KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI), Kamis (26/4), memutuskan tidak mengubah bunga acuan. Bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate tetap sebesar 6%.
BI menyebut nilai tukar rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang masih sangat volatil sebagai alasan mempertahankan bunga. Pada penutupan perdagangan, di pasar spot, Kamis (26/4) kemarin, nilai tukar rupiah melemah 0,64% dibandingkan dengan penutupan perdagangan pada hari sebelumnya menjadi Rp 14.180 per dollar Amerika Serikat (AS). Posisi penutupan rupiah kemarin merupakan yang terendah sejak 3 April lalu.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), kemarin, juga berakhir di zona merah. IHSG menurun sebesar 75,09 poin atau 1,16% ke posisi 6.372,78. Investor asing membukukan aksi jual bersih atau net sell Rp 723,77 miliar pada perdagangan hari ini.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, bunga acuan BI ditahan untuk mencegah aliran modal asing keluar dari pasar keuangan dalam negeri. Apalagi, BI masih berupaya untuk menekan defisit transaksi berjalan alias current account deficit (CAD) ke level 2,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). "Keputusan ini sejalan dengan upaya memperkuat stabilitas eksternal perekonomian Indonesia," tandas Perry,
Kata Perry, nilai tukar rupiah masih di bawah fundamentalnya atau undervalued sehingga kemungkinan penguatan ada. Peluang penguatan ini, sejalan dengan prospek eksternal yang membaik. Apalagi, bank sentral memperkirakan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) tak bakal menaikkan bunga acuannya tahun ini dan tahun depan.
Jika sebelumnya, The Fed ada kemungkinan akan menaikkan bunga tahun ini atau tahun depan minimal satu kali, "Namun kali ini kami melihat The Fed tak naikkan bunga tahun ini dan tahun depan," ujar Perry.
Dari sisi domestik, potensi penguatan rupiah didorong prospek perekonomian domestik yang positif dan ketidakpastian pasar keuangan yang berkurang. BI memperkirakan, pertumbuhan ekonomi kuartal pertama tahun ini mendekati angka 5,2%, didukung permintaan domestik. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi dalam negeri diperkirakan akan ada di kisaran 5%–5,4%.
BI juga memperkirakan neraca pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal pertama tahun ini bakal mencatat surplus. Ini didorong oleh surplus pada transaksi modal dan finansial sejalan dengan masuknya dana asing. Secara year to date hingga 24 April 2019, aliran modal asing yang masuk ke dalam negeri tercatat mencapai Rp 73,28 triliun.
Surplus NPI periode Januari-Maret tahun ini juga tercermin pada posisi cadangan devisa (cadev). Per akhir Maret lalu, cadev naik jadi US$ 124,5 miliar.
Namun, bank sentral tetap memantau pergerakan CAD, terutama memasuki kuartal kedua. Secara historis, CAD biasanya naik karena musim pembayaran bunga deviden hingga pembayaran pokok utang. "Tapi kami pastikan, CAD di bawah 3% terhadap PDB," tambah Perry.
Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro melihat, BI7DRRR berpeluang turun tahun ini. Ia memperkirakan, bunga acuan BI bakal turun dari 6% menjadi 5,75% tahun ini.
Pemangkasan itu, "Dengan asumsi dasar bahwa arah kebijakan The Fed akan lebih dovish, inflasi dalam negeri stabil, dan CAD menyusut," kata Andry.
Andry juga memperkirakan, CAD akan menyusut menjadi 2,6% terhadap PDB pada 2019 dibanding tahun 2018 yang mencapai 2,98% terhadap PDB.
Perbaikan ini didukung oleh membaiknya posisi neraca perdagangan sejalan dengan upaya pemerintah yang telah menerapkan berbagai langkah untuk mengendalikan impor.
Meski begitu, Andry melihat bahwa tekanan telah bergeser ke sisi ekspor menyusul proyeksi perlambatan ekonomi di Amerika Serikat, China, dan Eropa.