Wake Up Call: Antisipasi Bila Window Dressing Terjadi Lagi

Senin, 21 November 2022 | 12:01 WIB
Wake Up Call: Antisipasi Bila Window Dressing Terjadi Lagi
[ILUSTRASI. ANALISIS - ANALISIS - Parto Kawito, pengamat pasar modal]
Parto Kawito | Direktur PT Infovesta Utama

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bulan Oktober baru saja kita lewati dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cukup volatil. Indeks saham mengalami penurunan selama dua minggu di awal Oktober, kemudian pulih di dua minggu terakhir Oktober, sehingga bisa menorehkan return 0,83% secara bulanan dan 7,86% bila dihitung sejak awal tahun.

Indeks LQ45 mengikuti IHSG, dengan pertumbuhan 0,26% secara bulanan dan 8,88% sejak awal tahun. Sejatinya kenaikan ini seiring membaiknya bursa regional, seperti Dow Jones yang naik 13,9% dan KOSPI yang naik 6,4% secara bulanan. London FTSE juga naik 2,9% dan NIKKEI naik 6,4% di periode yang sama. Walaupun ada juga beberapa bursa yang turun, seperti Shanghai Stock Exchange turun 4,3% dan Hang Seng turun 14,7% secara bulanan.

Kenaikan IHSG dan indeks regional memancarkan optimisme bahwa pasar sudah price-in dengan berita akan terjadinya resesi tahun depan. Apalagi menjelang akhir tahun secara historis biasanya terjadi fenomena window dressing, di mana pasar memberikan return positif, terutama di Desember. 

Baca Juga: Menakar Dampak Piala Dunia 2022 Terhadap Pasar Saham Indonesia

Di bulan Desember, selama 21 tahun terakhir, IHSG tidak pernah mengalami return minus satu kali pun. Namun akhir tahun masih sekitar dua bulan lagi. Apa yang seharunya investor lakukan di bulan November? Apakah menunggu hingga awal Desember atau ambil posisi sekarang? 

Untuk itu, penulis tergerak mengamati pergerakan return bulanan historis di bulan November dan Desember terhadap indeks LQ45 dan IDX30. Kedua indeks tersebut dipilih dengan alasan kepraktisan, karena ada reksadana indeks berdasar indeks LQ45 dan IDX30 yang tersedia bagi investor saat ini. 

Sedangkan IHSG praktis tidak bisa dibeli investor karena belum ada reksadana berbasis IHSG. Kalaupun mau ditiru sendiri oleh investor, hampir tidak memungkinkan mengingat banyaknya saham dan dana yang diperlukan. Diharapkan nantinya hasil dari kedua indeks, yaitu LQ45 dan IDX30, bisa dibandingkan untuk dipilih salah satu yang terbaik, jika ada.

Periode pengamatan mulai tahun 2012–2021. Alasan dimulai dari tahun 2012 mengingat usia IDX30 yang memang belum lahir sebelum tahun tersebut. Dengan keterbatasan data yang hanya 10 tahun, tentunya investor perlu menyadari keterbatasan kesahihan hasilnya. Hasil kompilasi return bulanan tanpa memasukkan dividen tersaji di tabel. 

Ternyata November hanya menghasilkan probabilitas return positif sekitar 50% saja, baik untuk LQ45 maupun IDX30. Return tertinggi di bulan November tercatat 11,71% (LQ45) dan 11,68% (IDX30). sedangkan return terendah -7,53% (LQ45) dan -8,22% (IDX30). 

Baca Juga: Masuk Indeks MSCI Terbaru, Simak Rekomendasi Saham GGRM, BUKA, BUMI, dan BIPI

Angka terendah bisa dijadikan patokan untuk menentukan titik pembelian bagi investor yang konservatif, karena mengisyaratkan penurunan sudah dalam, ditinjau dari sudut kinerja historis. Adapun angka rata-rata sebesar -0,45% untuk LQ45 dan -0,35% untuk IDX30 juga bisa untuk memberikan gambaran potensi return bila berinvestasi di bulan November, atau bisa juga menjadi perkiraan titik masuk apabila market sudah turun melebihi angka rata-rata historis tersebut.

Di Desember, sejauh ini kinerja LQ45 dan IDX30 masih baik, hanya pernah tercatat satu kali negatif, dialami IDX30 tahun lalu. Itupun “hanya” -0,04% sebulan. Reward maksimum di bulan terakhir terpantau 8,79% (LQ45) dan 9,30% (IDX30). Minimal return 0,05% (LQ45) dan -0,04% (IDX30). Rata-rata return 3,39% (LQ45) dan 3,32% (IDX30). 

Angka rata-rata ini dapat dijadikan salah satu patokan untuk mengelola potensi return yang diharapkan bila investor nekat berinvestasi jangka pendek. Katakanlah sebulan bisa dapat sekitar 3,3% ditambah 0,5% bila masuk di awal November, maka bila dijumlahkan secara sederhana, potensi return sekitar 4% selama dua bulan sudah lumayan. Dari data di tabel juga bisa disimpulkan secara historis kinerja di Desember pada indeks LQ45 lebih unggul dibanding IDX30 dilihat dari rata-rata return dan risikonya.

Investor seyogyanya melihat kinerja di bulan November yang negatif sebagai peluang untuk masuk, bila percaya bahwa di bulan Desember kemungkinan besar terjadi window dressing. Memang, mendasarkan pada data historis saja cukup rentan, karena sejarah belum tentu berulang.

Oleh sebab itu, investor perlu mengkombinasikan dengan mencermati dan menganalisa data makro regional dan makro Indonesia, serta berita yang sangat cepat berganti dari positif ke negatif, atau sebaliknya. Namun bila investor mempunyai privilege horizon investasi jangka panjang, maka risiko bisa dimitigasi dengan tenang dan berpikir lebih jernih.  

Baca Juga: Kurs Rupiah Tertekan, Mana Emiten LQ45 yang Tahan Banting?

Bagikan

Berita Terbaru

Menanti Tuah Window Dressing di Pekan Pendek, Cermati Saham-Saham Ritel Ini
| Selasa, 23 Desember 2025 | 11:58 WIB

Menanti Tuah Window Dressing di Pekan Pendek, Cermati Saham-Saham Ritel Ini

Saham ritel berpotensi bangkit di sisa 2025. Simak proyeksi pertumbuhan laba 2026 dan rekomendasi saham ACES, MIDI, hingga ERAA.

Niharika Yadav: Inflasi Medis Masih Jadi Tantangan ke Depan
| Selasa, 23 Desember 2025 | 11:40 WIB

Niharika Yadav: Inflasi Medis Masih Jadi Tantangan ke Depan

Penerapan sejumlah regulasi baru dan tingginya inflasi medis akan mempengaruhi bisnis asuransi jiwa di Indonesia di 2026

Laba Melonjak 51% tapi Saham DSNG Justru Tergelincir, Saatnya Masuk Atau Wait & See?
| Selasa, 23 Desember 2025 | 08:17 WIB

Laba Melonjak 51% tapi Saham DSNG Justru Tergelincir, Saatnya Masuk Atau Wait & See?

Prospek kinerja DSNG di 2026 dinilai solid berkat profil tanaman sawit muda dan permintaan CPO yang kuat.

OJK dan KSEI Meluncurkan Integrasi Sistem Perizinan Reksadana
| Selasa, 23 Desember 2025 | 08:15 WIB

OJK dan KSEI Meluncurkan Integrasi Sistem Perizinan Reksadana

Langkah ini  untuk menyederhanakan proses, meningkatkan kepastian layanan, dan memperkuat tata kelola pendaftaran produk investasi reksadana. 

Anak Usaha DOID Perpanjang Kontrak DOID di Tambang Blackwater, Nilainya Segini
| Selasa, 23 Desember 2025 | 08:11 WIB

Anak Usaha DOID Perpanjang Kontrak DOID di Tambang Blackwater, Nilainya Segini

Kontrak tersebut terkait tambang Blackwater. Perpanjangan kontrak yang diperoleh pada 21 Desember 2025 tersebut bernilai sekitar A$ 740 juta. 

Emiten Semen Bisa Pulih Secara Bertahap, Simak Rekomendasi Sahamnya
| Selasa, 23 Desember 2025 | 07:45 WIB

Emiten Semen Bisa Pulih Secara Bertahap, Simak Rekomendasi Sahamnya

Emiten sektor semen berpeluang memasuki fase pemulihan pada 2026 setelah melewati tahun yang menantang.

Tax Holiday Deras, Investasi IKN Terkuras
| Selasa, 23 Desember 2025 | 07:43 WIB

Tax Holiday Deras, Investasi IKN Terkuras

Tercatat 290 perusahaan memperoleh tax holiday, dengan 102 perusahaan telah beroperasi dan merealisasikan investasi sebesar Rp 480 triliun.

Produksi Nikel di 2026 Dibatasi, Saham NCKL, INCO, HRUM, hingga ANTM Makin Seksi
| Selasa, 23 Desember 2025 | 07:43 WIB

Produksi Nikel di 2026 Dibatasi, Saham NCKL, INCO, HRUM, hingga ANTM Makin Seksi

Kebijakan pemangkasan produksi nikel oleh Pemerintah RI diharapkan mendongkrak harga sehingga akan berefek positif ke emiten.

ASII Masih Melirik Peluang Bisnis di Sektor Kesehatan
| Selasa, 23 Desember 2025 | 07:42 WIB

ASII Masih Melirik Peluang Bisnis di Sektor Kesehatan

Hingga saat ini, total investasi Grup Astra di bidang jasa kesehatan telah mencapai sekitar Rp 8,6 triliun.

Likuiditas Melimpah, Riil Masih Lemah
| Selasa, 23 Desember 2025 | 07:39 WIB

Likuiditas Melimpah, Riil Masih Lemah

Kenaikan M2 lebih banyak ditopang oleh peningkatan uang kuasi, terutama simpanan berjangka dan tabungan di perbankan. ​

INDEKS BERITA

Terpopuler