Risiko Fiskal

Kamis, 13 Maret 2025 | 03:12 WIB
Risiko Fiskal
[ILUSTRASI. TAJUK - Khomarul Hidayat]
Khomarul Hidayat | Redaktur Pelaksana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah masih bergerilya mencari sumber pembiayaan untuk sejumlah program ambisius yang menelan anggaran jumbo. Ambil contoh, program tiga juta rumah yang jelas butuh pendanaan besar. Pemerintah sampai harus minta bantuan Bank Indonesia (BI) untuk menyokong pembiayaan program perumahan tersebut. Caranya, kelak BI akan membeli surat berharga negara (SBN) yang diterbitkan pemerintah untuk mendukung program ini di pasar sekunder.

Kenapa sampai menggandeng bank sentral yang notabene tugasnya mengelola moneter bukan fiskal? Ya karena APBN tidak mencukupi untuk membiayai pembangunan tiga juta rumah. Terlebih, APBN juga tersedot untuk program andalan Presiden Prabowo Subianto lain yang juga butuh anggaran besar. Seperti program makan bergizi gratis. Belum lagi dengan kehadiran Danantara, sebuah badan investasi pemerintah, yang juga butuh dukungan pendanaan tidak sedikit untuk kebutuhan investasi.

Di sisi lain, penerimaan negara belum optimal alias masih terbatas. Itu sebabnya, pemerintah gencar memangkas anggaran yang hasilnya direalokasikan untuk mendanai program-program yang butuh dana besar tadi.

Masalahnya efisiensi anggaran ini sebetulnya tak benar-benar mengurangi bujet belanja negara. Hanya merealokasi anggaran. Jadi sama saja. Dus, dengan penerimaan negara utamanya penerimaan pajak yang masih seret, ditambah tekanan utang jatuh tempo tahun ini yang mencapai Rp 800,33 triliun, membuat ruang fiskal menjadi terbatas. Alhasil, risiko fiskal menjadi ancaman yang mengintai.

Defisit anggaran pun potensial membengkak dari target. Meningkatnya risiko fiskal itu pula yang mendasari bank investasi Amerika Serikat (AS) Goldman Sachs menggunting peringkat aset investasi di Indonesia. Goldman Sach meramalkan, defisit APBN 2025 bakal menembus 2,9% dari produk domestik bruto (PDB). Jauh dari target APBN 2025 yang sebesar 2,53% PDB.

Ancaman kenaikan risiko fiskal ini tak boleh diabaikan. Sebab bagaimanapun, APBN adalah jangkar ekonomi negara. Kredibilitas APBN mencerminkan pula pengelolaan fiskal sehingga harus hati-hati penggunaannya. Jika sembrono, ugal-ugalan mengutak-atik dan mengelola fiskal, sudah pasti bakal merusak kredibilitas APBN. Dan bahayanya akan meruntuhkan kepercayaan investor termasuk para pemodal asing.

Apa yang terjadi di pasar keuangan belakangan ini, tekanan jual asing yang besar, bukan semata faktor eksternal. Tapi juga cerminan kekhawatiran soal keberlangsungan fiskal Indonesia. Jadi, jangan dibuat main-main soal pengelolaan APBN ini.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Setelah Profit Taking, Simak Prediksi IHSG di Awal Kuartal IV Hari Ini, Rabu (1/10)
| Rabu, 01 Oktober 2025 | 04:30 WIB

Setelah Profit Taking, Simak Prediksi IHSG di Awal Kuartal IV Hari Ini, Rabu (1/10)

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakumulasi pelemahan 0,79% sepekan. Sedangkan sejak awal tahun, IHSG masih menguat 13,86%.

Transcoal Pacific (TCPI) Menambah Kapal Anyar
| Rabu, 01 Oktober 2025 | 04:20 WIB

Transcoal Pacific (TCPI) Menambah Kapal Anyar

TCPI akan menambah 27 unit kapal. Armada tersebut meliputi 11 unit tug boat, 11 unit barge, tiga unit pusher barge dan dua unit mother vessel. 

Kemampuan Bank Pelat Merah Mencetak Laba dari Operasional Merosot
| Rabu, 01 Oktober 2025 | 04:20 WIB

Kemampuan Bank Pelat Merah Mencetak Laba dari Operasional Merosot

Bank milik Danantara yang masuk kategori KBMI 4 sama-sama mencatatkan penurunan laba operasional per Agustus 2025

Atur Strategi Agar Fitur Risk Sharing di Asuransi Kesehatan Tetap Kompetitif
| Rabu, 01 Oktober 2025 | 04:15 WIB

Atur Strategi Agar Fitur Risk Sharing di Asuransi Kesehatan Tetap Kompetitif

Industri asuransi harus memutar otak agar produk dengan skema co-payment asuransi kesehatan bisa tetap dilirik pasar.

Belanja Subsidi dan Kompensasi Makin Melaju
| Rabu, 01 Oktober 2025 | 04:15 WIB

Belanja Subsidi dan Kompensasi Makin Melaju

Per Agustus 2025, realisasi belanja subsidi dan kompensasi mencapai Rp 218 triliun atau 43,7% dari pagu. Angka ini tumbuh 4,5% secara tahunan.

Neraca Dagang RI Diproyeksi Masih Mencatatkan Kenaikan Surplus
| Rabu, 01 Oktober 2025 | 04:10 WIB

Neraca Dagang RI Diproyeksi Masih Mencatatkan Kenaikan Surplus

Neraca perdagangan akan surplus sebesar US$ 5,3 miliar, meningkat dari bulan sebelumnya yang mencapai US$ 4,17 miliar. 

Kebijakan Supercepat
| Rabu, 01 Oktober 2025 | 04:05 WIB

Kebijakan Supercepat

Sebagai pembayar pajak yang juga digunakan untuk membiayai pemerintahan, rakyat harus mendapat pemerintahan yang bijaksana dalam mengelola negara.

Cek 15 Saham LQ45 yang Punya Probabilitas Kenaikan Tinggi di Bulan Oktober
| Selasa, 30 September 2025 | 21:53 WIB

Cek 15 Saham LQ45 yang Punya Probabilitas Kenaikan Tinggi di Bulan Oktober

Untuk bulan Oktober 2025, IHSG diprediksi dapat lanjut naik lagi, apalagi secara historis di bulan Oktober IHSG kerap berada di zona hijau.

Tidak Hanya Menambang, INCO Jawab Dua Tantangan ESG Global Paling Mendesak
| Selasa, 30 September 2025 | 20:32 WIB

Tidak Hanya Menambang, INCO Jawab Dua Tantangan ESG Global Paling Mendesak

Pada 2024 INCO merealisasikan biaya pengelolaan lingkungan US$ 28,37 juta atau setara Rp 462,47 miliar.

Catat Aksi Net Buy Rp 199,47 Miliar, JP Morgan hingga Allianz Borong Saham ASII
| Selasa, 30 September 2025 | 19:40 WIB

Catat Aksi Net Buy Rp 199,47 Miliar, JP Morgan hingga Allianz Borong Saham ASII

Aksi akumulasi saham ASII terbanyak dilakukan oleh JP Morgan Chase & Co sebanyak 46.189.100 saham yang dilakukan pada 29 September 2025.

INDEKS BERITA

Terpopuler