Prospek Saham Rokok Masih Mengepul

Senin, 08 Juli 2019 | 06:05 WIB
Prospek Saham Rokok Masih Mengepul
[]
Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: A.Herry Prasetyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan pemerintah untuk tidak mengerek cukai rokok di tahun ini dan kenaikan daya beli masyarakat membuat industri rokok tetap menarik. Tetapi para analis memperkirakan, persaingan ketat antarprodusen rokok serta mulai masuknya rokok elektrik dapat menjadi batu sandungan.

Sepanjang kuartal I-2019, sejumlah emiten rokok mencatatkan kinerja ciamik. Contoh, pendapatan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) melesat 19,18% jadi Rp 26,196 triliun. Laba bersih perusahaan berkode saham GGRM ini juga melejit menjadi Rp 2,35 triliun atau naik 24,47% dibanding periode yang saham di 2018 lalu.

Kinerja PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) juga tak kalah mentereng. Pendapatan perusahaan ini naik 2,86% ke Rp 23,80 triliun dengan laba bersih terbang 8,34% menjadi Rp 3,28 triliun.

Hal yang sama juga dialami PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA). Perusahaan rokok yang memiliki kode saham RMBA ini mencetak kenaikan pendapatan 9,94% tiga bulan pertama tahun ini. Selain itu, rugi bersih perusahaan ini juga turun menjadi Rp 83,29 miliar.

Analis Indo Premier Sekuritas Raditya Immanzah mengatakan, perusahaan rokok masih bisa mencetak kinerja positif berkat daya beli masyarakat yang meningkat. Hal tersebut terlihat dari hasil survei penjualan eceran Bank Indonesia (BI) yang masih tumbuh positif. Indeks Penjualan riil periode April 2019 tumbuh 6,7% jika dibandingkan tahun lalu.

Selanjutnya, BI juga memperkirakan penjualan eceran akan cenderung mengalami peningkatan hingga Oktober 2019. Hal tersebut tercermin dari Indeks Ekspektasi Penjualan (IEP) yang mencapai 153,7 untuk periode Oktober 2019. Besaran ini lebih tinggi dari IEP bulan sebelumnya, yakni sebesar 149,9.

Dalam riset yang dirilis April 2019, Analis Bahana Sekuritas Giovanni Dustin menambahkan, walau kinerja emiten rokok di tiga bulan pertama tahun ini cenderung mumpuni, tetapi ia masih memasang rekomendasi netral untuk sektor ini. Pasalnya, industri itu masih membutuhkan waktu untuk pemulihan

Ditambah lagi, meskipun industri rokok diyakini masih akan bertumbuh di jangka panjang, namun volume penjualan cenderung merosot di dua tahun terakhir. Perkiraan Giovanni, industri rokok bisa pulih secara bertahap dengan asumsi volume penjualan bisa naik sekitar 0,5% dalam jangka pendek.

"Prospek sektor ini masih bullish untuk jangka panjang, dengan tingkat konsumsi yang lebih baik saat angka pengangguran membaik," jelas Giovanni dalam risetnya.

Selain volume penjualan yang masih belum menunjukkan peningkatan berarti, industri rokok konvensional juga dihadang munculnya rokok elektrik. PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) melalui anak usahanya, dikabarkan telah memperoleh lisensi untuk menjual produk rokok elektrik yang diproduksi oleh Juul Labs.

Selain itu, produsen rokok dunia, Philip Morris juga dikabarkan akan memasok IQOS, merek rokok elektrik buatannya, ke Indonesia.

Penetrasi rokok eletrik sebenarnya cukup gencar. Berdasarkan data Asosiasi Personel Vaporizer Indonesia (APVI) per 22 Maret 2019, jumlah produsen likuid atau cairan vape telah mencapai 300 produsen di seluruh Indonesia, dengan total sekitar 104 pabrikan. Sementara itu, jumlah distributor dan importir mencapai 150 unit.

Namun, Immanzah menilai, kehadiran rokok elektrik di Indonesia tidak akan berpengaruh banyak terhadap bisnis industri rokok konvensional. Menurut dia, industri tersebut memiliki pangsa pasar yang terbatas.

Selain itu, beberapa emiten rokok konvensional juga tengah bersiap mengeluarkan produk rokok elektrik. Dengan demikian, dampak yang ditimbulkan dari kehadiran produsen rokok elektrik baru tidak akan signifikan.

Analis MNC Sekuritas Victoria Venny menambahkan, saat ini, rokok konvensional masih unggul karena konsumen dalam negeri cenderung menggemari rokok sigaret kretek mesin (SKM). Rokok jenis ini masih menguasai pasar Indonesia.

Menurut Venny, rokok SKM unggul karena karakteristik rokok tembakau dan likuid berbeda, begitu juga kadar nikotin. Ditambah lagi, rokok batang dianggap jauh lebih terjangkau untuk masyarakat Indonesia. "Konsumen saat ini trennya malah mengkonsumsi rokok dengan kadar nikotin lebih tinggi seperti SKP, dibandingkan rokok yang nikotinnya rendah," kata Venny, Sabtu (6/7).

Dengan begitu, Venny optimistis perkembangan rokok elektrik belum akan memberi pengaruh signifikan terhadap konsumsi rokok masyarakat Indonesia, begitu juga bagi emiten produsen rokok. Untuk itu, dia juga optimistis prospek saham rokok seperti HMSP dan GGRM masih positif di 2019.

Bagikan

Berita Terbaru

Begini Asal Muasal Utang Pemerintah Rp 60 Triliun yang Disangkutkan dengan BCA
| Rabu, 20 Agustus 2025 | 18:01 WIB

Begini Asal Muasal Utang Pemerintah Rp 60 Triliun yang Disangkutkan dengan BCA

BCA disebut-sebut memiliki utang kepada negara senilai Rp 60 triliun ketika krisis moneter sekitar tahun 1998.

Lepas Saham Hasil Buyback, DKFT Incar Dana Segar untuk Modal Akuisisi Tambang Nikel
| Rabu, 20 Agustus 2025 | 16:27 WIB

Lepas Saham Hasil Buyback, DKFT Incar Dana Segar untuk Modal Akuisisi Tambang Nikel

DKFT saat ini mengoperasikan tambang di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, dengan target penjualan bijih nikel 3,4 juta ton pada 2025.

Poin-Poin Penting RDG Bank Indonesia Saat Penurunan Suku Bunga BI Rate, Rabu (20/8)
| Rabu, 20 Agustus 2025 | 16:26 WIB

Poin-Poin Penting RDG Bank Indonesia Saat Penurunan Suku Bunga BI Rate, Rabu (20/8)

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Agustus 2025 memutuskan untuk menurunkan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 5,00%.

BI Rate Turun 25 bps Menjadi 5% pada Agustus 2025, Penurunan Keempat Tahun Ini
| Rabu, 20 Agustus 2025 | 14:56 WIB

BI Rate Turun 25 bps Menjadi 5% pada Agustus 2025, Penurunan Keempat Tahun Ini

Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan BI Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,00% pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Agustus 2025.​

Dihantui Ketatnya Likuiditas, Perbankan Masuki Pemulihan dan BBCA Jadi Sorotan
| Rabu, 20 Agustus 2025 | 13:15 WIB

Dihantui Ketatnya Likuiditas, Perbankan Masuki Pemulihan dan BBCA Jadi Sorotan

Konsensus telah menurunkan proyeksi laba tahun 2025 untuk 4 bank besar rata-rata sekitar 3% setelah hasil kuartal I-2025 keluar.

Rencana DOID Kuasai Salah Satu Tambang Batubara Metalurgi Terbesar di Australia Pupus
| Rabu, 20 Agustus 2025 | 11:42 WIB

Rencana DOID Kuasai Salah Satu Tambang Batubara Metalurgi Terbesar di Australia Pupus

Insiden kebakaran Tambang Moranbah North memicu Peabody membatalkan perjanjian, termasuk dengan DOID.

Meski Muncul Ide Ambil Paksa 51% Saham Bank BCA, Goldman Sachs Cs Rajin Borong BBCA
| Rabu, 20 Agustus 2025 | 09:01 WIB

Meski Muncul Ide Ambil Paksa 51% Saham Bank BCA, Goldman Sachs Cs Rajin Borong BBCA

Di tengah koreksi harga saham dan munculnya gagasan pengambilalihan paksa Bank BCA, mayoritas investor asing institusi akumulasi saham BBCA.

Setelah Jadi Jawara Top Leaders LQ45, Kini Ratusan Juta Saham BBRI Dilego JP Morgan
| Rabu, 20 Agustus 2025 | 08:30 WIB

Setelah Jadi Jawara Top Leaders LQ45, Kini Ratusan Juta Saham BBRI Dilego JP Morgan

JP Morgan Chase & Co menjual 378,64 juta saham BBRI pada Selasa (19/8), dan menyisakan kepemilikan 921,41 juta saham.

Menakar Saham UNTR, Antara Faktor Harga Batubara, Bisnis Alat Berat, & Kemilau Emas
| Rabu, 20 Agustus 2025 | 08:19 WIB

Menakar Saham UNTR, Antara Faktor Harga Batubara, Bisnis Alat Berat, & Kemilau Emas

Secara keseluruhan, arah saham UNTR akan banyak ditentukan oleh tren harga batubara global dan pergerakan harga emas.

Melirik Lagi Peluang Saham Lapis Kedua
| Rabu, 20 Agustus 2025 | 08:07 WIB

Melirik Lagi Peluang Saham Lapis Kedua

Di tengah harga beberapa saham big cap yang mulai mahal, saham dengan kapitalisasi pasar kecil dan menengah berpeluang menjadi penggerak IHSG

INDEKS BERITA

Terpopuler