Berita *Refleksi

Tangga bagi Putin

Oleh Barly Haliem Noe - Managing Editor
Jumat, 01 April 2022 | 07:00 WIB
Tangga bagi Putin

Reporter: Harian Kontan | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sudah lebih dari sebulan Rusia menyerbu negara tetangganya, Ukraina. Jutaan orang menjadi korban keganasan agresi militer yang tidak berperikemanusiaan itu.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat, sampai dengan pekan ketiga Maret 2022, perang Rusia-Ukraina telah menewaskan sekitar 1.200 warga sipil, dengan 145-an di antaranya anak-anak.  Nyaris 2.000 warga sipil terluka, sementara 3,9 juta jiwa lainnya tercatat mengungsi  ke berbagai negara.

Sejauh ini dunia hanya bergeming menyaksikan kepongahan Presiden Vladimir Putin dalam mempertontonkan kekuatan militernya. Lebih celaka lagi, belum ada satu pun negara kuat, baik Amerika Serikat maupun Uni Eropa, yang bereaksi tegas dan konkret untuk mengusir Rusia dari Ukraina.

Memang, dunia melontarkan kecaman keras terhadap Rusia. Sejumlah negara juga menjatuhkan sanksi embargo. Toh, aksi tersebut tidak mengubah kondisi.

Alih-alih perang berakhir, Putin kini justru makin agresif membombardir kota-kota di Ukraina. Bagi Putin, posisi sekarang ibarat point of no return; tidak ada jalan kembali, selain melampiaskan ambisi.

Lebih buruk lagi, situasi yang bak tanpa ujung ini juga memicu spekulasi maupun kekhawatiran baru;  invasi Putin ke Ukraina  akan menginspirasi negara lain untuk melakukan hal serupa. Terutama di kawasan yang sedang tidak harmonis.

Lihat saja, China terus mempertontonkan sikap agresif terhadap Taiwan. Negeri ini juga memprovokasi kedaulatan sejumlah negara, termasuk Indonesia, dengan unjuk kekuatan di Laut  China Selatan.

Sementara  Korea Utara terus menerus memanaskan tensi di Semenanjung Korea lewat uji coba rudal dan nuklir yang membuta  gerah  dua tetangganya, Korea Selatan dan Jepang.

Pendek kata, dunia kini sedang berada di ujung tanduk. Inilah masa-masa paling genting bagi dunia selepas Perang Dunia II.

Nah, kita harus menyikapi serius dan mewaspadai situasi di Eropa Timur maupun geopolitik Asia. Apalagi efek perang telah mengerek tinggi  harga pangan dan energi.

Indeks harga pangan yang disusun oleh Food and Agriculture Organization (FAO) atau badan pangan di bawah PBB, menunjukkan indeks rata-rata harga pangan di Februari 2022 mencapai 140,7 poin. Angka itu naik 24,1% dalam setahun terakhir, serta laju tahunan harga pangan tertinggi sepanjang masa.

Celakanya kita tidak bisa berbuat apa-apa di situasi ini, termasuk menempuh impor untuk meredam kenaikan harga pangan dan energi. Maklum, krisis ini juga dihadapi oleh semua negara, sehingga mereka pun bersikap proteksionis untuk menjaga stok dalam negerinya.

Kita hanya bisa berharap Putin segera menemukan tangga turun dari puncak ambisinya. Saat bersamaan, pemerintah harus terus berupaya memenuhi pangan agar rakyat yang sedang lapar tidak dibenturkan lagi dengan impitan harga.

Terbaru