Strategi Investasi Saham dengan Tiga MAN (Bagian 3)

Senin, 30 Oktober 2023 | 11:07 WIB
Strategi Investasi Saham dengan Tiga MAN (Bagian 3)
[ILUSTRASI. Lukas Setiaatmadja, Founder Komunitas HungryStock]
Lukas Setia Atmaja | Founder Komunitas HungryStock

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Faktor kedua yang menyebabkan investor sulit menerapkan strategi membeli saham di bawah nilai wajar adalah faktor psikologi. Investor bukan robot yang tidak punya perasaan. Investor dipengaruhi  faktor psikologi dalam menilai harga sebuah saham dan keputusan membeli atau menjual saham.

Misalnya, mereka cenderung tertarik membeli saham yang populer, harganya sedang mengalami tren naik. Sebaliknya mereka cenderung mengabaikan saham-saham yang harganya sedang mengalami penurunan. 

 

Ambil contoh, tahun 2017 saat harga saham PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP) di level Rp 1.000, tidak banyak investor yang tahu saham ini. Padahal, saham ini sangat "salah harga" karena price earnings ratio (PER) hanya satu kali dan nilai buku per saham jauh di atas harga sahamnya.

 

Ketika harga sahamnya naik hingga Rp 20.000 (PER di atas 10 kali), justru masih banyak investor ingin membelinya. Adanya bias-bias psikologi membuat investor kurang optimal dalam pembuatan keputusan investasi mereka. Lebih sering mereka membeli saham di harga yang sudah kemahalan daripada kemurahan. Padahal membeli saham di harga tinggi adalah salah satu sumber masalah bagi investor.

 

Warren Buffett menekankan bahwa risiko timbul pada saat investor membeli saham. Kalau boleh memilih, dia lebih suka membeli saham di "harga yang benar”, yaitu harga murah, daripada menjual saham di “harga yang benar”, yaitu harga mahal. Investor besar seperti Lo Kheng Hong juga mengamini prinsip Warren Bufett ini. Intinya, risiko datang dari harga beli. 

 

Baca Juga: Beda Nasib, Inilah Harga Saham BELI & GOTO di Perdagangan Bursa Kamis (26/10)

 

Jika investor membeli saham di harga tinggi, risiko yang ia tanggung membesar. Jika investor membeli saham di harga rendah, risiko yang ia tanggung mengecil. Jika kita membeli sebuah saham bagus di harga mahal, kita tidak aman alias terancam kerugian akibat penurunan harga. 

 

Ambil contoh saham blue chips seperti PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) yang mengalami penurunan harga yang tajam sejak tahun 2020 karena laba bersih per sahamnya cenderung turun.

 

Bukan berarti membeli saham yang harganya sudah naik tinggi menimbulkan risiko yang tinggi. Ambil contoh, saham ABC harga nya Rp 1.000 dan laba bersih per saham Rp 100, artinya memiliki PER sebesar 10 kali. 

 

Kemudian perusahaan mengeluarkan produk baru yang ternyata sangat laku di pasar. Akibatnya laba bersih saham meningkat menjadi Rp 200 dan diperkirakan masih bisa bertumbuh. Dengan angka EPS baru ini dan PER tetap 10 kali, harga saham akan menjadi Rp 2.000, alias naik 100%. 

Jika seorang investor membeli di harga Rp 2.000, dia masih bijaksana, karena PER tidak berubah. Lain cerita jika tidak ada perubahan yang nyata di kinerja perusahaan (laba bersih), mendadak harga saham naik tinggi. 

 

Misal, saham ABC di contoh di atas, harganya naik dari Rp 1.000 menjadi Rp 2.000 tanpa alasan fundamental (EPS tetap Rp 100). PER saham ini naik menjadi 20 kali. Jika PER wajar adalah sekitar 12 kali, dia membeli saham yang kemahalan dan berpotensi tidak aman dari penurunan harga saham.

 

Membeli saham yang harganya berada jauh di bawah nilai wajarnya memberikan margin of safety (MOS) yang besar. Semakin besar jarak antara harga dan nilai saham, semakin besar MOS. 

 

Konsep MOS ini dikembangkan oleh Benjamin Graham, guru Warren Buffett. Konsep ini sangat penting dalam berinvestasi saham. Benjamin Graham sadar betul bahwa memprediksi masa depan sebuah bisnis itu tidak mudah. 

 

Maka dari itu, meskipun sudah pakar dan berpengalaman, tetap saja ada ruang untuk membuat kesalahan (room for error). Kesalahan ini bisa berasal dari kesalahan hitung atau estimasi seorang investor, bisa juga karena kondisi-kondisi di luar kendali perusahaan seperti perang, pandemi dan krisis finansial. 

 

Investor sekelas Warren Buffett sekalipun bisa membuat kesalahan investasi. Tidak ada investor yang sempurna, yang bebas dari risiko investasi. 

Benjamin Graham menyarankan agar investor memperhitungkan MOS saat membeli saham. Fungsi MOS adalah untuk mengkompensasi kemungkinan salah. 

 

Misalnya, jika seorang investor menghitung nilai wajar sebuah saham adalah Rp 1.000, ia sebaiknya mengurangi angka tersebut dengan sekian persen MOS, misalnya 20%.  Maka harga wajar saham yang dipakai adalah sebesar Rp 800, bukan Rp 1.000. MOS sebesar Rp 200 ini untuk berjaga-jaga jika ada kesalahan hitung atau hal di luar prediksi terjadi. Jika harga saham turun di bawah Rp 800, investor tersebut baru tertarik untuk membelinya.

Konsep MOS ini banyak dipakai oleh investor sukses di dunia, terutama yang beraliran value investing, seperi Warren Buffett, Seth Klarman dan Lo Kheng Hong. 

 

\Bahkan Lo Kheng Hong mengakui bahwa MOS yang besar sering menyelamatkan dia dari kerugian jika prediksi atau harapan dia terhadap sebuah saham tidak akurat atau terwujud. Cara menentukan MOS ini subjektif, akan dijelaskan di artikel berikutnya.

 

Jika disimpulkan, langkah pertama untuk bisa mendapatkan rasa MAN yang pertama, yakni aman adalah memahami saham yang dibeli, dan membeli saham tersebut di harga yang jauh di bawah nilai wajarnya.

 

Sekadar mengingatkan, tiga MAN merupakan singkatan dari aman, nyaman dan mantab.                                     

 

Bagikan

Berita Terbaru

Bank Mandiri Perpanjang Piutangnya di Emiten Manufaktur Emas Senilai Rp 2,4 triliun
| Sabtu, 26 Juli 2025 | 18:03 WIB

Bank Mandiri Perpanjang Piutangnya di Emiten Manufaktur Emas Senilai Rp 2,4 triliun

Lewat Addendum II perjanjian kredit, jatuh tempo utang HRTA yang semula jatuh pada 23 Juli 2025, diundur selama 12 bulan menjadi 23 Juli 2026.

Dua Emiten Baru, Masuk Sepuluh Besar Saham dengan Jumlah Pemegang Saham Terbanyak
| Sabtu, 26 Juli 2025 | 15:00 WIB

Dua Emiten Baru, Masuk Sepuluh Besar Saham dengan Jumlah Pemegang Saham Terbanyak

CDIA dan COIN, dua emiten pendatang baru yang masuk dalam jajaran sepuluh besar saham dengan jumlah pemegang saham terbanyak.

Perbaikan Kinerja BTPN Syariah (BTPS) Dirproyeksi Terjaga di Kuartal Selanjutnya
| Sabtu, 26 Juli 2025 | 14:00 WIB

Perbaikan Kinerja BTPN Syariah (BTPS) Dirproyeksi Terjaga di Kuartal Selanjutnya

Pada paruh pertama 2025, BTPS mencetal laba bersih Rp 643,85 miliar, naik 16,6% secara tahunan (YoY) dari sebelumnya Rp 552,20 miliar.

Profit 27,06% Setahun, Cek Ulang Harga Emas Antam Hari Ini (26 Juli 2025)
| Sabtu, 26 Juli 2025 | 12:49 WIB

Profit 27,06% Setahun, Cek Ulang Harga Emas Antam Hari Ini (26 Juli 2025)

Harga emas batangan Antam 24 karat 26 Juli 2025 di Logammulia.com Rp 1.915.000 per gram, harga buyback juga tetap Rp 1.761.000 per gram.

Naik Signifikan, Saham Afiliasi Grup Salim & Sinar Mas Jadi Top Leader Penopang IHSG
| Sabtu, 26 Juli 2025 | 12:00 WIB

Naik Signifikan, Saham Afiliasi Grup Salim & Sinar Mas Jadi Top Leader Penopang IHSG

Saham DCI Indonesia (DCII) dan Dian Swastatika Sentosa (DSSA) meneguhkan posisinya sebagai dua leader IHSG teratas sepanjang tahun 2025 berjalan.

Harga Bahan Baku Konsumer Naik, Begini Proyeksi Laba UNVR, MYOR, dan CMRY Kuartal II
| Sabtu, 26 Juli 2025 | 09:17 WIB

Harga Bahan Baku Konsumer Naik, Begini Proyeksi Laba UNVR, MYOR, dan CMRY Kuartal II

Kenaikan harga bahan baku utama produk konsumer saat ini akan memberatkan raihan marjin laba bagi sejumlah emiten di sektor tersebut.

Profil Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) Menggarap Investasi Infrastruktur
| Sabtu, 26 Juli 2025 | 07:30 WIB

Profil Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) Menggarap Investasi Infrastruktur

Mengupas profil dan strategi bisnis PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) setelah mencatatkan saham di bursa

Sentimen The Fed Menggerakkan Rupiah
| Sabtu, 26 Juli 2025 | 07:25 WIB

Sentimen The Fed Menggerakkan Rupiah

Di pasar spot, kurs tutup di level Rp 16.320 per dolar AS pada Jumat (25/7), melemah 0,15% dibanding posisi penutupan hari sebelumnya.

SSMS Mendorong Efisiensi Lewat Evaluasi Aset
| Sabtu, 26 Juli 2025 | 07:14 WIB

SSMS Mendorong Efisiensi Lewat Evaluasi Aset

PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) berupaya untuk meningkat efisiensi kinerja dengan melakukan penataan aset yang lebih efektif.​

Menanti Dampak Program Danantara ke Saham Emiten BUMN
| Sabtu, 26 Juli 2025 | 07:10 WIB

Menanti Dampak Program Danantara ke Saham Emiten BUMN

Emiten-emiten BUMN berpeluang kecipratan berkah dari sejumlah program prioritas BPI Danantara yang berlangsung pada 2025.

INDEKS BERITA

Terpopuler