Tahun 2023, Bisnis Industri Tekstil dan Produk Tekstil Diprediksi Masih Apes

Sabtu, 29 Oktober 2022 | 16:49 WIB
Tahun 2023, Bisnis Industri Tekstil dan Produk Tekstil Diprediksi Masih Apes
[ILUSTRASI. Industri tekstil menghadapi ancaman berat pada tahun depan di tengah kelesuan ekonomi. Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha]
Reporter: Dimas Andi | Editor: Syamsul Azhar

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri sarat tenaga kerja, masih dalam mode waspada pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga tahun 2023. Permintaan yang melemah dari negara-negara ekspor utama ditambah gempuran produk impor, menjadi dalih dari para pelaku usaha usaha untuk merumahkan karyawan.

Berkaca dari kinerja kuartal IV-2022, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) memperkirakan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) tahun 2023 masih akan melemah. Apalagi, ancaman resesi global semakin nyata. "Kami harus menyiapkan diri untuk menghadapi tantangan itu," kata Ketua Umum API Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, Jumat (28/10).

TPT merupakan salah satu industri yang paling rentan dengan PHK karena menyerap banyak tenaga kerja. Kamar Dagang Indonesia (Kadin) mencatat serapan tenaga kerja di sektor itu mencapai 3,65 juta orang atau sekitar 18,79% terhadap total pekerja dalam industri manufaktur.

Sementara pengeluaran industri TPT banyak bertalian dengan dollar AS. Seperti diketahui, belakangan greenback sedang menunjukkan keperkasannya terhadap sekeranjang mata uang termasuk rupiah. Alhasil, biaya produksi meningkat.

Baca Juga: Bisnis Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Masih Menantang pada Tahun Depan

Sejauh ini, impor kapas dan bahan baku serat lain oleh para pelaku TPT dalam negeeri masih tinggi. Menurut data Kadin, tahun lalu nilai impor kapas mencapai US$ 1.866,1 juta sedangkan nilai ekspor hanya US$ 868,4 juta.

Biaya energi juga mengacu pada harga dunia yang berdenominasi dollar AS. Rata-rata biaya listrik untuk produksi di Indonesia sebesar US$ 10 sen per kwh. Biaya itu tergolong tinggi dibandingkan dengan biaya listrik di negara lain. Sebut saja Vietnam dan Bangladesh dengan biaya listrik untuk produksi masing-masing sebesar US$ 7 sen/kwh dan US$ 6 sen/kwh.

Tak hanya itu, mesin dengan teknologi rendah menyebabkan produktivitas TPT dalam negeri juga tertingal. Makanya, banyak pelaku industri yang lebih memilih untuk mengimpor ketimbang memproduksi sendiri.

Tantangan lain yang dihadapi indusri TPT domestik yakni kebijakan yang terkait dengan ketenagakerjaan. "Termasuk peningkatan upah tahunan," kata Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid.

Baca Juga: Industri Tekstil dan Garmen Melemah, APSyFI Minta Pemerintah Turun Tangan

Ketika biaya produksi membengkak, pasar tidak dapat diandalkan. API mengungkapkan negara seperti Amerika Serikat (AS) dan negara-negara di Kawasan Eropa mengalami perlambatan ekonomi. Alhasil, permintaan ekspor mereka dari Indonesia turun cukup dalam.

Sementara pasar dalam negeri juga tidak mengompensasi pengurangan pendapatan luar negeri. Selain daya beli masyarakat yang belum kembali stabil, banjir poduk impor ke pasar domestik membuat stok semakin berlimpah.

Menurut data Kadin, ekspor TPT selama September-Oktober 2022 dilaporkan menurun sekitar 30% ketimbang periode yang sama tahun lalu. Permintaan dari AS dan Jerman melambat 20%-30%.

Sementara negara yang mencari tujuan ekspor TPT bukan hanya Indonesia. Bahkan, Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia pun menjadi sasaran ekspor TPT negara lain.

Situasi itu berdampak pada terganggunya utilitas produksi industri TPT. "Mengakibatkan pengurangan jam kerja karyawan dari yang awalnya tujuh hari kerja dalam seminggu menjadi hanya lima hari kerja saja," Jemmy.

Efek lebih jauh adalah PHK. Belum lama ini, pabrik tekstil Kahatex di Sumedang, Jawa Barat mengabarkan PHK 900 karyawan. Sementara dalam catatan API, sekitar 43.000 karyawan industri TPT terkena PHK sejak pandemi Covid-19 muncul.

Jangan gampang PHK

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) melihat prospek industri TPT nasional tahun 2023 bergantung pada beberapa faktor. Salah satunya, seberapa mampu pasar dalam negeri untuk menangkal gempuran produk-produk TPT ilegal dan selundupan dari luar negeri.

Baca Juga: Pelaku Industri TPT Bakal Diuntungkan oleh Kebijakan Seragam Sekolah Terbaru

Apindo meminta pemerintah agar memperkuat kebijakan pencegahan impor produk TPT ilegal. Termasuk, memberlakukan trade remedies untuk melindungi industri lokal dari praktik perdagangan tidak sehat.

"Juga kemudahan terkait kebijakan restrukturisasi bagi para pelaku industri TPT yang menghadapi persoalan finansial," kata Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Benny Soetrisno.

Kadin tak menampik tantangan industri TPT dalam negeri sangat berat. Namun Kadin berharap PHK menjadi opsi terakhir yang dipilih oleh para pengusaha.

Pengusaha bisa lebih fokus pada peningkatan produktivitas dan bukan sekadar melakukan pengurangan karyawan. "Dengan potensi yang ada, saya percaya industri tekstil dapat pulih kembali dengan cepat jadi jangan buru-buru untuk melakukan efisiensi ekstrem seperti PHK," harap Arsjad.

Bagikan

Berita Terbaru

Ekspansi Emiten Migas Semakin Ngegas
| Minggu, 07 Desember 2025 | 12:24 WIB

Ekspansi Emiten Migas Semakin Ngegas

Kendati ekspansi bisa mendorong kinerja jangka panjang, tekanan biaya operasional dan fluktuasi harga komoditas menjadi risiko emiten ini

Divestasi Es Krim Terwujud, Pemulihan UNVR Terus Berlanjut
| Minggu, 07 Desember 2025 | 07:55 WIB

Divestasi Es Krim Terwujud, Pemulihan UNVR Terus Berlanjut

Tren perbaikan kinerja PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) kemungkinan memang masih akan berlanjut hingga akhir tahun.

Masuki Momen Santa Claus Rally, Berikut Saham Pilihan Akhir Tahun
| Minggu, 07 Desember 2025 | 07:21 WIB

Masuki Momen Santa Claus Rally, Berikut Saham Pilihan Akhir Tahun

Ada beberapa faktor yang penting yang dapat mempengaruhi Santa Claus Rally di antaranya adalah aktivitas window dressing.

Momentum IHSG Bullish di Akhir Tahun, Ini Saham-saham yang Cenderung Naik di Desember
| Minggu, 07 Desember 2025 | 07:09 WIB

Momentum IHSG Bullish di Akhir Tahun, Ini Saham-saham yang Cenderung Naik di Desember

Secara historikal, ada beberapa saham yang cenderung mengalami penguatan pada Desember sehingga menjadi favorit banyak investor.

Pamor SBN Ritel Masih Akan Tinggi Meski Bunga Menurun
| Minggu, 07 Desember 2025 | 07:00 WIB

Pamor SBN Ritel Masih Akan Tinggi Meski Bunga Menurun

Realisasi penerbitan SBN Ritel tahun 2025 mencapai sekitar Rp 153 triliun, termasuk Sukuk Tabungan ST015.

Berebut Ceruk Pasar Bus Premium di Penghujung Tahun
| Minggu, 07 Desember 2025 | 06:10 WIB

Berebut Ceruk Pasar Bus Premium di Penghujung Tahun

Menjelang libur Natal dan Tahun Baru, demam perjalanan darat mulai terasa. Kursi sleeper bus diburu pelancong untuk liburan.

 
Rupiah Terangkat Pelemahan Dolar Selama Sepekan Terakhir
| Minggu, 07 Desember 2025 | 06:00 WIB

Rupiah Terangkat Pelemahan Dolar Selama Sepekan Terakhir

Sepekan ini dolar AS cukup tertekan oleh meningkatnya prospek pemangkasan suku bunga oleh the Federal Reserve (The Fed).

Saham Kapitalisasi Kecil Mengangkat IHSG Capai Rekor Tertinggi 8.689,1
| Minggu, 07 Desember 2025 | 06:00 WIB

Saham Kapitalisasi Kecil Mengangkat IHSG Capai Rekor Tertinggi 8.689,1

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 1,46% sepekan periode 1-5 Desember 2025. IHSG ditutup pada 8.632,76.

Kurangi Ketergatungan Kentang Impor, PepsiCo Indonesia Adopsi Cara Thailand,
| Minggu, 07 Desember 2025 | 05:45 WIB

Kurangi Ketergatungan Kentang Impor, PepsiCo Indonesia Adopsi Cara Thailand,

Untuk memastikan ketersediaan bahan baku kentang, PepsiCo Indonesia menggandeng petani di Jawa Barat. 

Bisnis yang Cuan Saat Musim Liburan Anak-anak Tiba
| Minggu, 07 Desember 2025 | 05:40 WIB

Bisnis yang Cuan Saat Musim Liburan Anak-anak Tiba

Menyambut musim liburan, berbagai kelas bermain untuk anak kini dibuka dengan ragam aktivitas seru yang mengasah kreativitas.

 
INDEKS BERITA

Terpopuler