KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) sepanjang tahun lalu menekan kinerja PT Perusahaan Listrik Negara alias PLN. Meskipun begitu, perusahaan pelat merah tersebut mengaku masih mampu membukukan laba.
Besaran persis capaian kinerja 2018 PLN memang belum terang-benderang. Manajemen perusahaan menjanjikan akan menginformasikan laporan keuangan pada awal bulan depan. Pasalnya sejauh ini, proses audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum selesai.
Meskipun mengaku cuan, PLN menyatakan target utama bisnisnya bukan mengejar keuntungan. Melainkan, menahan kenaikan tarif listrik, meningkatkan rasio elektrifikasi, dan membangun pembangkit listrik. "Kalau untung gede, tapi enggak bisa membangun, kan percuma," ujar Sarwono Sudarto, Direktur Keuangan PLN di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (22/3) malam.
Adapun tahun ini pemerintah menargetkan rasio elektrifikasi bisa mencapai 99,9%. Untuk itu, pemerintah mengejar sambungan jaringan PLN dari sekitar 1.620.512 rumah tangga.
Sementara dalam RUPTL 2019–2028, proyeksi penambahan pelanggan PLN pada tahun 2019–2020 kurang lebih 3,3 juta pelanggan per tahun. Setelah rasio elektrifikasi mencapai 100% pada tahun 2020 nanti, rata-rata penambahan pelanggan PLN pada tahun 2021–2028 sekitar 1,2 juta pelanggan per tahun.
Selain menahan kenaikan tarif, PLN juga berupaya mati-matian menghemat biaya. Misalnya dalam pengoperasian pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Paiton 1–2 di Probolinggo, Jawa Timur. Sejak awal tahun lalu, PT Pembangkitan Jawa Bali alias PJB mulai melakukan strategi coal switching alias mengganti konsumsi batubara.
Asal tahu, PLTU Paiton 1–2 yang berusia 25 tahun itu, awalnya hanya mengonsumsi batubara kalori menengah 5.000 kilokalori/kilogram (kkal) gross as received (GAR). Namun performanya mulai tidak kompetitif sejak kehadiran proyek-proyek listrik baru lain yang mengusung teknologi lebih canggih.
"Proyek-proyek listrik baru bisa beroperasi dengan batubara berkalori rendah yang otomatis harga batubaranya lebih murah," ujar Mustafa Abdillah, General Manager PLTU Paiton unit 1–2 di Kantor PJB UP Paiton, Jumat (22/3).
Debut perdana PJB secara komersial melakukan coal switching adalah sejak akhir tahun lalu. Mereka mulai memadukan batubara kalori menengah (mid range) dengan kalori rendah (low range). Menurut catatan mereka, akhir tahun lalu konsumsi batubara terdiri dari 80% batubara kalori menengah dan 20% batubara kalori rendah.
Kemudian per Februari 2019, komposisinya berubah menjadi 60% batubara kalori menengah dan 40% batubara kalori rendah. Tahun ini, PJB memperkirakan ada potensi penghematan biaya hingga Rp 166 miliar dari coal switching.
Selain coal switching, strategi lain PLN memangkas biaya adalah dengan menerapkan digitalisasi mesin. Melalui alat pemantau remote engineering, monitoring, diagnostic, and optimization (REMDO), perusahaan itu bisa menekan biaya penanganan kerusakan karena semua operasional mesin berjalan secara digital. Saat ini, mereka masih dalam tahap pilot project di PLTU Paiton 1–2.
Sepanjang tahun ini PLN mengalokasikan dana belanja modal atau capital expenditure (capex) Rp 90 triliun. Sumber dana berasal dari penerbitan surat utang global, pinjaman lokal dan kas internal.
Separuh capex untuk membangun pembangkit. Sisanya, untuk pembangunan transmisi dan gardu induk.