Sukatani dan Keresahan Publik

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nama Sukatani, grup musik punk asal Purbalingga, Jawa Tengah, tiba-tiba nyaring terdengar. Begitu video permintaan maaf duo personelnya, gitaris Muhammad Syifa Al Lutfi dan vokalis Novi Citra Indriyati, diposting di akun instagram sukatani.band, publik bereaksi dan viral.
Sukatani meminta maaf kepada Kapolri dan institusi Polri atas lagu mereka yang berjudul Bayar Bayar Bayar. Penggalan lirik lagu itu antara lain: Mau bikin SIM, bayar polisi; Ketilang di jalan, bayar polisi; Touring motor gede, bayar polisi; Angkot mau ngetem, bayar polisi.
Lirik lagu Bayar Bayar Bayar dianggap mencemarkan nama baik polisi. Namun publik menyayangkan, permintaan maaf Sukatani sarat dengan intimidasi dan tekanan. Padahal, setiap warga negara Indonesia punya hak untuk berekspresi dan dilindungi oleh konstitusi.
Dukungan publik terhadap Sukatani tak terbendung. Maklumlah, lirik lagu Bayar Bayar Bayar mewakili keresahan masyarakat terhadap aparat negara, termasuk kepolisian.
Setelah viral, Polda Jawa Tengah memeriksa enam anggotanya atas dugaan intimidasi terhadap Sukatani. Kita tentu mengapresiasi langkah Polda Jateng mengusut dugaan intimidasi itu. Sebagai pengayom masyarakat, sudah selayaknya Kepolisian memberikan rasa aman, bukan sebaliknya, menyebarkan ketakutan di ruang publik.
Oleh karena itu, Polda Jateng harus memproses anggotanya secara terbuka dan transparan. Langkah ini agar menimbulkan efek jera dan tidak terulang di kemudian hari.
Aksi panggung Sukatani dengan lirik-lirik bertema sosial, yang menghadirkan kritik tajam nan menggigit, seolah menjadi obat penawar bagi masyarakat di tengah kondisi sosial politik Indonesia yang sedang hangat. Di saat yang sama, perekonomian dan daya beli masyarakat masih tertekan.
Lembaga-lembaga formal, termasuk parlemen, yang seharusnya jeli mengawasi roda pemerintahan, belum maksimal menjalankan tugasnya. Anak band seperti Sukatani justru melihat kegelisahan masyarakat.
Mereka jujur menuangkannya dalam lirik lagu. Selain Bayar Bayar Bayar, Sukatani melontarkan keresahannya lewat lagu Gelap Gempita, juga mengkritik kekuasaan.
Dari sini, pemerintah perlu melihat fenomena Sukatani dengan berbenah diri. Dalam konteks demokrasi, pengawasan publik adalah cara terbaik untuk mengawal pemerintahan, ketika lembaga pengawas lainnya belum efektif bekerja.