KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kekosongan stok bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) milik swasta masih terjadi. Hanya, SPBU Vivo yang masih menjual BBM dengan research octane number (RON) 92. Itu pun tidak di semua SPBU Vivo.
Pemerintah tampaknya lebih memilih bujet subsidi dan kompensasi BBM membengkak, ketimbang menambah kuota impor untuk SPBU swasta, yang stok bensinnya mulai langka, khususnya Shell dan BP, sejak akhir Agustus lalu.
Subsidi dan kompensasi BBM membengkak? Ya, membengkak, lantaran pengguna BBM SPBU swasta mau tidak mau, dengan terpaksa, harus membeli bahan bakar kendaraan di SPBU Pertamina. Sebab, tidak ada pilihan lain.
Dan, demi menjaga harga Pertalite (RON 90) di angka Rp 10.000 per liter, pemerintah mesti menyuntikkan subsidi. Kemudian, untuk membuat harga Pertamax (RON 92) dan Pertamax Turbo (RON 98) tetap di bawah harga keekonomian, pemerintah harus memberikan kompensasi kepada Pertamina.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, realisasi belanja subsidi dan kompensasi energi, termasuk untuk BBM, mencapai Rp 192,2 triliun per 30 September 2025. Angka itu setara 49% dari pagu tahun ini Rp 394,3 triliun.
Sementara defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 hingga akhir September mencapai 1,56% dari produk domestik bruto (PDB) atau setara Rp 371,5 triliun. Posisi ini melebar dibanding posisi defisit APBN 2025 di akhir Agustus sebesar 1,35% PDB.
Bisa jadi, defisit melebar karena ada andil dari pembengkakan subsidi dan kompensasi BBM akibat terjadi peralihan pengguna bensin SPBU swasta ke Pertamina.
Kalau kekosongan stok bensin di SPBU swasta tak segera pemerintah atasi, maka pembengkakan subsidi dan kompensasi BBM lumayan besar. Sebab, tambahan alokasi bagi SPBU swasta hingga Desember 2025 nanti mencapai 571.748 kiloliter atau 571,74 juta liter, menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Artinya, hitungan kasar saja, kalau kekosongan stok bensin di SPBU swasta berlanjut hingga akhir tahun, maka penjualan bensin SPBU Pertamina berpotensi bertambah 571,74 juta liter. Nah, kalau pemerintah memberi subsidi dan kompensasi BBM Rp 1.000 untuk setiap liter, maka harus merogoh kocek tambahan sebesar Rp 571,74 miliar. Ini cukup untuk memperbaiki berkilo-kilometer jalan raya yang rusak.