subsidi BBM masih dinikmati 70%  masyarakat mampu. Dengan alasan itu, pemerintah lebih memilih menaikkan harga untuk meringankan beban subsidi energi, dan mengalihkannya kepada bantuan langsung kepada masyarakat yang membutuhkan.

Top-up bansos 

Pemerintah pun sudah berhitung. Dengan kenaikan harga BBM subsidi, inflasi tahunan akan bertambah sekitar 1,9%. Dengan begitu, inflasi sepanjang tahun 2022 diprediksi akan berada di rentang 6,6% - 6,8%. 

Untuk meredam dampak kenaikan harga BBM bersubsidi itu, pemerintah merilis tiga program tambahan bantuan sosial (bansos) senilai Rp 24,17 triliun. Bansos ini akan disalurkan kepada 40% golongan masyarakat miskin dan rentan miskin.

Perinciannya, pertama, Bantuan Tunai Langsung (BLT) BBM kepada 20,65 juta keluarga total Rp 12,4 triliun. Bantuan ini akan menjadi program tambahan bagi penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Nantinya, setiap keluarga penerima manfaat akan menerima dana Rp 600.000 yang dibayarkan dua kali, yaitu Rp 300.000 setiap pencairan. 

Kedua, Bantuan Subsidi Upah (BSU) bagi pekerja formal dengan penghasilan di bawah Rp 3,5 juta per bulan atau senilai upah provinsi/ kabupaten/kota. Anggarannya Rp 9,6 triliun. Sebagai gambaran, jumlah tenaga kerja tahun 2021 yang berada di garis tersebut tercatat ada 16 juta orang.  Kementerian Ketenagakerjaan sedang melakukan proses pemadanan data tenaga kerja terbaru.

Bantuan ketiga senilai Rp 2,17 triliun dari alokasi 2% dana transfer umum (DTU) dan dana bagi  hasil (DBH) ke daerah untuk subsidi transportasi, termasuk untuk pengemudi online.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, mengatakan, tambahan bansos diberikan dengan menimbang harga kebutuhan lain akan ikut meningkat. Dia yakin, subsidi ini akan menjaga daya beli masyarakat.

Dalam hitungannya, dengan kenaikan harga BBM subsidi, masyarakat akan menanggung kenaikan biaya senilai Rp 50 triliun. Mayoritas kenaikan ini akan ditanggung masyarakat menengah atas. 

Sedangkan sebanyak 40% masyarakat miskin dan rentan miskin akan menanggung biaya Rp 8 triliun. Karena itu, tambahan subsidi BLT Rp 12,4 triliun akan memadai karena lebih besar daripada perkiraan beban tambahan masyarakat miskin. 

Bahkan, berkaca dari pemberian perlindungan sosial  saat pandemi, tingkat kemiskinan dan pengangguran masyarakat Indonesia masih bisa turun di tahun ini. Apalagi, masih ada bantuan sosial yang reguler, seperti PKH, subsidi sembako murah, Indonesia Pintar, Jaminan Kesejahteraan Nasional (JKN), dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan non-PEN. 

Perkiraan pemerintah, meski harga BBM naik dan berdampak pada lainnya, angka kemiskinan tahun ini masih bisa ditekan  ke level 0,3%. 

Memang, Febrio mengakui, pemberian tambahan bansos ini tidak terlalu mengubah postur APBN terakhir. Soalnya, meskipun anggaran subsidi nantinya tidak jebol sampai Rp 698 triliun, tapi tetap akan menanjak hingga ke Rp 650 triliun. "Pemberian perlinsos ini adalah langkah strategis yang baik agar subsidi dan kompensasi energi lebih tepat sasaran," kata Febrio, Rabu (8/9).

Menteri Sosial Tri Rismaharini meyakini, bansos BLT BBM atau top up bansos ini akan tepat sasaran lantaran ada pemutakhiran Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dengan melibatkan pemerintah daerah (pemda) setiap bulannya. Warga bisa mengecek kepesertaannya di website dan aplikasi "Cekbansos". 

Aplikasi ini juga dilengkapi fitur usul-sanggah, agar masyarakat bisa mengusulkan sebagai penerima manfaat, jika memang berhak.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, kebijakan kenaikan harga BBM subsidi ini tidak tepat. Soalnya, masalah utama dari membengkaknya subsidi energi bukan hanya dari kenaikan harga komoditas internasional, tetapi penyaluran yang tidak tepat sasaran. 

Pemerintah sendiri mengakui adanya kebocoran-kebocoran penggunaan solar subsidi oleh industri besar, dan konsumsi pertalite oleh masyarakat mampu. Padahal, isu subsidi energi tidak tepat sasaran sudah ada sejak tahun 2014. 

"Kenapa bukan ini yang diperbaiki dari dulu?" kata Bhima.  Sementara BLT BBM belum bisa mengkaver 64 juta UMKM terdampak atau 81 juta pekerja informal. 

Masyarakat miskin

Kekhawatiran yang sama juga datang dari Tauhid Ahmad, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef). Ia berpendapat,  dengan kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar 30%, jumlah populasi miskin akan melonjak. 

Ini karena BBM memiliki andil mengerek harga-harga lainnya, sehingga  inflasi bisa berpotensi naik ke level 7%. Terbukti, kenaikan harga BBM sudah dijawab dengan pengumuman kenaikan tarif ojek online dan bus AKAP ekonomi.

"Pasti jumlah populasi miskin naik dari Maret 2022 yang 26,16 juta bertambah 500.000  sampai 1 juta di Maret 2023," ujar Tauhid, Kamis (8/9).

Secara historikal, kenaikan harga BBM memang selalu paralel dengan kenaikan jumlah populasi miskin. Misalnya, pada tahun 2004, ketika BBM naik, jumlah populasi miskin pun melonjak dari 15,97% menjadi 17,75%. Begitu juga pada tahun 2005 dan 2014.

Rencana pemerintah untuk menahan masyarakat jatuh ke jurang kemiskinan nampaknya tidak akan berdampak banyak. Dalam hitungan dia, untuk kompensasi BBM saja,  pemerintah memberikan bantuan Rp 180.000 per bulannya, dengan asumsi konsumsi 2 liter per hari. Sedangkan BLT pemerintah hanya menanggung selisih kenaikan BBM Rp 100.000. 

Apalagi dengan data yang tidak update dan harus mengusulkan dan daftar sendiri, maka hampir pasti angka kemiskinan akan naik. 

Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia juga sependapat, bahwa kenaikan Pertalite sebesar 31% dan solar sebesar 32% akan berimbas pada inflasi yang bergerak di level 7% hingga 9%. Apalagi inflasi pangan sudah lebih tinggi, sehingga secara agregrat akan banyak masyarakat rentan yang  jatuh miskin.

Dengan rerata inflasi 8% saja, angka kemiskinan akan naik tajam dalam beberapa bulan ke depan. Menurutnya, pemerintah seharusnya masih bisa menambah subsidi BBM sebesar Rp 50 triliun-Rp 100 triliun. Pasalnya, dengan tambahan Rp 100 triliun saja, defisit APBN masih aman di level 4,3%.     

Bagikan

Berita Terbaru

Faktor Biaya dan Kurs Rupiah Membebani Mayora, Begini Proyeksi Arah Saham MYOR
| Selasa, 04 November 2025 | 09:09 WIB

Faktor Biaya dan Kurs Rupiah Membebani Mayora, Begini Proyeksi Arah Saham MYOR

Hingga akhir 2025 MYOR menargetkan laba bersih sebesar Rp 3,1 triliun atau cuma naik sekitar 0,8% dibandingkan tahun lalu.​

Bursa Efek Indonesia (BEI) Meluncurkan Tiga Indeks Baru
| Selasa, 04 November 2025 | 08:49 WIB

Bursa Efek Indonesia (BEI) Meluncurkan Tiga Indeks Baru

Investor diharapkan bisa berinvestasi pada saham profit tinggi, valuasi harga dan volatilitas rendah.

Investasi Saham dan Efek Buntung, Saratoga Investama Sedaya (SRTG) Cetak Kerugian
| Selasa, 04 November 2025 | 08:45 WIB

Investasi Saham dan Efek Buntung, Saratoga Investama Sedaya (SRTG) Cetak Kerugian

Saratoga juga mencatat kerugian bersih atas instrumen keuangan derivatif lainnya Rp 236 juta per 30 September 2025.

Invesco dan Allianz Konsisten Borong Saham UNTR Hingga Oktober, Blackrock Beda Arah
| Selasa, 04 November 2025 | 08:16 WIB

Invesco dan Allianz Konsisten Borong Saham UNTR Hingga Oktober, Blackrock Beda Arah

Sepanjang Oktober 2025 investor asing institusi lebih banyak melakukan pembelian saham UNTR ketimbang mengambil posisi jual.

Penjualan Nikel Melejit, Laba PAM Mineral (NICL) Tumbuh Tiga Digit
| Selasa, 04 November 2025 | 08:02 WIB

Penjualan Nikel Melejit, Laba PAM Mineral (NICL) Tumbuh Tiga Digit

PT PAM Mineral Tbk (NICL) meraih pertumbuhan penjualan dan laba bersih per kuartal III-2025 di tengah tren melandainya harga nikel global.

Laba Emiten Farmasi Masih Sehat Sampai Kuartal III-2025
| Selasa, 04 November 2025 | 07:52 WIB

Laba Emiten Farmasi Masih Sehat Sampai Kuartal III-2025

Mayoritas emiten farmasi mencatat pertumbuhan pendapatan dan laba di periode Januari hingga September 2025.

Kinerja Emiten FMCG Bervariasi, Prospek di Kuartal IV-2025 Berpotensi Lebih Seksi
| Selasa, 04 November 2025 | 07:42 WIB

Kinerja Emiten FMCG Bervariasi, Prospek di Kuartal IV-2025 Berpotensi Lebih Seksi

Ramadan yang jatuh pada pertengahan Maret 2026 berpotensi mendorong permintaan distributor terhadap barang konsumsi mulai kuartal IV-2025.

Rogoh Kocek Rp 2 Triliun,  Astra International (ASII) Menggelar Buyback Saham
| Selasa, 04 November 2025 | 07:42 WIB

Rogoh Kocek Rp 2 Triliun, Astra International (ASII) Menggelar Buyback Saham

Jadwal buyback PT Astra International Tbk (ASII) direncanakan mulai 3 November 2025 hingga 30 Januari 2026. ​

Kondisi Ekonomi Tak Baik-Baik Saja, Bisnis Emiten Konglomerasi Tertekan
| Selasa, 04 November 2025 | 07:09 WIB

Kondisi Ekonomi Tak Baik-Baik Saja, Bisnis Emiten Konglomerasi Tertekan

Penyebabnya beragam. Mulai dari pelemahan daya beli, depresiasi nilai tukar rupiah, hingga koreksi harga sejumlah komoditas.

Mengintip Saham ESG dalam Jajaran Blue Chip
| Selasa, 04 November 2025 | 06:59 WIB

Mengintip Saham ESG dalam Jajaran Blue Chip

Indeks ESG di bursa saham perlahan menguat. Pemicunya lebih karena rotasi pasar ke saham-saham blue chip.

INDEKS BERITA

Terpopuler