KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Flexing atau aksi pamer harta di media sosial oleh sejumlah anggota DPR RI turut menjadi bahan bakar yang memicu ledakan dahsyat aksi demonstrasi yang berujung kericuhan baru-baru ini. Flexing anggota DPR ini menjadi salah satu topik penting yang disampaikan sejumlah tokoh dalam pertemuan dengan Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini.
Pertemuan itu merupakan inisiatif Presiden untuk mendengarkan aspirasi tokoh masyarakat pasca pecahnya aksi anarkis di berbagai daerah. Dalam pertemuan itu, para tokoh menyampaikan harapan agar pejabat lebih berempati terhadap kondisi masyarakat yang tengah mengalami kesulitan ekonomi.
Tokoh buruh Said Iqbal yang turut hadir dalam pertemuan mengecam fenomena flexing sejumlah anggota DPR lantaran menunjukkan lemahnya etika mereka sebagai penyelenggara negara. Terlebih gaya hidup mewah itu mereka tampilkan di tengah kesulitan yang dialami oleh masyarakat.
Merespons aspirasi ini, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian juga telah memerintahkan kepala daerah dan keluarga untuk tidak flexing di tengah situasi yang sedang sensitif. Mendagri mengingatkan, jangan sampai flexing pejabat justru menjadi alat provokasi jika dinilai publik terlalu mewah.
Fenomena flexing awalnya hanya menjadi tren di kalangan selebritas dan influencer media sosial. Seiring waktu, budaya pamer ini ikut merambah ke kalangan lainnya, termasuk pejabat negara dan keluarga Aparatur Sipil Negara (ASN).
Ajang pamer ini sangat lumrah dilakukan bagi para pengusaha yang memang memiliki usaha. Tapi untuk pejabat, ajang pamer kemewahan ini menimbulkan perasaan sakit hati masyarakat luas karena mereka bisa menikmati hidup mewah dengan menggunakan dana dari negara. Terlebih lagi jika ajang pamer itu tidak sebanding dengan penghasilan yang didapat.
Tentu masih segar di ingatan publik, flexing Mantan Kepala Kantor Bea Cukai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Eko Darmanto, keluarga pejabat pajak Rafael Alun Trisambono, mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Timur Sudarman Harjasaputra, hingga Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono.
Semua berujung pada pencopotan dan penegakan hukum terhadap para oknum tersebut.
Kali ini, flexing yang dilakukan Eko Patrio, Uya Kuya hingga Ahmad Sahroni juga berujung pada penonaktifan mereka sebagai anggota DPR.