KONTAN.CO.ID - Selain perang dagang, banyak negara di emerging market kini dilanda ketidakpastian baru. Ini menyusul kebijakan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang tak akan memberikan arah yang terang mengenai kebijakan-kebijakannya.
President and Chief Executive Officer Federal Reserve Bank of New York John Williams menyatakan, dengan kebijakan moneter ke arah normal, The Fed tak akan dapat memberikan banyak petunjuk tentang apa yang akan terjadi ke depan.
William dalam acara Joint Bank Indonesia-Federal Reserve Bank of New York Central Banking Forum, di Nusa Dua Bali, Rabu (10/10), mengatakan, saat suku bunga sangat rendah, tingkat bunga akan mengarah ke atas ke tingkat normal. Namun, "Di masa depan, takj akan lagi jelas apakah suku bunga perlu naik atau turun, dan panduan ke depan yang jelas tentang jalur kebijakan masa depan tidak akan lagi sesuai," katanya kemarin.
The Fed pertama kali menaikkan bunga acuannya mendekati nol pada Desember 2015 lalu. Kenaikan terakhir, terjadi di September lalu. Federal Open Market Committee (FOMC) menetapkan bunga acuan di kisaran 2%-2,5%.
Setelah itu, The Fed diperkirakan masih akan menaikkan bunga acuannya satu kali lagi tahun ini, yaitu Desember mendatang. Kenaikan itu akan berlanjut beberapa kali di tahun depan jika ekonomi AS berjalan sesuai harapan.
William berharap, ekonomi AS akan tumbuh 3% di tahun ini dan tumbuh 2,5% tahun depan. "Laju pertumbuhan di atas tren ini harus mengarah pada berlanjutnya perolehan pekerjaan yang solid dan penurunan tingkat pengangguran," tambahnya.
Ia berharap, tingkat pengangguran AS bisa turun di bawah 3,5% tahun depan. Angka ini akan jadi angka terendah hampir 50 tahun terakhir.
Sejalan dengan prospek ekonomi yang kuat, ia juga memperkirakan target inflasi 2% bakal terlampaui sedikit. Meski menurutnya, tidak ada tanda-tanda tekanan inflasi yang lebih besar.