PM Kishida Sebut Negaranya Membutuhkan Waktu untuk Menyetop Impor Energi dari Rusia
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Jepang masih membutuhkan waktu untuk menyetop impor minyak dari Rusia, demikian pernyataan Perdana Menteri Fumio Kishida, Senin (9/5). Bersama dengan negara-negara anggota G7 lainnya, Jepang bersepakat menghentikan impor minyak untuk melawan invasi Moskow ke Ukraina.
Negara-negara G7 berkomitmen untuk mengambil tindakan "secara tepat waktu dan teratur" dalam pertemuan online pada Minggu (8/5), untuk memberikan tekanan lebih lanjut pada Presiden Vladimir Putin. Kendati anggota G7 yang miskin sumberdaya, seperti Jepang, sangat bergantung pada bahan bakar Rusia.
"Untuk negara yang sangat bergantung pada impor energi, ini adalah keputusan yang sangat sulit. Tapi koordinasi G7 paling penting pada saat seperti sekarang ini," kata Kishida kepada wartawan, mengulangi komentar yang dia buat pada pertemuan G7.
Baca Juga: Ekspor China Melambat Pada April 2022, Imbas Pembatasan Covid-19
"Mengenai waktu pengurangan atau penghentian impor minyak (Rusia), kami akan mempertimbangkannya sambil mengukur situasi sebenarnya," katanya. "Kami akan mengambil waktu kami untuk mengambil langkah-langkah menuju fase-out." Dia tidak menjelaskan lebih lanjut.
Tidak ada kapal yang memuat minyak Rusia ke Jepang sejak pertengahan April, menurut data Refinitiv. Sekitar 1,9 juta barel diekspor dari Rusia ke Jepang pada April, turun 33% dari bulan yang sama tahun lalu.
Jepang mengimpor minyak sebanyak 89 juta barel dari Rusia pada bulan Maret. Krisis Ukraina telah menyoroti ketergantungan Jepang atas impor energi dari Rusia. Bahkan ketika Tokyo telah bertindak cepat dan bersama-sama dengan G7 dalam menerapkan sanksi.
Larangan terbaru menggarisbawahi perubahan dalam kebijakan Jepang. Jepang mengatakan akan sulit untuk segera memotong impor minyak Rusia, yang menyumbang sekitar 33 juta barel dari keseluruhan impor minyak Jepang, atau 4%, untuk tahun 2021.
Ia telah mengatakan akan melarang impor batubara Rusia secara bertahap, hanya menyisakan gas alam cair (LNG). Jepang berada di tempat yang sangat sulit sejak menutup sebagian besar reaktor nuklirnya setelah bencana nuklir Fukushima 2011.
Rusia adalah pemasok minyak mentah dan LNG terbesar kelima Jepang tahun lalu.
Pemerintah dan perusahaan Jepang memiliki saham dalam proyek minyak dan LNG di Rusia, termasuk dua di Pulau Sakhalin di mana mitra Exxon Mobil Corp dan Shell PLC telah mengumumkan bahwa mereka akan keluar.
Baca Juga: Toyota Investasikan US$ 624 Juta untuk Membuat Suku Cadang Kendaraan Listrik di India
Namun, penyulingan minyak terbesar Jepang, Eneos Holdings Inc telah berhenti membeli minyak mentah dari Rusia, dan mengatakan akan mendapatkan pasokan dari Timur Tengah. Peringkat kedua Idemitsu Kosan Co Ltd juga mengatakan tidak memiliki rencana untuk membeli minyak mentah Rusia.
"Pengilangan utama Jepang telah menangguhkan penandatanganan kontrak berjangka baru untuk membeli minyak Rusia dan tidak ada masalah dalam mengamankan alternatif," Shinya Okuda, direktur pelaksana senior dari Asosiasi Perminyakan Jepang (PAJ), mengatakan kepada Reuters.
"Para penyulingan akan melanjutkan upaya mereka untuk mendiversifikasi sumber pasokan, tetapi ketergantungan Jepang pada minyak mentah Timur Tengah harus meningkat dalam jangka pendek karena kapasitas pasokan kawasan itu sangat tinggi," katanya. Timur Tengah menyumbang 93% dari impor minyak Jepang pada tahun 2021.
Pada hari Jumat, perusahaan perdagangan Marubeni Corp mengatakan ingin menarik diri dari proyek minyak Sakhalin-1 tetapi mempertahankan kepemilikannya sejalan dengan kebijakan pemerintah.
Kishida mengatakan pada hari Senin tidak ada perubahan pada kebijakan pemerintah untuk menjaga kepentingan bisnis di berbagai aset energi Rusia.
Okuda dari PAJ mengatakan lebih baik untuk mempertahankan konsesi mengingat situasi energi Jepang, dan tidak bijaksana untuk menyerah dan membiarkan China atau orang lain mengambilnya karena Jepang memiliki konsesi dalam kondisi yang baik.