KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham-saham sektor perbankan sepertinya memiliki prospek cerah pada semester II tahun 2023. Katalis positif bagi emiten perbankan berasal dari pemulihan ekonomi dan tahun politik, yang akan meningkatkan potensi penyaluran kredit.
Restrukturisasi utang emiten konstruksi BUMN karya yang belakangan ini menjadi sorotan, ternyata memiliki porsi yang cukup kecil dalam portofolio kredit emiten bank besar. "Jadi, potensinya tidak akan signifikan untuk emiten bank besar. Namun, akan lebih tinggi risikonya untuk bank medium dan bank kecil," kata Analis BCA Sekuritas, Achmad Yaki, Minggu (16/7).
Kepala Riset Samuel Sekuritas, Prasetya Gunadi dalam riset 4 Juli 2023 mencatat, dalam coverage, bank membukukan penyaluran kredit gabungan sebesar Rp 3,9 triliun hingga Mei 2023. Jumlah itu naik 2,1% dibanding bulan sebelumnya dan tumbuh 9,2% secara tahunan.
Baca Juga: Bank Central Asia (BBCA) Menjadi Merek Paling Bernilai di Asia Tenggara
Likuiditas perbankan cukup melimpah dengan loan to deposit ratio (LDR) gabungan sebesar 82,3% pada Mei 2023. Angka ini meningkat dari 81,2% pada April 2023 dan 80,9% pada Mei 2022.
"Likuiditas tersebut didukung oleh dana simpanan yang mencapai Rp 4,8 triliun, naik 0,7% dibanding bulan sebelumnya dan naik 7,3% secara tahunan," kata Prasetya.
Sejalan dengan itu, laba bersih bank-bank dalam pantauan Samuel Sekuritas meningkat 17,5% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp 71,5 triliun per Mei 2023. Pertumbuhan laba bersih tersebut terutama didorong penurunan biaya provisi 10,3% jadi Rp 26,4 triliun.
Secara kumulatif, PT CIMB Niaga Tbk (BNGA) mencatat pertumbuhan laba bersih tertinggi, yakni 36,3% yoy pada Januari-Mei 2023. Disusul oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) 34,7%, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) 18,8%,
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) 15,1%, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) 8,1%, dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) 5,1%.
Baca Juga: Punya Prospek Cerah di Semester II-2023, Simak Rekomendasi Saham Sektor Perbankan
Rerata pendapatan bunga bersih alias net interest income (NII) masih naik 1,9% yoy, sedangkan net interest margin (NIM) flat di 5,06%. Prasetya meyakini bank besar dalam coverage-nya dapat menyerap potensi risiko kenaikan non-performing loan (NPL) dan membukukan pertumbuhan NIM pada 2023.
Pilihan saham
Potensi pertumbuhan NIM di tengah tren bunga tinggi dapat membuka jalan untuk pertumbuhan pendapatan 12,4% secara yoy pada 2023.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Handiman Soetoyo dalam riset 12 Juli 2023 menambahkan, laporan keuangan semester I-2023 bank akan mulai dirilis dua - tiga minggu ke depan.
Menurut dia, kinerja Bank Central Asia Tbk (BBCA) dapat mengesankan pasar karena pertumbuhan profitabilitas yang luar biasa didorong ekspansi NIM kenaikan pendapatan non-bunga dan cost of credit (CoC) lebih rendah.
Sementara kinerja BMRI akan mengekor dengan NIM relatif sama, tetapi lebih kecil karena manajemen CoF yang lebih lemah dan peningkatan kualitas aset relatif rendah.
Baca Juga: Daya Beli Masyarakat Masih Perlu Dijaga
BBRI diperkirakan dari sisi kinerja juga naik. Anak usaha BBRI, yakni Permodalan Nasional Madani (PNM) dan Pegadaian menjadi pendongkrak laba bersih induknya, sehingga menghasilkan hasil yang memuaskan.
Sementara BBNI, menurut Handiman, kinerjanya akan positif lantaran imbal hasil pinjaman mulai membaik secara bertahap karena bank memfokuskan pertumbuhannya segmen korporasi.
Handiman merekomendasikan overweight saham sektor perbankan dengan tetap mempertahankan pilihan pada saham BBCA dan BMRI.
Prasetya juga masih menyukai bank besar daripada bank kecil. "Pasalnya, bank-bank besar diperkirakan akan terus memimpin pertumbuhan kredit dan menikmati biaya dana yang lebih rendah di tengah makin ketatnya likuiditas," tulis dia.
Prasetya menyarankan BBNI dan BBRI menjadi saham pilihan. BBNI telah melakukan pembenahan internal yang membantu meningkatkan kualitas aset.
Sementara itu, BBRI dipilih karena berpotensi membukukan pertumbuhan kredit dua digit pada 2023. Didukung oleh program Kupedes yang akan mendongkrak NIM meskipun ada potensi tekanan biaya dana.
Yaki juga memilih saham bank-bank besar, yakni BBCA, BBNI, BBRI, dan BMRI. Alasannya, rata-rata pertumbuhan harga saham bank-bank ini ditambah dividen per saham per tahun setara dua kali bunga deposito.
Baca Juga: Investor Domestik Merajai Pasar Saham, IHSG Masih Lesu
Simak ulasan dan rekomendasi emiten perbankan sebagai berikut:
Bank Central Asia (BBCA)
BBCA diuntungkan dari kenaikan bunga karena eksposur besar di segmen korporasi, hingga otomatis menikmati kenaikan imbal hasil pinjaman. BBCA mengesankan pasar karena pertumbuhan profitabilitas didorong ekspansi NIM, pendapatan non-bunga dan cost of credit (CoC) rendah.
Rekomendasi: Trading buy
Target harga: Rp 10.100
Handiman Soetoyo, Mirae Asset Sekuritas
Bank Mandiri (BMRI)
Saham BMRI menarik karena emiten itu memiliki return on average equity sebesar 19,6%. BMRI juga memiliki kebijakan pembayaran dividen yang layak. BMRI membayar dividen kurang lebih 60% dari laba bersih. Manajemen dari BMRI juga memiliki manajemen risiko yang baik.
Rekomendasi: Buy
Target harga: Rp 6.000
Eka Savitri, BRI Danareksa Sekuritas
Baca Juga: Ekspektasi Masyarakat Terhadap Kondisi Ekonomi Indonesia Menurun
Bank Rakyat Indonesia (BBRI)
BBRI membukukan pertumbuhan kredit dua digit pada 2023 didukung program Kupedes. Hal ini mendongkrak NIM, meskipun ada potensi tekanan dari biaya dana anak usaha BBRI, yakni Permodalan Nasional Madani (PNM). Pegadaian juga akan mendorong laba bersih BBRI.
Rekomendasi: Buy
Target harga: Rp 6.200
Achmad Yaki, BCA Sekuritas
Bank Negara Indonesia (BBNI)
BBNI telah membenahi kondisi internal dan berhasil meningkatkan kualitas aset. Alhasil, valuasi BBNI dengan pesaing terdekatnya, yakni BMRI, makin menyempit. BBNI kemungkinan melihat perbaikan imbal hasil pinjaman secara bertahap karena fokus pertumbuhan di segmen korporasi.
Rekomendasi: Buy
Target harga: Rp 12.700
Prasetya Gunadi, Samuel Sekuritas
Baca Juga: Pengendali dan Investor Kakap Lepas, Saham-Saham Ini Bergerak Fluktuatif