Prospek Emiten Manufaktur Tertekan Daya Beli

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Aktivitas sektor manufaktur Indonesia masih mengalami tekanan pada Juni 2025. Berdasarkan data PMI Manufaktur ASEAN yang dirilis S&P Global pekan lalu, PMI Manufaktur Indonesia pada Juni 2025 sebesar 46,9, turun dari level 47,4 pada Mei 2025.
Angka PMI Manufaktur Indonesia ada di bawah ambang batas netral 50, menunjukkan sektor manufaktur masih berada dalam fase kontraksi.
Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi menilai, pelemahan PMI mencerminkan daya beli masyarakat cenderung lemah. Hal ini memberikan tekanan terutama pada emiten di sektor manufaktur dan konsumsi. Dia mencontohkan tekanan yang dialami industri otomotif nasional.
Baca Juga: PMI Manufaktur Juni Masih Kontraksi, Ini Catatan Kemenperin dan Pelaku Industri
Menurut Wafi, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) telah merevisi turun target penjualan otomotif tahun ini. Namun dia melihat, market share PT Astra International Tbk (ASII) masih cukup solid ke depan.
Sedangkan emiten konsumer yang fokus pada kebutuhan primer dinilai lebih kuat terhadap penurunan PMI Manufaktur.
Kontraksi PMI Manufaktur berpotensi memengaruhi kinerja emiten dalam jangka pendek karena sifat PMI yang dinamis. "Untuk jangka panjang investor perlu melihat tren PMI ke depan," kata Wafi, Senin (7/7).
Masih tertekan
Equity Research Analyst OCBC Sekuritas, Jessica Leonardy menimpali, emiten di sektor manufaktur masih akan menghadapi tekanan jangka pendek. Terutama, jika konsumsi domestik belum meningkat signifikan.
Namun, permintaan domestik bisa jadi penopang penting bagi aktivitas manufaktur dan membentuk fondasi untuk potensi pemulihan menjelang akhir 2025, seiring peningkatan belanja pemerintah.
Dari sejumlah emiten manufaktur, Jessica melihat ASII punya potensi pertumbuhan kuat. Ini ditopang posisi ASII sebagai pemimpin pasar di segmen kendaraan roda empat dan roda dua.
Selain itu, didukung daya saing produknya tinggi, jaringan distribusi luas, serta diversifikasi bisnis ke sektor pertambangan emas, mineral, dan energi terbarukan.
Baca Juga: Berbasis Sains dan Teknologi, Kunci HMSP dan PMI Hadirkan Produk Bebas Asap
Jessica juga memperkirakan, segmen consumer brand products dan agribisnis akan tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan emiten manufaktur seperti PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) di tahun ini.
Prospek INDF disokong pergerakan harga CPO yang masih menarik dan ekspektasi kenaikan produksi serta replanting.
Chief of Corporate Affairs Astra International (ASII), Boy Kelana Soebroto bilang, meskipun data PMI mencerminkan ada tekanan di sektor industri, ASII tetap optimistis melihat prospek jangka panjang perekonomian nasional.
Meski begitu, kata Boy, realisasi ekspansi akan mempertimbangkan banyak faktor, termasuk peluang yang ada. Tahun ini, belanja modal ASII konsolidasi grup Astra berkisar Rp 25 triliun.
"Ke depan, kami akan terus fokus memperkuat sinergi antarlini bisnis yang mendukung pertumbuhan berkelanjutan," kata Boy kepada Kontan, Senin (7/7).
Untuk trading, Jessica merekomendasi beli ASII, KLBF, INDF. Target harga masing-masing Rp 5.800, Rp 1.650 dan Rp 8.700 per saham.
Sedangkan Wafi merekomendasi ASII, KLBF, INDF dan UNVR. Target harga masing-masing Rp 5.500, Rp 1.700, Rp 8.200 dan Rp 1.800 per saham.
Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan.
Sudah berlangganan? MasukBerlangganan dengan Google
Gratis uji coba 7 hari pertama. Anda dapat menggunakan akun Google sebagai metode pembayaran.
Kontan Digital Premium Access
Business Insight, Epaper Harian + Tabloid, Arsip Epaper 30 Hari
Rp 120.000
Business Insight
Hanya dengan 20rb/bulan Anda bisa mendapatkan berita serta analisis ekonomi bisnis dan investasi pilihan