Berita Market

Wake Up Call: Menyongsong January Effect

Senin, 27 Desember 2021 | 08:30 WIB
Wake Up Call: Menyongsong January Effect

Reporter: Harian Kontan | Editor: Harris Hadinata

KONTAN.CO.ID - Menjelang tutup tahun 2021 ini, prospek Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih menyisakan tanda tanya besar. Apakah IHSG akan bisa melanjutkan tradisi 20 tahun terakhir, di mana indeks saham ditutup dengan kenaikan pada bulan Desember.

Maklum saja, pada saat tulisan ini dibuat, per tanggal 22 Desember 2021, IHSG malah tercatat turun tipis 0,07% bila dihitung sejak awal bulan. Ini jauh di bawah rata-rata return IHSG di bulan Desember selama periode 20 tahun terakhir, yaitu sebesar 4,40.

Pergerakan indeks LQ45 juga sama saja. Indeks 45 saham paling likuid di bursa saham ini mencatatkan pelemahan 0,43% sepanjang Desember berjalan. Realisasi tersebut tertinggal dari rata-rata kinerjanya, menguat 4,67% sepanjang Desember berjalan, dalam periode 20 tahun terakhir.

Dengan semakin dekatnya penutupan perdagangan saham tahun ini, harapan investor kini disandingkan ke January effect. Ini momen di mana saham-saham yang dijual di akhir tahun untuk memoles kinerja portofolio, kembali dikoleksi oleh para manajer investasi. Alhasil, saham-saham tersebut biasanya mengalami kenaikan harga.

Menilik data yang ada, return IHSG di bulan Januari selama 20 tahun terakhir rata-rata mencapai 1,27% secara bulanan. Sedangkan return indeks LQ45 mencapai 1,20% secara bulanan.

Untuk meraih keuntungan dari January effect, investor bisa mencermati saham-saham yang biasanya mengalami kenaikan harga di periode tersebut. Lantas, saham apakah yang harganya biasanya naik?

Penulis tergerak untuk mengamati return dari saham-saham konstituen indeks LQ45 selama bulan Januari. Saham LQ45 dipilih demi memperkecil risiko investasi di saat masih banyak terjadi ketidakpastian di pasar. Saham di indeks ini diasumsikan memiliki likuiditas tinggi dan berfundamental baik.

Periode pengamatan 10 tahun terakhir dimulai dari Januari 2012-Januari 2021. Karena isi portofolio indeks LQ45 bisa berbeda-beda saat rebalancing yang dilakukan setiap bulan Februari dan Agustus, maka bisa saja suatu saham terdepak di periode berikutnya. Atau sebaliknya ada beberapa saham baru yang masuk menggantikan beberapa saham lama.

Akibatnya terkumpul cukup banyak nama saham yang tidak setiap tahun menjadi penghuni indeks LQ45. Namun tetap saja, ada beberapa saham lain yang selalu hadir di indeks LQ45.

Penulis hanya mengambil data saham-saham yang selalu menghuni indeks LQ45 selama 10 tahun secara konsisten. Kemudian dihitung juga probabilitas return positif dari 10 tahun pengamatan. Hasilnya terlihat di tabel yang disajikan.

Kode

Average Monthly Return

Probabilitas Naik

ADRO

0,12%

60%

ASII

0,52%

60%

BBCA

1,75%

60%

BBRI

3,80%

90%

BMRI

2,71%

70%

ICBP

2,26%

60%

INCO

3,91%

50%

INDF

3,78%

80%

JSMR

1,07%

60%

KLBF

0,87%

60%

PGAS

2,32%

60%

PTBA

0,50%

40%

UNVR

3,24%

60%

IHSG

1,31%

 

LQ45

1,29%

 

Dari grafik lebih jelas terlihat saham BBRI dan INDF memiliki probabilitas naik yang sangat tinggi, dengan return masing-masing 3.,0% dan 3,78% secara bulanan. Disusul BMRI dengan probabilitas 70% naik, namun returnnya sedikit moderat 2,71% secara bulanan.

Bila diasumsikan portofolio hanya tiga saham dengan probabilitas naik tertinggi yang dipilih dengan bobot yang sama, maka weighted average return mencapai 3,43%, jauh melampaui return IHSG atau LQ45.

Bila investor menginginkan diversifikasi portofolio, saran penulis, pilihlah saham dengan probabilitas kenaikan harga 60% atau lebih, dengan rata-rata return lebih tinggi dari IHSG atau LQ45. Dengan kriteria ini ada tambahan saham UNVR, PGAS, ICBP dan BBCA.

Bila dibentuk portofolio terdiri dari tiga saham dengan probabilitas tertinggi ditambah empat saham terakhir dengan bobot sama, maka rata-rata return portofolio adalah 2,99%.

Perhatikan industri dari saham-saham tersebut sebagian di perbankan, yang sifatnya sensitif terhadap perubahan suku bunga. Sebagian lagi barang konsumer primer yang relatif tidak terlalu sensitif terhadap perubahan suku bunga. Jadi korelasinya secara intuitif mestinya agak kecil, dan ini baik buat pembentukan portofolio.

Bagaimana bila January effect tidak datang tahun depan? Mengingat saham-saham yang muncul rata-rata berfundamental baik, maka ada baiknya investor menahan (hold) sambil tetap memantau perkembangan Covid-19, makro-ekonomi serta fundamental emiten.

Perlu disadari bahwa pantauan ini berdasar data historis yang belum tentu berulang. Sehingga investor wajib mengerjakan pekerjaan rumah dengan menganalisa prospek kinerja, valuasi dan likuiditas, serta disesuaikan dengan tujuan dan profil risiko Anda.

Terbaru