Wake Up Call: Kejutan dari Pasar Saham Setelah Libur Panjang Lebaran

Selasa, 17 Mei 2022 | 10:36 WIB
Wake Up Call: Kejutan dari Pasar Saham Setelah Libur Panjang Lebaran
[ILUSTRASI. Hans Kwee, Dosen Magister Universitas Atmajaya dan Universitas Trisakti]
Reporter: Harian Kontan | Editor: Harris Hadinata

KONTAN.CO.ID - Pelaku pasar khawatir The Fed akan agresif menaikkan suku bunga. Sehabis libur Lebaran tepatnya 9 Mei 2022 IHSG mengalami tekanan yang cukup kuat. Sebagian investor yang baru pulang mudik mungkin terkejut karena IHSG turun 4,42% dan di tutup di level 6.909,75. Padahal sebelum libur Lebaran, IHSG masih di level 7.228,91. Dalam satu hari IHSG turun 319,16 poin dan dengan mudah meninggalkan angka psikologi 7.000.

Hal ini adalah salah satu risiko bagi pelaku pasar yang meninggalkan posisi open. Selama kita libur lebaran, pasar global tetap bertransaksi dan kemungkinan besar ada banyak peristiwa fundamental yang belum terdiskon. Bila berita itu positif, maka pasar akan naik signifikan. Demikian juga sebaliknya.

Ada beberapa peristiwa penting yang terjadi selama libur lebaran. Salah satunya adalah bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve (The Fed) menaikkan bunga acuan 50 basis poin pada Rabu (4/5). Kenaikan ini merupakan kenaikan terbesar dalam 22 tahun terakhir.

Menarik bahwa DJI sempat naik 932.27 poin atau 2,81% ketika The Fed mengumumkan kenaikan suku bunga. Pelaku pasar menyambut baik pernyataan Chairman Federal Reserve Jerome Powell yang mengesampingkan prospek kenaikan suku bunga 75 bps pada edisi kenaikan berikutnya. Sehari berselang, DJI berbalik melemah 1.063.09 atau 3,12% karena pelaku pasar khawatir The Fed akan mulai agresif menaikkan suku bunga.

Pada edisi Juni dan Juli 2022 diperkirakan The Fed akan menaikkan kembali suku bunga acuannya, sebesar 50 bsp. Kemudian ada potensi kenaikan satu sampai dua kali lagi sebesar 25 bps, di pertemuan September, November atau Desember 2022. Fed Fund Rate diperkirakan di angka 2,25% pada akhir tahun 2022.

Baca Juga: Anjloknya Harga Saham EMTK Diwarnai Aksi Jual yang Dilakukan Investor Kakap

Pelaku pasar tidak hanya khawatir kenaikan Fed Fund Rate tetapi juga normalisasi Neraca The Fed. Pelaku pasar memperkirakan The Fed akan agresif memotong neraca selama 16 bulan ke depan. The Fed diperkirakan akan memangkas total US$ 2,7 triliun dari neraca selama 2,5 tahun, lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Kenaikan suku bunga dan normalisasi neraca The Fed ini kemungkinan besar akan di ikuti negara-negara lain yang berdampak pada pengetatan likuiditas dan naiknya cost of fund perusahaan. Hasilnya, valuasi saham global tertekan turun.

Kebijakan the Fed ini tidak lepas dari upaya bank sentral mengendalikan inflasi yang terus naik beberapa tahun terakhir. Inflasi AS sempat rendah pada awal periode Pandemi Covid 19 di tahun 2020. Tetapi setelah berbagai stimulus fiskal dan moneter yang diluncurkan, maka inflasi terus naik dan diperkirakan mencapai puncaknya di Maret 2022 di level 8,5%. Inflasi April turun ke 8,3%, tetapi masih lebih tinggi dari ekspektasi pelaku pasar di level 8,1%.

Inflasi yang tinggi ini awalnya diperkirakan sementara karena terjadi akibat gangguan pasokan dan ketidakseimbangan demand dan supply. Permintaan yang kuat akibat bantuan tunai ditambah pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19, tak mampu dipenuhi oleh suplai karena produsen kesulitan bahan baku, mendapatkan tenaga kerja dan gangguan lainya akibat pandemi. Inflasi diperkirakan sementara tetapi akan berlangsung lama dan sulit ditekan ke target The Fed di level 2 %.

Inflasi tinggi ini tidak hanya terjadi di Amerika Serikat, tetapi di seluruh dunia. Inflasi yang tinggi menimbulkan kekhawatiran akan menggangu pemulihan ekonomi yang berjalan karena menekan konsumsi masyarakat.

Di sisi lain, obat untuk inflasi dengan menaikkan bunga lebih tinggi, bisa seburuk penyakit inflasi jika kenaikan bunga menghambat pertumbuhan dan bahkan menyebabkan resesi. Ekonomi global di ambang stagflasi di mana pertumbuhan ekonomi memasuki resesi diikuti inflasi yang tinggi.

Baca Juga: Laba Emiten LQ45 di Kuartal I 2022 Semakin Tebal

Risiko tidak hanya datang dari negara paman Sam, tetapi juga datang dari perang Rusia dan Ukraina yang tidak terlihat ujungnya. Direktur CIA Bill Burns mengatakan Putin yakin bisa menang perang di Ukraina. Di sisi lain AS dan negara NATO masih terus memberikan bantuan persenjataan ke Ukraina. Hal ini membuat potensi konflik berkepanjangan. Konsekuensinya, harga-harga komoditas yang terkait kedua negara akan tetap tinggi untuk waktu jangka panjang.

Minyak dan gas adalah dua komoditas yang paling panas selama perang kedua negara, selain gandum, jagung, minyak bunga matahari, aluminium, hingga paladium. Sanksi Eropa pada Rusia membawa kerusakan ekonomi bagi kedua negara yang akhirnya menurunkan pertumbuhan ekonomi kedua kawasan dan dunia. Perang berkepanjangan artinya tekanan inflasi dan gangguan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.

Risiko lain datang dari penguncian penuh yang dilakukan otoritas China untuk menghentikan penyebaran kasus Covid-19 alias zero Covid. Dampaknya adalah harga komoditas global mulai tertekan turun karena China sebagai ekonomi terbesar kedua dunia mengalami penurunan permintaan. Tetapi, hal ini berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi China dan negara-negara mitra dagang.

Perang Rusia Ukraina dan penguncian ketat di China telah mendorong IMF dan World Bank menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Kedua Lembaga juga memperingatkan potensi default utang beberapa negara berkembang. Selain itu ancaman stagflasi di Asia semakin nyata.

Dari penjelasan di atas sebenarnya hal-hal di atas bukan sebuah sejarah yang sudah kita lalui. Dampak kenaikan Fed Fund Rate dan normalisasi neraca The Fed diperkirakan masih akan mempengaruhi ekonomi global termasuk Indonesia dalam beberapa tahun ke depan.

Likuiditas global yang lebih ketat mendorong nilai tukar melemah dan suku bunga lebih tinggi. Belum akan berakhirnya perang Rusia Ukraina dan lock down ketat di China cenderung menekan pertumbuhan ekonomi global. Hal ini menekan potensi pertumbuhan pendapatan dan laba perusahaan. Turunya potensi pertumbuhan di tambah potensi naiknya discount rate membuat koreksi pasar saham saat ini cukup wajar. Belum lagi kebijakan investor global yang cenderung menjual aset di pasar berkembang dan ekuitas.

Ketika risiko meningkat, pasar cenderung membeli asset safe haven seperti dollar dan emas untuk mengamankan posisi. Pekan ini, ada potensi IHSG mengalami kenaikan setelah penurunan dalam, tetapi beberapa faktor di atas telah mendorong valuasi pasar saham turun, sehingga koreksi pasar saham mungkin akan lebih dalam dan lama.

Bagikan

Berita Terbaru

IHSG Anjlok Hingga Trading Halt, Biang Keroknya Persoalan di Dalam Negeri
| Selasa, 18 Maret 2025 | 19:57 WIB

IHSG Anjlok Hingga Trading Halt, Biang Keroknya Persoalan di Dalam Negeri

Pemerintah perlu memainkan peran untuk meredakan kekhawatiran investor dan memulihkan kepercayaan pasar.

Penundaan Pengangkatan CASN & CPNS Memunculkan Beban Pengangguran Semu Selama 9 Bulan
| Selasa, 18 Maret 2025 | 18:51 WIB

Penundaan Pengangkatan CASN & CPNS Memunculkan Beban Pengangguran Semu Selama 9 Bulan

Berdasarkan pemodelan metode Input-Output (IO), Celios memperkirakan total kerugian output ekonomi mencapai Rp 11,9 triliun.

Jadi Investor Smelter Alumina Bareng Glencore, Indika (INDY) Masuk ke IPO Nanshan
| Selasa, 18 Maret 2025 | 13:32 WIB

Jadi Investor Smelter Alumina Bareng Glencore, Indika (INDY) Masuk ke IPO Nanshan

Sejak awal berdiri, Nanshan Aluminium International Holdings Limited fokus memanfaatkan cadangan bauksit dan batubara Indonesia yang melimpah.

10 Top Laggards Saat IHSG Kena Trading Halt, Ada Saham Bank & Saham Prajogo Pangestu
| Selasa, 18 Maret 2025 | 12:59 WIB

10 Top Laggards Saat IHSG Kena Trading Halt, Ada Saham Bank & Saham Prajogo Pangestu

Setelah kena trading halt pukul 11.19 JATS pada Selasa (18/3), IHSG ditutup ambyar 6,12% ke 6.076,08 di akhir perdagangan sesi I.

IHSG Anjlok, OJK Siapkan Konferensi Pers Rabu 19 Maret Pukul 10.00 WIB
| Selasa, 18 Maret 2025 | 12:47 WIB

IHSG Anjlok, OJK Siapkan Konferensi Pers Rabu 19 Maret Pukul 10.00 WIB

Inarno Djajadi menyatakan sudah melaksanakan aksi penghentian perdagangan pada sesi I selama 30 menit karena penurunan IHSG lebih dari 5%

Ini Rincian Trading Halt yang Pernah Dilakukan BEI pada IHSG Saat Covid
| Selasa, 18 Maret 2025 | 12:16 WIB

Ini Rincian Trading Halt yang Pernah Dilakukan BEI pada IHSG Saat Covid

Trading halt ini dipicu oleh penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencapai 5%. IHSG anjlok 5,02% atau 325,03 poin ke level 6.146,91.

Harga Saham Terbang Duluan, Keluarga Fangiono Ternyata akan Jadi Pengendali ANJT
| Selasa, 18 Maret 2025 | 09:32 WIB

Harga Saham Terbang Duluan, Keluarga Fangiono Ternyata akan Jadi Pengendali ANJT

Setelah akuisisi rampung, PT Ciliandra Perkasa akan menggelar tender offer wajib saham PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT).

Indosat Gencar Manfaatkan Artificial Intelligence (AI), Begini Proyeksi Kinerjanya
| Selasa, 18 Maret 2025 | 08:30 WIB

Indosat Gencar Manfaatkan Artificial Intelligence (AI), Begini Proyeksi Kinerjanya

Persaingan harga layanan dapat mereda mulai semester II 2024 dan seterusnya setelah selesainya penggabungan EXCL dan FREN.

Indomobil Boyong Mobil Listrik Asal China
| Selasa, 18 Maret 2025 | 07:49 WIB

Indomobil Boyong Mobil Listrik Asal China

Salah satu merek yang disebut-sebut adalah Leapmotor, produsen kendaraan listrik asal China yang berbasis di Hangzhou, Zhejiang.

Penjualan BBM BP-AKR Terus Menanjak
| Selasa, 18 Maret 2025 | 07:44 WIB

Penjualan BBM BP-AKR Terus Menanjak

Manajemen BP-AKR juga telah melakukan berbagai kegiatan promosi yang turut berkontribusi terhadap peningkatan penjualan

INDEKS BERITA

Terpopuler