Pikiran Kerdil : Orientasi pada Diri Sendiri dan Menutup Peluang Diskusi

Minggu, 18 April 2021 | 08:04 WIB
Pikiran Kerdil : Orientasi pada Diri Sendiri dan Menutup Peluang Diskusi
[ILUSTRASI. Pengunjuk rasa anti pemerintah berkelahi dengan polisi di Hong Kong, China, Rabu (27/5/2020). REUTERS/Tyrone Siu]
Reporter: Hendrika Yunapritta | Editor: Hendrika

KONTAN.CO.ID -

Kita pasti pernah bertemu dengan orang-orang yang berpikiran kerdil. Jika diskusi bersama mereka, jargon yang seringkali meluncur dari mulutnya adalah : pokoknya!, buat saya..!, ataupun ...titik!.

Singkat cerita, keras kepala, orientasi ke dalam diri sendiri (inward looking) dan menutup peluang diskusi, adalah ciri-ciri yang terlihat jelas dari orang-orang seperti ini.

Sikap dan perilaku mereka sangat dogmatis, keukeuh, dan tak terbuka dengan informasi ataupun pengetahuan baru, apalagi yang berbeda dengan keyakinannya selama ini. Sebenar dan senyata apapun perkembangan situasi keadaan yang terbaru, isi pikirannya tetap bergeming.

Dalam bukunya yang klasik, Mindset : The New Psychology of Success (2006), psikolog ternama dari Stanford University, Carol Dweck memperkenalkan konsepsi growth mindset (pola pikir tumbuh) dan fixed mindset (pola pikir buntu).

Orang dengan growth mindset memahami pola pikir sebagai sesuatu yang bertumbuhkembang. Mereka selalu ingin maju, terbuka dengan tantangan, situasi dan keadaan baru, serta bertekun dalam menjalani proses pembelajaran. Mereka tetap belajar, bahkan di tengah kegagalan sekalipun! Setiap usaha pembelajaran dimaknai sebagai bagian dari proses pengembangan diri. Mereka tak ragu untuk belajar dari kritik dan perbedaan pandangan, juga tak sungkan untuk memetik inspirasi dari keberhasilan orang lain.

Sebaliknya, orang dengan fixed mindset mengartikan pola pikir sebagai sesuatu yang statis alias menetap. Karena ingin terlihat hebat, mereka cenderung menghindari tantangan dan cepat mutung. Mereka tak suka menjalani proses pembelajaran, karena berpikir bahwa itu tiada berguna. Jika berhadapan dengan fakta negatif yang ada di dalam dirinya sendiri, penyangkalan diri (self denial) adalah reaksi spontan yang acapkali mengemuka.

Bagi mereka, segenap kekurangan dan ketidaksempurnaan terletak di luar sana, dan tak pernah ada di dalam dirinya sendiri. Dengan demikian, sulit berharap mereka untuk membuka telinga terhadap feedback (utamanya feedback negatif), sekalipun mengandung kebenaran dan mendatangkan manfaat. Sama halnya, keberhasilan orang lain, alih-alih menjadi inspirasi, justru dianggap ancaman bagi dirinya.

Lebih jauh, Dweck berpendapat bahwa mindset bukanlah sebuah takdir, yang hanya bisa diterima begitu saja. Mindset adalah sebuah pilihan, yang bisa dipelajari, dilatih dan dikembangkan.

Memang tidak mudah, karena secara naluriah, manusia lebih suka dengan rasa aman (daripada tantangan), menyenangi kelembaman (daripada pembelajaran), dan mencari pujian (daripada pencerahan). Kita senang dengan sesuatu yang sesuai dengan selera dan harapan kita, sekalipun itu adalah hal yang keliru dan tak berdasar. Kita lebih suka terbuai lelap dalam mimpi, sekalipun sadar bahwa itu hanyalah ilusi.

Algoritma medsos

Perlahan namun pasti, media sosial saat ini telah berkembang menjadi mesin yang ikut membentuk pola pikir manusia modern. Dalam menampilkan berbagai berita dan informasi, algoritma media sosial bisa membuat penggunanya kesulitan membedakan antara fakta dan fiksi. Sebagai sarana untuk memprediksi sesuatu yang disukai oleh pengguna, tak dapat dipungkiri bahwa algoritma juga telah menciptakan efek buruk pada lini-masa yang menampilkan informasi, berita ataupun opini.

Mari kita bayangkan hal berikut. Ada seseorang yang membagikan informasi, berita dan ulasan tentang wacana (ajaran) tertentu. Kebetulan, informasi dan ulasan tersebut sangat cocok dengan pandangan dan selera pribadi kita, walaupun narasi dimaksud sesungguhnya tak berdasarkan fakta nyata dan pengetahuan ilmiah.

Di kemudian hari, kita melihat dan membacanya lagi di lini-masa media sosial seperti Facebook, Instagram ataupun Google. Algoritma lalu menganggap kita menyukai cerita tersebut, dan akibatnya secara otomatis akan membuat lini masa media sosial kita menampilkan berbagai berita/opini yang sesuai dengan narasi kesukaan itu. Sekalipun, lagi-lagi, berita atau opini itu tidak berdasarkan fakta nyata dan pengetahuan ilmiah.

Dan, pada saat yang bersamaan, lini masa akan dengan sendirinya menghalau narasi yang berlawanan dengan selera kita, sekalipun itu adalah nyata dan ilmiah. Akibatnya, kita tak akan pernah melihat sanggahan terhadap narasi yang kita sukai.

Seandainya algoritma media sosial beroperasi dengan cara demikian, maka tanpa disadari seseorang akan digiring untuk memiliki pola pikir yang buntu, yang tak terbuka dengan pandangan alternatif dan merasa benar sendiri.

Kalau sudah merasa benar sendiri, maka orang merasa berhak dan sah untuk melakukan tindakan apapun juga; termasuk terorisme, kekerasan dan kejahatan sekalipun. Dan, rasanya sulit bagi akal sehat kita untuk menerima konsepsi tentang kebenaran yang penuh kekerasan atawa kebenaran yang sarat kejahatan.

Bukankah kebenaran sejatinya mendatangkan kebaikan; tak hanya bagi diri sendiri, namun juga bagi sesama manusia dan alam semesta.

Bagikan

Berita Terbaru

Partisipasi Investor Milenial dan Gen Z di Pasar Saham Makin Semarak
| Minggu, 14 Desember 2025 | 10:04 WIB

Partisipasi Investor Milenial dan Gen Z di Pasar Saham Makin Semarak

Reli IHSG yang beberapa kali menembus rekor tertinggi, tak lepas dari meningkatnya aktivitas investor ritel, termasuk dari kelompok usia muda

Jantra Grupo (KAQI) Genjot Ekspansi Usai Raih Dana IPO
| Minggu, 14 Desember 2025 | 09:59 WIB

Jantra Grupo (KAQI) Genjot Ekspansi Usai Raih Dana IPO

Sebagian besar dana IPO terserap untuk belanja modal atau capital expenditure (capex) untuk pembangunan infrastruktur fisik. 

BEI Siapkan Pemberlakuan Periode Non Cancellation
| Minggu, 14 Desember 2025 | 09:43 WIB

BEI Siapkan Pemberlakuan Periode Non Cancellation

Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menerapkan periode non-cancellation pada sesi pra-pembukaan dan pra-penutupan mulai 15 Desember 2025

Berkah Kenaikan Trafik Data Telekomunikasi
| Minggu, 14 Desember 2025 | 09:39 WIB

Berkah Kenaikan Trafik Data Telekomunikasi

Meskipun trafik data naik, emiten sektor telekomunikasih masih dibayangi persaingan harga yang ketat

IHSG Pekan Ini Tembus Rekor Baru, Waspada Sentimen Global
| Minggu, 14 Desember 2025 | 06:00 WIB

IHSG Pekan Ini Tembus Rekor Baru, Waspada Sentimen Global

IHSG mengakumulasi kenaikan 0,32% dalam sepekan terakhir. Sedangkan sejak awal tahun, IHSG menguat 22,33%.

Animo Investor Saham
| Minggu, 14 Desember 2025 | 05:50 WIB

Animo Investor Saham

​Kenaikan IHSG terdorong oleh peningkatan investor pasar modal di dalam negeri yang semakin melek berinvestasi saham.

Keandalan Menara MTEL Diuji Bencana Sumatera
| Minggu, 14 Desember 2025 | 05:35 WIB

Keandalan Menara MTEL Diuji Bencana Sumatera

Banjir dan longsor membuat layanan telekomunikasi di sejumlah wilayah Sumatera lumpuh. Dalam situasi ini, keandalan peru

Memutar Roda Bisnis yang Terhuyung di Pulau Andalas
| Minggu, 14 Desember 2025 | 05:10 WIB

Memutar Roda Bisnis yang Terhuyung di Pulau Andalas

Banjir dan longsor yang melanda Sumatera akhir November bukan hanya merenggut ratusan nyawa, tapi bikin meriang perdagangan.

 
Transaksi Pembayaran Lewat QRIS Semakin Semarak
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 10:11 WIB

Transaksi Pembayaran Lewat QRIS Semakin Semarak

BI menargetkan volume transaksi QRIS tahun 2025 mencapai 15,37 miliar atau melonjak 146,4% secara tahunan dengan nilai Rp 1.486,8 triliun 

CIMB Niaga Syariah Jajaki Konsolidasi dengan BUS
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 10:07 WIB

CIMB Niaga Syariah Jajaki Konsolidasi dengan BUS

Bank CIMB Niaga berpotensi memiliki bank syariah beraset jumbo. Pasalnya, bank melakukan penjajakan untuk konsolidasi dengan bank syariah​

INDEKS BERITA

Terpopuler