Susu Sapi dan iPhone 16

Minggu, 10 November 2024 | 05:12 WIB
Susu Sapi dan iPhone 16
[ILUSTRASI. TAJUK - Hasbi Maulana]
Hasbi Maulana | Redaktur Eksekutif

Pemerintah Indonesia tengah bersiap merealisasikan program makan bergizi gratis (MBG) bagi siswa sekolah mulai tahun 2025. Tidak main-main, pemerintahan Prabowo-Gibran mengalokasikan dana Rp 71 triliun untuk menjalankan program MBG dalam APBN 2025.Menko Pangan Zulkifli Hasan memerinci, sebanyak Rp 63,356 triliun dari anggaran itu akan dipakai untuk pemenuhan gizi nasional dan Rp 7,433 triliun yang lain untuk dukungan manajemen.

Meski tujuan utama MBG adalah meningkatkan pemenuhan gizi anak, tak bisa dipungkiri bahwa nilai ekonomi program ini juga sangat besar. Program mentraktir makan enak 19,47 juta orang (2025) saban hari, termasuk ibu hamil dan menyusui, memiliki rentetan efek ekonomi yang gede.

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) pernah menghitung program MBG bakal mendongkrak produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp 4.510 triliun pada 2025. Efek program MBG terhadap PDB akan terus meningkat seiring bertambahnya jumlah peserta dan anggaran yang dialokasikan pemerintah. Pada 2026 efek berganda ke PDB meningkat menjadi Rp 6.967.2 triliun, lalu meningkat lagi pada 2027 dan 2028 dengan masing-masing nilai Rp 9.479,4 triliun dan Rp 14.219,1. Begitu pula pada tahun-tahun berikutnya.

Tak heran, mungkin karena itu pula, kabarnya sudah ada calon investor Vietnam yang berminat menanamkan modal lewat industri peternakan sapi perah di Indonesia. Sebagaimana anggapan umum, susu sapi mestinya menjadi salah satu bahan pangan yang akan terserap oleh program MBG. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaeman pernah melapor kepada Presiden Prabowo bahwa telah disiapkan lahan puluhan ribu hektare untuk menyambut tawaran investasi tersebut. Mentan menandaskan, investasi asing ini akan menyejahterakan petani, menekan impor, membuka lapangan kerja, memangkas pengangguran, dan mengurangi kemiskinan.

Sayangnya, di balik kemegahan dampak ekonomi program MBG itu, terdapat ironi yang membuat khalayak tercengang. Baru-baru ini Detik.com melaporkan kisah pilu Bayu Aji Handayanto, seorang peternak susu di Pasuruan, Jawa Timur. Bayu terpaksa membuang ratusan ton susu segar karena tak bisa menjual ke perusahaan pengolah susu. Perusahaan pengolah susu memilih berproduksi menggunakan bahan baku susu impor ketimbang susu produksi peternak sapi perah lokal.

Bersamaan dengan munculnya kabar prihatin tentang susu Pasuruan, masyarakat tengah menyimak perkembangan kebijakan Kementrian Perindustrian yang melarang iPhone 16 diperdagangkan di Indonesia. Pemerintah beralasan bahwa seri terbaru telepon pintar keluaran Apple Corp. Amerika Serikat tersebut belum memenuhi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar 40%. Buntutnya, konon, Apple segera membangun pabrik aksesoris di Indonesia guna memenuhi persyaratan TKDN sehingga iPhone 16 bisa dijual resmi di Indonesia.

Kebijakan TKDN diterapkan pada banyak industri lain, termasuk otomotif dan barang elektronik. Kebijakan pemerintah untuk memaksa investasi asing menggunakan komponen dalam negeri ini cukup efektif. Rata-rata produsen otomotif dan elektronik multinasional memiliki pabrik perakitan di Indonesia untuk memudahkan pemasangan komponen dalam negeri pada produk mereka.

Nah, mungkinkah kebijakan ala TKDN juga diterapkan pada industri pengolahan pangan di Indonesia? Dengan begitu para peternak, petani, dan pembudidaya komoditas pangan lain bisa mendapatkan kepastian pasar atas produk mereka. Jika mereka semakin produktif, ambisi Pemerintahan Prabowo-Gibran untuk mencapai swasembada pangan mungkin semakin mudah untuk terwujud.

 

Bagikan

Berita Terbaru

Pungutan Ekspor Sawit Turun dari Target Awal
| Jumat, 22 November 2024 | 09:50 WIB

Pungutan Ekspor Sawit Turun dari Target Awal

Tahun ini BPDPKS menargetkan setoran pungutan ekspor sawit sebesar Rp 24 triliun, turun dari target awal

Rencana PPN Naik Menuai Petisi Penolakan
| Jumat, 22 November 2024 | 09:32 WIB

Rencana PPN Naik Menuai Petisi Penolakan

Ribuan masyarakat Indonesia menandatangani petisi yang menolak rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% tersebut

Tax Amnesty Bisa Gagal Tarik Dana
| Jumat, 22 November 2024 | 09:14 WIB

Tax Amnesty Bisa Gagal Tarik Dana

Menurut Direktur Eksekutif Indef Eko Listiyanto, tax amnesty tidak bisa diterapkan terus-menerus dalam waktu singkat

Cuan Tinggi Saham Pendatang Baru
| Jumat, 22 November 2024 | 09:12 WIB

Cuan Tinggi Saham Pendatang Baru

Kendati harga saham pendatang baru sudah naik tinggi hingga ratusan persen, waspadai pembalikan arah

Upaya Dorong Ekonomi Akan Memperlebar CAD
| Jumat, 22 November 2024 | 08:58 WIB

Upaya Dorong Ekonomi Akan Memperlebar CAD

Bank Indonesia memperkirakan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) sepanjang tahun 2024 bisa melebar jadi 0,9% PDB

WTON Memangkas Target Nilai Kontrak Baru Jadi Rp 6 Triliun
| Jumat, 22 November 2024 | 08:52 WIB

WTON Memangkas Target Nilai Kontrak Baru Jadi Rp 6 Triliun

PT Wika Beton Tbk (WTON) memperkirakan, hingga akhir 2024 ini nilai kontrak baru hanya akan mencapai ke Rp 6 triliun.

Nobel Ekonomi 2024 dan Pengendalian Inflasi
| Jumat, 22 November 2024 | 08:15 WIB

Nobel Ekonomi 2024 dan Pengendalian Inflasi

Keberadaan tiga BUMD pangan yang ada di Jakarta jadi kunci pengendalian inflasi di Provinsi DKI Jakarta

Mimpi ke Piala Dunia
| Jumat, 22 November 2024 | 08:00 WIB

Mimpi ke Piala Dunia

Indonesia harus mulai membuat cetak biru pengembangan sepakbola nasional yang profesional agar mimpi ke Piala Dunia jadi kenyataan.

Status Belum Jelas, Swasta Tunda Proyek Hotel IKN
| Jumat, 22 November 2024 | 07:30 WIB

Status Belum Jelas, Swasta Tunda Proyek Hotel IKN

Sampai saat ini, Presiden Prabowo Subianto belum juga menandatangani Keputusan Presiden (Kepres) soal pemindahan ibu kota.

Daya Beli Lesu, Bisnis Sepeda Layu
| Jumat, 22 November 2024 | 07:20 WIB

Daya Beli Lesu, Bisnis Sepeda Layu

Minat masyarakat untuk membeli sepeda tampak menyusut paska pandemi dan diperparah dengan pelemahan daya beli masyarakat.

INDEKS BERITA

Terpopuler