KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus berada dalam tekanan. Puncaknya pada Selasa (19/3), IHSG ambrol 6,12% hingga memaksa Bursa Efek Indonesia (BEI) membekukan sementara perdagangan atau trading halt.
Ironisnya, IHSG terbakar justru di saat pasar saham Asia kompak menghijau. Sebagai satu-satunya indeks yang mengalami penurunan terdalam di Asia, kalangan ekonom hingga pengamat pasar modal pun bersepakat bahwa faktor domestik menjadi sentimen utama kejatuhan IHSG tersebut.
Kondisi itu terjadi lantaran investor pasar modal kurang yakin terhadap prospek perekonomian nasional. Ada banyak kebijakan pemerintah yang membuat prospek perekonomian menjadi suram di mata para investor saat ini.
Salah satunya adalah kebijakan efisiensi atau pemangkasan anggaran yang kini tengah digencarkan pemerintah. Alih-alih mendorong pertumbuhan ekonomi, kebijakan itu dinilai akan menurunkan aktivitas perekonomian ke depan.
Kebijakan lain yang juga menimbulkan kecemasan investor adalah pembentukan Danantara dan Koperasi Merah Putih yang melibatkan perusahaan negara, terutama emiten perbankan pelat merah.
Kondisi fiskal pemerintah juga rentan. APBN defisit Rp 3,2 triliun per Februari 2025. Melebarnya defisit itu turut dipicu turunnya penerimaan negara 30,19% secara tahunan menjadi Rp 269 triliun. Turunnya penerimaan pajak juga menunjukkan lemahnya aktivitas bisnis.
Pada akhirnya pemerintah menerbitkan surat utang lebih besar buat menambal defisit. Tak heran, jika rasio utang pemerintah naik 44,77% pada Januari 2025. Tentu saja, kondisi itu membuat Bank Indonesia sulit menurunkan suku bunga, sehingga investor memilih aset yang lebih aman.
Merespon gejolak pasar itu, pemerintah perlu membuat kebijakan yang dapat mengurangi ketidakpastian dan mendorong peningkatan kepercayaan investor. Di saat bersamaan, upaya memperkuat fundamental perekonomian domestik juga perlu terus dilakukan agar IHSG kembali bergerak menguat (rebound). Untuk itu, stop membuat kebijakan yang bisa menimbulkan kepanikan investor.
Suka tidak suka, indeks saham kita masih sangat tergantung investor asing. Keluarnya mereka memberi tekanan, dan pasar saham berbalik menguat jika investor asing melakukan aksi beli bersih (net buy) kembali di pasar saham Indonesia.