KONTAN.CO.ID - Suasana sepi langsung membekap saat menyusuri lantai demi lantai Thamrin City, Ahad (7/4) lalu. Tak banyak pengunjung lalu lalang di pusat grosir pakaian yang terletak di daerah Jakarta Pusat, sekalipun hari libur.
Alhasil, para pedagang dan karyawan toko terlihat lebih banyak duduk santai. Tak jarang, mereka saling bercengkrama sambil menunggu pembeli yang datang. Kok, bisa?
Suasana sepi langsung membekap saat menyusuri lantai demi lantai Thamrin City, Ahad (7/4) lalu. Tak banyak pengunjung lalu lalang di pusat grosir pakaian yang terletak di daerah Jakarta Pusat, sekalipun hari libur.
Alhasil, para pedagang dan karyawan toko terlihat lebih banyak duduk santai. Tak jarang, mereka saling bercengkrama sambil menunggu pembeli yang datang.
Suasana ini jelas jauh beda dibanding sebelumnya. Sebagai salah pusat grosir pakaian terbesar di Jakarta, biasanya saban hari pedagang pakaian dari berbagai daerah di Tanah Air memadati Thamrin City yang beken dengan singkatan Thamcit.
Pusat perbelanjaan ini selalu ramai lantaran hampir semua jenis produk mode ada Thamrin City, mulai pakaian anak-anak, batik, hingga aneka busana muslim.
Dari segi harga, juga cukup bersaing dengan Pasar Tanah Abang yang jaraknya 500 meter saja. Bahkan, beberapa produk fesyen tertentu seperti hijab bisa lebih murah.
Selain tempat favorit kulakan para pedagang dari daerah, Thamrin City juga jadi destinasi wisata belanja. Wisatawan dari luar Ibu Kota kerap menyambangi pusat grosir ini. Tak heran, masing-masing pedagang di Thamrin City punya pelanggan tetap dari daerah.
Namun hari itu, pemandangannya jauh berbeda. Pengunjung yang datang buat belanja terbilang sepi. Padahal, itu tadi, di akhir pekan. Cuma segelintir pengunjung yang tampak sibuk mencari-cari pakaian.
Bahkan di beberapa lantai, seperti lantai dua dan lantai tiga, tak sedikit toko yang tutup. Bisa dibilang, di kedua lantai tersebut nyaris tidak ada aktivitas perdagangan. Baru saat memasuki area food court nampak sedikit keramaian pengunjung yang lagi santap siang.
Jadi, praktis kesibukan pedagang hanya kelihatan di lantai dasar dan satu. Wahyu, pemilik toko Azka Collection, mengungkapkan, penurunan jumlah pengunjung Thamrin City sudah terasa sejak dua bulan terakhir. “Tepatnya, awal Februari mulai terasa agak sepi, saat itu pas dengan penerapan bagasi berbayar dan kenaikan harga tiket pesawat,” ungkapnya.
Menurut Wahyu, banyak pedagang termasuk dirinya yang memiliki pelanggan dari daerah, khususnya wilayah Timur Indonesia, seperti Kalimantan dan Sulawesi. “Kebanyakan, sih, mereka belanja buat dijual lagi di daerahnya,” ujar dia.
Para pelanggan dari daerah, Wahyu menyebutkan, biasanya datang beramai-ramai di akhir pekan terutama Sabtu. Tapi tidak pada akhir pekan selama dua bulan belakangan. “Akhir tahun kemarin, sih, masih lumayan ramai,” sebutnya.
Pengunjung yang sepi otomatis berdampak terhadap perolehan omzet pedagang di Thamrin City. Contoh, biasanya, Wahyu dalam sehari bisa mengantongi pendapatan mencapai Rp 7 juta sampai Rp 8 juta, sekarang tinggal separuhnya saja. “Omzet saya turun 40% sampai 50%,” bebernya.
Saat Tabloid KONTAN mampir ke kios milik Wahyu, pembeli yang datang memang tidak begitu ramai. Dan, mayoritas pembeli merupakan warga Jakarta dan sekitarnya.
Dampak pengunjung yang sepi pun sangat Supriyadi rasakan. Pemilik toko jilbab di lantai satu Thamrin City ini bilang, pendapatannya merosot tajam sejak Februari lalu.
“Ini terasa banget, sudah ada penurunan drastis, sekitar 60% dibanding sebelumnya,” keluh dia. Biasanya, Yadi, panggilan akrab Supriyadi, bisa menghasilkan Rp 5 juta–Rp 7 juta per hari.
Terpaksa tutup kios
Sama halnya dengan Wahyu, Yadi punya banyak pelanggan tetap dari berbagai daerah. Terutama, pelanggan asal Sumatra, mulai dari Aceh sampai Lampung.
Sepakat dengan Wahyu, ia menyebut penurunan omzetnya imbas dari harga tiket pesawat yang mahal dan pemberlakuan bagasi berbayar.
Yadi mengatakan, ini bukan klaim dia semata. Tapi, berdasarkan keluhan sejumlah pelanggannya dari daerah. Beberapa memang masih melakukan pembelian rutin, sekalipun harga tiket pesawat mahal.
Tapi, tak sedikit pelanggannya dari daerah yang kini membeli via telepon, tidak datang langsung ke toko. Mereka meminta barang dikirim lewat jasa ekspedisi. “Jatuhnya memang jauh lebih murah dibanding bagasi pesawat,” kata Yadi yang berharap kondisi ini segera berlalu agar bisnisnya bisa kembali lancar seperti sedia kala.
Hanya, untuk menyiasati kondisi tersebut, Yadi pun mulai gencar memasarkan produknya secara daring. “Malah, pesanan via online lebih banyak ketimbang yang datang langsung ke toko,” imbuhnya.
Wahyu dan Yadi masih bisa jualan. Ada pedagang yang terpaksa menutup kiosnya lantaran sepi pembeli.
Fahira, pegawai Tyan Veil Hijab di lantai dasar Thamrin City, menuturkan, sekarang kios milik bosnya tinggal satu dari sebelumnya empat gerai. “Sejak pembeli semakin sepi, kami tidak kuat lagi buat buat bayar sewa dan operasional kios,” jelas dia.
Menurut Fahira, pembeli sepi sejatinya sudah terasa sejak belanja online kian marak. Tren ini membuat penjualan Tyan Veil Hijab jeblok hingga 40% dibanding tiga tahun lalu.
Nah, ditambah kenaikan harga tiket pesawat, jumlah pengunjung yang datang buat berbelanja ke kiosnya pun makin menyusut. Kondisi ini sangat memukul usaha sang bos.
“Banyak yang ngeluh, mahal banget sekarang tiket pesawat. Bahkan, ada pelanggan saya dari daerah yang memilih pakai mobil daripada naik pesawat, ya, mungkin sekalian jalan-jalan di Jakarta,” ungkapnya.
Dampak dari pengunjung yang sepi tentu menular ke para penjaja makanan di Thamrin City. Indra, karyawan Maw Kopi yang terletak di teras Thamrin City, menyatakan, omzet kedainya turun selama satu bulan belakangan. “Mulai merasakan sepinya penjualan sejak sebulan terakhir,” ucap dia.
Sebelumnya, Indra mengaku, dalam sehari bisa membuat hingga 100 gelas kopi. Sekarang, hanya puluhan gelas saja. Alhasil, biasanya kedai mengantongi omzet Rp 2 juta per hari, kini tinggal separuhnya
Meski begitu, Indra tak serta merta menyalahkan harga tiket pesawat yang mahal, sehingga berpengaruh terhadap penurunan angka kunjungan ke Thamrin City. “Ya, mungkin karena peminat ke Thamrin City juga lagi kurang,” ujarnya.
Siang itu, pengunjung yang mampir ke Maw Kopi memang tidak begitu banyak. Indra dan dua rekannya yang menjaga kedai tersebut lebih banyak santai sambil memainkan handphone masing-masing. “Padahal biasanya, kami jarang santai seperti ini,” imbuh dia.
Lewat jalur laut
Syahriyanto, petugas Satuan Pengamanan (Satpam) Thamrin City tak menampik jumlah pengunjung Thamrin City yang belakangan menurun. “Memang sekarang agak sepi, sudah sekitar satu bulan,” kata dia.
Betul, Syahriyanto mengatakan, pengunjung Thamrin City selama ini memang banyak dari daerah. Sebab, selain menawarkan harga yang murah, berbelanja di pusat perbelanjaan ini menyenangkan karena semua kebutuhan bisa pembeli dapatkan dalam satu lokasi.
Bahkan, bila pengunjung dari daerah harus bermalam, tersedia hotel dengan harga terjangkau di sekitar Thamrin City. “Sekalipun sedang ramai, pengunjung tidak berdesak-desakan dan fasilitas pendukung memadai,” imbuh Syahriyanto.
Widawati, pengunjung Thamrin City asal Jambi, membenarkan, berbelanja di pusat grosir ini lebih nyaman. Selain sejuk, juga tidak terlalu berdesakan seperti di Tanah Abang.
Tapi belakangan, Widawati agak berat bila harus sering-sering bepergian ke Jakarta untuk belanja. “Soalnya sekarang, harga tiket pesawat memang mahal sekali,” ujarnya.
Hanya kali ini, Widawati terpaksa terbang ke Jakarta karena ada keperluan. Jadi, sekalian belanja di Thamrin City. “Saya memang sudah sering belanja pakaian di tempat ini, jadi sekalian saya mampir saja. Ini buat dijual lagi,” kata dia.
Nah, sejak harga tiket pesawat mahal plus berlaku bagasi berbayar, Widawati pun memilih membeli via telepon kemudian mengirim barang pesanan lewat jasa ekspedisi jalur laut. “Memang agak lama, sih, bisa seminggu baru sampai. Tapi tidak apa, yang penting aman dan murah,” tambahnya.
Sampai sekarang, Widawati menuturkan, harga tiket pesawat rute Jambi–Jakarta dan sebaliknya belum normal. Harganya masih tinggi, bahkan mencapai Rp 1 juta kalau menumpang Lion Air.
Harga ini melesat jauh dari sebelumnya yang hanya di kisaran Rp 400.000 hingga Rp 600.000. “Kenaikannya sendiri bertahap,” ujar Widawati. Pada Januari, harga tiket pesawat Jambi–Jakarta naik ke posisi Rp 899.000. Lalu di Februari, naik lagi jadi Rp 1 juta.
Kendati sudah ada regulasi baru dari Kementerian Perhubungan (Kemhub) yang mengatur soal tarif pesawat, menurut Widawati, harga tiket masih belum turun. “Tetap di kisaran Rp 1 juta kok,” ucapnya.
Penurunan jumlah kunjungan ke Thamrin City sejalan dengan data STR Global. Perusahaan riset perhotelan global ini mencatat, tingkat okupansi hotel di Jakarta pada Februari 2019 lalu hanya sebesar 57,8%.
Tingkat hunian tersebut turun dibandingkan dengan periode sama di 2018 yang masih di level 59,2%. STR Global menduga, penurunan okupansi hotel di Jakarta akibat kenaikan harga tiket pesawat yang terjadi belakangan, yang menekan kunjungan turis domestik.
Nunung Rusmiati, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita), menuturkan, efek domino kenaikan harga tiket pesawat memang berdampak cukup luas. Selain ke agen travel, juga berefek ke bisnis ritel.
Pasalnya, kenaikan harga tiket pesawat juga mengurangi minat wisatawan lokal untuk berbelanja. Maklum, harga tiket pesawat yang mahal secara otomatis akan mengurangi anggaran belanja mereka. “Jadi, kalau dari sisi pariwisata, maka dampaknya memang ke semua lini,” ungkap Nunung.
Kementerian Pariwisata (Kempar) juga mengamini situasi tersebut. Data mereka menyebutkan, kenaikan harga tiket pesawat telah membuat kunjungan wisatawan dalam negeri selama periode Januari–Maret 2019 turun rata-rata 30% per bulan.
“Penurunan kunjungan wisatawan berkisar 20% sampai 40%. Tapi kalau mau dirata-ratakan, ya, sekitar 30% penurunannya,” kata Menteri Pariwisata Arief Yahya.
Thamrin City jadi salah satu “korban” dari harga tiket pesawat yang masih mahal.