ADRO Rela Lepas Tulang Punggung, Agar Bisnis Hijau Raih Untung
KONTAN.CO.ID - Pekan lalu, pencatatan saham perdana atau initial public offering (IPO) PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) menarik perhatian pasar. Bagaimana tidak, IPO bisnis batubara termal milik taipan Garibaldi "Boy" Thohir ini menarik dana segar sampai Rp 4,3 triliun dari pasar saham.
Bisnis batubara yang dilepas atau di spin off oleh PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (dulu bernama PT Adaro Energy Indonesia Tbk) atauADRO ini menggambarkan kalau energi fosil masih menggiurkan bagi pasar saham.
Listing dengan harga Rp 5.550 pada 5 Desember 2024 itu, harga saham AADI sempat melesat ke Rp 11.375 per saham pada perdagangan intrahari 10 Desember. Pada penutupan Kamis (12/12) sahamnya ditutup di Rp 9.200 dengan kapitalisasi pasar Rp 71,64 triliun.
Bersamaan dengan spin off dan IPO itu, ADRO pun bertransformasi. November lalu, perusahaan berganti nama menjadi PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. Penyematan kata tri (tiga) dimaksudkan untuk memasukkan unsur alam, yaitu; tanah, air, dan udara.
Dengan perubahan nama itu, perusahaan memperkenalkan identitas baru sebagai induk yang lebih fokus pada bisnis hijau dan pengembangan proyek ramah lingkungan.
Perusahaan memang ingin memisahkan pilar bisnis pertambangan batubara termal dan bisnis pendukungnya dengan pilar bisnis minerals dan green lewat IPO tersebut.
Nah, pemisahan bisnis dengan AADI ini dipandang efektif memaksimalkan kinerja masing-masing pilar bisnis, karena memungkinkan setiap perusahaan fokus pengembangan keunggulan inti masing-masing.
"Langkah ini akan membantu bisnis hijau perseroan untuk mendapatkan akses terhadap sumber pembiayaan yang lebih banyak, biaya pendanaan yang lebih kompetitif, memberikan akses yang lebih baik pada proyek-proyek ramah lingkungan dengan partner bisnis potensial peringkat atas, serta memberikan opsi investasi yang lebih banyak pada investor publik untuk berinvestasi sesuai dengan minat dan pandangannya," tulis Alamtri dalam prospektus IPO AADI.
Beberapa tahun belakangan, lembaga keuangan dunia membatasi pembiayaan ke bisnis batubara karena sumbangannya terhadap gas rumah kaca. International Energy Agency (IEA) menyebut, batubara menyumbang sekitar 70% peningkatan emisi global dari pembakaran energi pada tahun 2023 (atau sekitar 270 juta ton).
Sejatinya, Alamtri tak melepas bisnis batubara sama sekali. Lewat pilar minerals pada PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR), perusahaan masih menjalankan bisnis pertambangan batubara metalurgi.
Batubara metalurgi merupakan bahan baku penting dalam produksi baja. Produk batubara metalurgi ADMR ini memiliki merek dagang "Enviromet", yang diklaim memiliki kandungan abu dan fosfor yang rendah, sehingga mengurangi emisi dari proses produksi baja.
Batubara ini juga disebut memiliki kandungan vitrinit yang tinggi sehingga menjadikannya sebagai campuran yang baik untuk batubara metalurgi lainnya dalam pembuatan kokas.
ADMR memiliki lima area konsesi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang berlokasi di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Lewat anak usahanya, PT Kalimantan Aluminium Industry (KAI), emiten ini juga mengembangkan smelter aluminium yang dibangun di Kalimantan Utara dengan kapasitas produksi aluminium sampai 1,5 juta ton secara bertahap. Bisnis ini diharapkan menjadi bagian penting dari inisiatif hilirisasi.
Energi terbarukan
Sedangkan pilar green dibentuk untuk membangun Grup Adaro yang lebih besar dan lebih hijau, dengan menangkap peluang ekonomi hijau lewat PT Adaro Clean Energy dan PT Adaro Power.
Head of Corporate Communication Division Alamtri Febriati Nadira bilang, melalui pilar green, Alamtri berperan aktif dalam proyek energi terbarukan dan aktif dalam tender pembangkit listrik terbarukan.
Beberapa proyeknya antara lain, proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sistem rooftop atau atap dengan kapasitas 130 kWp di Kelanis, Kalimantan Tengah. Ini untuk melayani listrik di area tambang Adaro Andalan Indonesia.
Usai membangun PLTS atap 130 kWp, perusahaan menambahkan 468 kWp PLTS dengan sistem terapung (floating) menjadi 598 KWp. Solar photovoltaic di Terminal Khusus Batu Bara Kelanis tersebut berhasil memproduksi listrik 793,67 MWh pada tahun 2023.
Solar panel itu mengurangi konsumsi diesel PT Adaro Indonesia sebesar 200.000 liter per tahun atau sekitar US$ 130.000 per tahun, selain itu mengurangi emisi karbon 500 ton per tahun. "Proyek ini adalah proyek awal, yang akan terus dikembangkan dengan menambah kapasitas solar PV agar dapat menambah pasokan energi terbarukan untuk kegiatan operasional Adaro Indonesia," kata Nadira.
Ada juga proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Mentarang Induk berkapasitas 1.375 MW. Pembangkit ini rencananya beroperasi tahun 2030 dan menyediakan energi hijau untuk kawasan industri hijau di Kalimantan Utara.
Lalu, PT Adaro Clean Energy Indonesia teken nota kesepahaman solar PV dan sistem penyimpanan energi baterai (SPEB) dengan beberapa pabrikan manufaktur PV dan baterai atau original equipment manufacturer (OEM).
Nadira bilang, tantangan mengembangkan bisnis hijau antara lain, bisnis ini perlu waktu dan proses yang tidak sebentar serta investasi yang tinggi. Ambil contoh, PLTA Mentarang diperkirakan investasi US$ 2,6 miliar atau Rp 40 triliun.
Kebutuhan untuk anggaran belanja atau capital expenditure (capex) antara lain dipenuhi secara internal, dan Adaro tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan pinjaman.
Rekomendasi saham
Setelah spin off AADI, kinerja keuangan Alamtri bakal terlihat kurusan. Berdasarkan prospektus, AADI mencatat pendapatan usaha Rp 2,65 triliun. Ini 89% dari total pendapatan ADRO yang sebesar Rp 2,97 triliun di periode yang sama.
Setelah ini, pendapatan Alamtri akan bergantung pada Adaro Minerals (ADMR) dan perusahaan jasa tambang PT Saptaindra Sejati (SIS). Volume produksi ADMR selama sembilan bulan tahun 2024 mencapai 4,83 juta ton dengan penjualan mencapai 3,79 juta ton. Masing-masing naik 21% dan 26% dari periode September 2023.
EBITDA operasional ADMR sebesar US$ 439,6 juta, lebih tinggi 23% secara year on year, terutama karena kenaikan volume penjualan. Sedangkan laba inti sebesar US$ 338,9 juta setara dengan kenaikan 31% dari September 2023.
Meski begitu, analis melihat, saham anak usaha dari Grup Adaro masih menarik. Simak rekomendasi saham dari para analis untuk ADRO, ADMR, dan AADI berikut ini.
Setelah melepas AADI, ADRO akan bertransisi ke bisnis hijau, lebih fokus pada model bisnis berkelanjutan. Analis Sucor Sekuritas Andreas Yordan Tarigan, dalam risetnya, memiliki tiga alasan untuk tetap menyukai saham ADRO.
Pertama, ADRO tetap memiliki neraca keuangan yang besar dan bisa mengambil strategi bisnis dengan leluasa. Kedua, ada peluang bagi perusahaan untuk menggandakan pendapatan dalam jangka menengah lewat investasi hijau.
Lalu ketiga, peluang peningkatan struktur modal bisa membuka kesempatan peningkatan valuasi. ADRO tercatat memiliki posisi net cash US$ 2 miliar dan ekuitas US$ 5,5 miliar.
Dengan pipeline kapasitas energi terbarukan 1,7 gigawatt, (1,3 GW dari hydropower dan 0,4 GW dari panel surya), Alamtri ada di posisi strategis untuk menjadi penyedia EBT terbesar di Indonesia. Bisnis PLTA yang sahamnya dimiliki Alamtri 50% itu terlihat sangat menguntungkan, dengan return of equity (ROE) 31%.
Sementara itu, lewat PLTS, Alamtri berencana ekspor listrik ke Singapura dengan potensi rate 0,25/kWh. Dalam hitungan besar Andreas, net present value (NPV) atau proyeksi dengan nilai saat ini, mencapai US$ 4,2 miliar, yang mencerminkan 3,7 kali EV/EBITDA. Dengan begitu, investasi energi terbarukan bisa menyumbang 56% kenaikan valuasi Alamtri.
Bisnis ADMR sebagai anak usaha ADRO diperkirakan mencapai penjualan batubara 10 juta ton di tahun 2028 dengan CAGR atau rata-rata pertumbuhan 14% per tahun dalam lima tahun ke depan. Lebih jauh lagi, ADMR memulai produksi aluminium tahun 2026 dengan kapasitas fase awal 500.000 ton. Dia memperkirakan, pendapatan ADMR akan tumbuh 15% rata-rata per tahun.
Tak ketinggalan, bisnis jasa pertambangan Alamtri, yaitu SIS juga memiliki keleluasaan ekspansi dari neraca keuangannya yang kuat. Kapasitas overburden removal 200 juta bcm dan transportasi batubara 70 juta ton, menghasilkan EBITDA US$ 150 juta.
Dengan potensi bisnis Alamtri ini, Andreas mempertahankan rekomendasi beli ADRO dengan target harga Rp 4.500. Pada Kamis (12/12), harga ADRO di Rp 2.530 per saham.
Analis Farras Farhan dari Samuel Sekuritas bilang, spin off AADI memberi ADRO akses lebih baik ke pembiayaan hijau dengan suku bunga yang menguntungkan, di bawah 9%. Ini bisa menjadi sumber pendanaan baru. Aset hijau akan menjadi katalisator masa depan untuk pemeringkatan ulang ADRO.
Seiring dimulainya bisnis ADRO di jalur hijau, diperlukan valuasi ulang, terutama jika dibandingkan dengan perusahaan lain di sektor barunya ini. Dibandingkan perusahaan lain dengan bisnis pertambangan dan energi terbarukan, valuasi ADRO jadi menarik karena masih lebih murah 33,8%.
Meski begitu, proyek hijau yang signifikan masih harus menunggu sebelum dimonetisasi melalui Adaro Green dan ADMR. Neraca yang solid dari ADMR dan SIS di tahun 2025 menjadi alasan Farras mempertahankan rekomendasi beli saham ADRO, tetapi dengan target lebih rendah yaitu 3.400 dari sebelumnya Rp 4.200 per saham.
Kinerja kuartal III-2024 ADMR dibandingkan kuartal sebelumnya (QoQ) memang alami penurunan. Volume penjualan Juli-September 1,2 juta ton, turun 22% QoQ, meski secara total Januari-September penjualan 3,8 juta ton masih naik 26% dibanding periode yang sama tahun 2023. Penurunan disebabkan oleh rendahnya permukaan air sungai, sehingga memperlambat pengiriman.
Analis BNI Sekuritas Aurelia Barus menilai, penurunan di kuartal III tetap sesuai estimasi dan konsensus. Dia berekspektasi, musim hujan di akhir tahun akan mendorong permukaan air sungai lebih baik dan meningkatkan pengiriman.
Hitungan dia, sebanyak 1,4 juta ton batubara bisa terkirim di kuartal IV ini, sehingga bisa mencapai target volume penjualan 5,2 juta di akhir 2024.
Perbaikan harga batubara yang disebabkan faktor musiman akan menjadi katalis jangka pendek saham ADMR. Sedangkan katalis jangka panjang berasal dari penguatan prospek harga aluminium yang berhadapan dengan masalah defisit pasokan.
Dalam risetnya, Aurelia mempertahankan outlook positif untuk ADMR dengan target harga lebih rendah di Rp 2.550. Harga ADMR pada Kamis (12/12) ditutup di Rp 1.270 per saham.
Analis Yoga Ahmad Gifari dari Sucor Sekuritas melihat, ada beberapa alasan menyukai saham ini. AADI menggambarkan investasi top-tier perusahaan batubara. Perusahaan ini memiliki 917 juta ton cadangan batubara dan lebih dari 4,1 miliar ton sumber daya.
Cadangan ini cukup untuk produksi berkelanjutan selama 80 tahun ke depan. Kas sebesar US$ 1 miliar memungkinkan perusahaan dengan leluasa ekspansi secara organik maupun anorganik.
Bisnis batubara juga bisa turut diuntungkan dari tensi geopolitik global. Seperti pada booming 2021-2022, harga saham ADRO waktu itu naik hampir tiga kali lipat. Kinerja keuangan dan harga saham AADI juga berpotensi menguat dengan fundamental yang kuat dan potensi kenaikan permintaan akan energi andal (reliable energy).
Diversifikasi aset tambang seperti kepemilikan 84% di PLTU berkapasitas 1.060 MW yang akan beroperasi pada 2026 dan tambang batubara kokas di Kestrel dengan kepemilikan 43% akan mendorong pendapatan AADI. Proyeksi Yoga, dengan produksi yang stabil pendapatan konsolidasi AADI bisa mencapai US$ 888 juta di tahun 2025.
Dia juga melihat potensi saham AADI masuk ke indeks internasional MSCI dengan arah target kinerjanya. Yoga menghitung, harga wajar AADI di kisaran Rp 14.600 per saham, mencerminkan 8,3x price/earning dan 6,2x EV/EBITDA.
Namun, dengan skenario kenaikan harga batubara di tengah konflik geopolitik dan potensi masuk ke dalam MSCI, target harganya bisa terbang sampai Rp 30.100 per saham.
Harga AADI pada Kamis (12/12) ada di level Rp 9.200 per saham.