KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hanya dalam waktu empat tahun, PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) dengan cepat membangun dan mengembangkan bisnis di sektor perberasan. Namun, dengan cepat pula lini bisnis beras milik Tiga Pilar harus berakhir.
Kesuksesan Tiga Pilar di bisnis beras mulai memudar sejak anak usahanya tersangkut kasus hukum pada pertengahan 2017 lalu. Alih-alih membaik, lini bisnis beras Tiga Pilar malah berujung pailit.
Senin (6/5) pekan lalu, Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang menyatakan empat anak usaha Tiga Pilar dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya.
Keempat anak Tiga Pilar tersebut adalah PT Dunia Pangan yang menjadi holding divisi beras, PT Jatisari Srirejeki, PT Indo Beras Unggul, dan PT Sukses Abadi Karya Inti.
Putusan ini tentu merupakan antiklimaks dari perjalanan Tiga Pilar di bisnis beras. Padahal, Tiga Pilar sebelumnya tercatat sebagai produsen beras terbesar dan termodern di Indonesia.
Tiga Pilar, yang semula bergerak di sektor makanan, mulai masuk ke bisnis beras pada 2010 dengan mengakuisisi Dunia Pangan (DP) yang bergerak di bisnis perdagangan beras.
Di akhir tahun itu pula, Tiga Pilar mengakuisisi Jatisari Srirejeki. Terletak di Cikampek, Jawa Barat, Jatisari merupakan perusahaan penggilingan beras modern pertama di Indonesia.
Sejak saat itu, ekspansi Tiga Pilar di bisnis beras terus berlanjut dengan pesat. Hampir tiap tahun Tiga Pilar terus mengepakkan sayap di bisnis beras.
Di 2011, berbekal dana hasil penawaran umum terbatas (PUT) III, Tiga Pilar mengakuisisi pabrik penggilingan padi milik PT Alam Makmur Sembada di Cikarang, Jawa Barat.
Pabrik milik Alam Makmur yang di kemudian hari dimiliki Indo Beras Unggul itu mempunyai kapasitas produksi sebesar 500 ton gabah kering per hari. Pabrik tersebut juga memiliki gudang penyimpanan berkapasitas 20.000 ton.
Selain pabrik, Tiga Pilar juga mengakuisisi beberapa merek beras premium dari Alam Makmur seperti Ayam Jago, Istana Bangkok, Vitarice, dan Nona Holland.
Di 2012, Tiga Pilar mengakuisisi PT Sukses Abadi Karya Inti (SAKTI) senilai Rp 22,5 miliar. Tahun itu pula, Tiga Pilar menambah silo untuk penyimpanan beras di pabrik Jatisari dan Indo Beras masing-masing sebanyak 12 silo.
Kapasitas penyimpanan setiap silo sebanyak 2.000 ton. Alhasil, melalui Dunia Pangan, Tiga Pilar memiliki kapasitas penyimpanan beras sebanyak 92.000 ton.
Dua tahun kemudian, Tiga Pilar meresmikan pabrik beras milik Sukses Abadi di Sragen, Jawa Tengah, dengan kapasitas produksi 240.000 ton per tahun. Ini merupakan pabrik beras pertama yang dibangun oleh Tiga Pilar.
Pada tahun itu pula, Tiga Pilar melalui Dunia Pangan mendirikan PT Tani Unggul Usaha (TUU) dan PT Swasembada Tani Selebes.
Pembukaan pabrik beras milik Sukses Abadi menjadi penanda dimulai proses produksi beras terbesar dan modern di Indonesia. Sukses Abadi membutuhkan pasokan bahan baku sekitar 450.000 ton gabah kering panen (GKP) atau setara dengan hasil panen sawah seluas 40.000 hektare yang dipanen dua kali setahun.
Beroperasinya pabrik beras Sukses Abadi membuat kapasitas produksi Dunia Pangan naik dua kali lipat menjadi 480.000 ton. Dengan kapasitas produksi sebesar itu, Tiga Pilar tercatat sebagai produsen beras terbesar dan modern di Indonesia.
Tiga Pilar menggunakan modal bisnis paddy to rice, yaitu mengonversi padi basah yang dibeli dari para petani lalu mengeringkan dan mengolahnya dengan mesin modern menjadi beras.
Model bisnis ini membedakan Tiga Pilar dengan kompetitor lain yang kebanyakan merupakan rice milling tradisional kecil dan tersebar di banyak tempat.
Lewat anak-anak usahanya, Tiga Pilar memproduksi dan memasarkan produk beras baik di pasar modern maupun di pasar tradisional dengan menggunakan berbagai merek.
Dua merek dagang produk beras yang populer adalah Ayam Jago dan Maknyuss. Selain memasarkan beras kemasan bermerek, Tiga Pilar juga menjual beras curah bermerek, memproduksi beras untuk hotel, restoran, dan katering, serta memproduksi private label untuk beberapa swalayan seperti Indomaret, Lion Superindo, dan Lotte.
Meski terbilang baru, kontribusi divisi beras dalam waktu singkat telah menyalip divisi makanan yang menjadi bisnis awal Tiga Pilar. Per akhir 2016, pendapatan bisnis beras sebesar Rp 4,1 triliun. Jumlah tersebut menyumbang lebih dari 60% terhadap total pendapatan Tiga Pilar.
Terjerat masalah
Sayang, kisah indah bisnis beras Tiga Pilar harus berakhir pasca kasus hukum menimpa Indo Beras Unggul. Kasus tersebut bermula dari penggerebekan gudang Indo Beras Unggul yang berlokasi di Kedungwaringin, Bekasi, Jawa Barat, oleh Tim Satuan Tugas (Satgas) Pangan pada 27 Juli 2017.
Satgas Pangan menyegel gudang yang berisi 1.161 ton beras yang dituding sebagai beras oplosan antara beras premium dengan beras subsidi.
Kasus tersebut berlanjut ke jalur hukum. Tak lagi mengenakan tuduhan mengoplos beras, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menuding Indo Beras Unggul melakukan kecurangan dalam karena memproduksi dan memperdagangkan beras merek Maknyuss dan Ayam Jago dengan mutu yang tidak sesuai dengan kualitas label.
Bukan cuma Indo Beras Unggul, kasus tersebut juga menyeret anak usaha Dunia Pangan lainnya, yakni Jatisari.
Pada akhir Januari 2018, Pengadilan Negeri Bekasi menjatuhkan vonis bersalah kepada Direktur Utama Indo Beras Unggul Trisnawan W.
Pada awal Februari 2018, giliran Pengadilan Negeri Karawang menjatuhkan vonis bersalah kepada Direktur Utama Jatisari Sri Rejeki Marsono.
Kasus hukum yang menjerat dua perusahaannya memaksa Tiga Pilar menghentikan bisnis beras. Per 1 Desember 2017, Tiga Pilar menghentikan kegiatan operasional tiga anak usahanya di lini bisnis beras, yakni Indo Beras Unggul, Jatisari, dan Sukses Abadi.
Manajemen Tiga Pilar saat itu mengatakan, penghentian sebagian besar kegiatan operasional bisnis beras lantaran secara perhitungan, usaha beras sudah tidak feasible.
Pasca menghentikan operasional bisnis beras, Tiga Pilar memutus hubungan kerja karyawan di tiga perusahaan tersebut. Per Februari 2018, dari 400 orang total karyawan di Indo Beras, sebanyak 300 karyawan telah dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sementara 100 orang lainnya pada saat itu masih dalam proses PHK.
Di Jatisari, Tiga Pilar memutus hubungan kerja 250 orang sementara 50 orang sisanya masih dalam proses PHK. Sementara di Sukses Abadi, sebanyak 700 orang menyelesaikan kontrak kerja dan tidak diperpanjang kembali kontraknya, 50 orang terkena PHK, 150 orang dirumahkan, sementara 100 karyawan lain tetap bekerja.
Selain menghentikan kegiatan operasional, Tiga Pilar juga memutuskan untuk menjual bisnis berasnya. Manajemen Tiga Pilar saat itu mengklaim, divestasi bisnis beras akan berdampak positif.
Selain sudah tidak memberikan pendapatan, penjualan bisnis beras akan menurunkan utang Tiga Pilar sebanyak Rp 1,2 triliun. Uang hasil penjualan juga akan digunakan untuk membayar obligasi sekitar Rp 1 triliun.
Kasus hukum yang membelit bisnis beras dan keputusan Tiga Pilar untuk menghentikan lini bisnis beras pada akhir tahun lalu berdampak negatif terhadap kinerja Tiga Pilar.
Pada 2017 lalu, kinerja Tiga Pilar turun drastis. Pendapatan Tiga Pilar turun 24,8% menjadi Rp 4,29 triliun. Tiga Pilar juga menderita rugi bersih sebesar Rp 551,9 miliar.
Pada 5 Juli 2018, Tiga Pilar gagal membayar bunga atas obligasi TPS Food I/2013 senilai Rp 30,75 miliar dan fee ijarah atas Sukuk Ijarah TPS Food I/2013 senilai Rp 15,37 miliar.
Lalu, pada 19 Juli 2018, Tiga Pilar kembali gagal membayar fee ijarah atas Sukuk Ijarah TPS Food II/2016 senilai Rp 63,3 miliar.
Setelah itu, sederet persoalan di tubuh Tiga Pilar dan entitas anak menyeruak, mulai dari polemik internal hingga kisruh tata kelola perusahaan.
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang digelar pada 27 Juli 2018 bahkan sempat ricuh. Setelah diwarnai aksi walkout oleh Direktur Utama Tiga Pilar Joko Mogoginta dan direksi lainnya, RUPS berakhir dengan keputusan penghentian seluruh direksi.
Tagihan Rp 46,25 juta
Di tengah kisruh di tubuh Tiga Pilar, muncul permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang dilayangkan oleh PT Hardo Soloplast.
Pada 25 Juli 2018, Hardo Soloplast mengajukan gugatan PKPU terhadap Sukses Abadi atas tagihan senilai Rp 46,25 juta. Namun, baik Dunia Pangan, Jatisari, maupun Indo Beras Unggul turut jadi tergugat lantaran ketiganya memberikan jaminan alias corporate guarantee.
Permohonan PKPU itu diajukan ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang dengan nomor pendaftaran 15/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Niaga Smg.
Pada 9 Agustus 2018, Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang mengabulkan permohonan PKPU yang diajukan oleh Hardo Soloplast. Dengan demikian, Dunia Pangan dan ketiga anak usahanya resmi berstatus PKPU.
Hardo Soloplast adalah produsen karung plastik yang selama ini menjadi pemasok Sukses Abadi. Yang menarik, pemegang saham sekaligus Direktur Hardo Soloplast Harry Tjahjono adalah mantan pemilik dan direktur Sukses Abadi.
Harry juga tercatat sebagai pemegang saham sekaligus Direktur PT Jaya Mas sebelum diakuisisi oleh PT Jom Prawarsa, perusahaan milik mantan Direktur Utama Tiga Pilar Joko Mogoginta.
Pada 2017, Tiga Pilar yang saat itu masih dipimpin oleh Joko Mogoginta, berencana mengakuisisi Jaya Mas. Rencana akuisisi inilah yang menjadi salah satu penyebab konflik di internal Tiga Pilar yang berujung pada pergantian manajemen.
Sayang, perseteruan itu belum benar-benar berakhir. Manajemen baru hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang digelar pada 28 Oktober 2018 hingga saat ini belum bisa mengambil alih pengelolaan Dunia Pangan dan anak usahanya.
Direktur Utama Tiga Pilar Hengky Koestanto mengatakan, sejak November 2018 lalu, manajemen baru Tiga Pilar telah meminta agar manajemen Dunia Pangan dan ketiga anak usahanya menggelar RUPSLB untuk pergantian manajemen.
Desember 2018 lalu, Tiga Pilar juga telah mengajukan permohonan penetapan RUPSLB pada Pengadilan Negeri Sragen dan Pengadilan Negeri Karanganyar.
Namun, manajemen Dunia Pangan dan ketiga anak usahanya tidak menggubris permintaan tersebut.
Sebagai induk usaha, Tiga Pilar memang tidak bisa begitu saja merombak jajaran direksi tanpa mengadakan RUPSLB. Sementara, yang berhak menggelar RUPSLB adalah jajaran direksi.
Maklum, di Dunia Pangan, Tiga Pilar hanya menguasai kepemilikan saham sebesar 70%. Sementara 30% sisanya dikuasai oleh Joko Mogoginta baik secara langsung maupun melalui PT Golden Partnership Capital (lihat infografik).
Meski belum mengendalikan Dunia Pangan dan entitas anaknya, Tiga Pilar berinisiatif menyusun proposal perdamaian untuk PKPU Dunia Pangan. Sebab, pada saat bersamaan, Tiga Pilar dan entitas anak lainnya juga tengah menghadapi PKPU.
Hengky mengatakan, Tiga Pilar bersama Deloitte menyusun proposal perdamaian secara holistik untuk seluruh entitas anak yang terlibat PKPU.
Bukan tanpa alasan manajemen Tiga Pilar menyusun proposal perdamaian untuk seluruh entitas anak yang menghadapi PKPU. Sebab, masing-masing entitas anak saling terkait.
Dana hasil penerbitan obligasi dan sukuk ijarah yang dirilis Tiga Pilar, misalnya, mengalir ke Dunia Pangan dan anak usahanya. Obligasi dan sukuk ijarah itu juga dijamin menggunakan aset Jatisari dan Sukses Abadi.
Pada Februari lalu, manajemen Tiga Pilar sebetulnya telah mengadakan pembicaraan dengan manajemen Dunia Pangan dalam rangka pengelolaan PKPU. Pada 22 Maret lalu, direksi Dunia Pangan, Sukses Abadi, Indo Beras Unggul, dan Jatisari Sri Rejeki juga telah meneken perjanjian yang berisi kesepakatan untuk menyerahkan urusan rencana perdamaian dalam PKPU kepada Tiga Pilar dan Deloitte sebagai penasihat keuangan.
Perjanjian tersebut juga diteken oleh pemegang saham Dunia Pangan, yakni Tiga Pilar, Joko Mogoginta, dan Golden Partnersip.
Namun, surat perjanjian asli yang telah ditandatangani tersebut tidak pernah dikirim kembali oleh direksi Dunia Pangan ke Tiga Pilar. Karena itu, Tiga Pilar secara de facto belum ikut terlibat dalam PKPU Dunia Pangan.
Usulan restrukturisasi
Sepanjang proses PKPU yang beberapa kali mengalami perpanjangan, Dunia Pangan memang sama sekali tidak melibatkan entitas induknya. Dunia Pangan tetap menggunakan proposal perdamaian sendiri dan tidak melibatkan entitas induknya.
Berawal dari tagihan senilai Rp 46,25 juta, tagihan kreditur ke Dunia Pangan dan entitas anaknya membengkak berkali-kali lipat dalam proses PKPU. Berdasarkan valiasi PKPU, total utang Dunia Pangan dan ketiga anak usahanya mencapai Rp 3,83 triliun.
Suwandi, Pengurus PKPU Dunia Pangan, mengatakan, total utang tersebut terdiri dari utang separatis (dengan jaminan) sebesar Rp 1,27 triliun dan utang konkuren sebesar Rp 2,55 triliun (lihat tabel).
Utang Dunia Pangan dan Entitas Anak (dalam Rp juta) |
|||||
---|---|---|---|---|---|
Entitas | Utang Separatis | Utang Konkuren | Utang Preferen | Total | |
Afiliasi | Non Afiliasi | ||||
Dunia Pangan | 1.275.000 | 1.903.650 | 2.113 | - | - |
Jatisari Srirejeki | - | 195,248 | 5,232 | - | 200.481 |
Indo Beras Unggul | - | 156,266 | 52,932 | - | 209.197 |
Sukses Abadi Karya Inti | - | 200,218 | 57,223 | 834.906 | 258.276 |
Total | 1.275.000 | 2.455.382 | 117.501 | 834.906 | 3.848.718 |
Jika memperhitungkan bunga, tagihan kreditur separatis mencapai Rp 1,4 triliun. Tagihan tersebut berasal dari tiga kreditur, yakni MUFG Bank, Maybank, dan Rabobank.
Jumlah tagihan terhadap Dunia Pangan dan ketiga anak usahanya jauh lebih besar dibandingkan jumlah asetnya. Melalui Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Suwendho Rinaldy & Rekan, Dunia pangan telah menggelar penilaian terhadap seluruh aset yang ada.
Hasilnya, total aset Dunia Pangan dan anak usahanya hanya sebesar Rp 1,9 triliun. Jumlah tersebut merupakan nilai pasar aset pada 30 September 2017.
Sekalipun seluruh aset terjual sesuai nilai pasar, Dunia Pangan dan ketiga anak usahanya belum tentu mampu membayar seluruh tagihan.
Dalam proposal perdamaian final yang diajukan terhadap kreditur, Dunia Pangan mengajukan rencana restrukturisasi melalui dua mekanisme.
Terhadap tagihan separatis, Dunia Pangan akan mengkonversi pokok utang menjadi transferable zero coupon bond dengan tenor delapan tahun dan sewaktu-waktu dapat ditebus.
Terhadap utang konkuren afiliasi, Dunia Pangan akan mengkonversi menjadi utang sub-ordinasi yang tidak akan dibayar sebelum transferable zero coupon bond dari utang separatis dan utang konkuren non-afiliasi lunas.
Untuk utang konkuren non-afiliasi, Dunia Pangan akan melakukan pembayaran secara mencicil melalui alokasi 50% dari arus kas bebas perusahaan setiap tahun sampai dengan lunas. Pembayaran akan dilakukan setelah perusahaan memperoleh tambahan modal kerja baru.
Berakhir pailit
Dalam rapat kreditur terakhir yang digelar pada 3 Mei lalu, seluruh kreditur separatis menolak rencana perdamaian yang diajukan oleh Duna Pangan dan anak usahanya.
Sementara seluruh kreditur konkuren (tanpa jaminan) yang hadir dalam rapat kreditur memberikan persetujuan atas proposal perdamaian.
Suwandi mengatakan, rapat kreditur pada hari itu dihadiri oleh tiga kreditur separatis yang mewakili tagihan sejumlah Rp 1,4 triliun. Ketiga kreditur separatis tersebut adalah MUFG Bank, Maybank, dan Rabobank.
Sementara itu, kreditur konkuren yang hadir sebanyak tujuh kreditur. Mereka mewakili tagihan sebanyak Rp 82,58 miliar.
Hasil rapat kreditur inilah yang kemudian membuat membuat Dunia Pangan dan ketiga anak usahanya diputuskan berada di dalam kondisi pailit oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang.
Suwandi, yang ditunjuk menjadi tim kurator kepailitan Dunia Pangan, mengatakan, akan segera menggelar proses pengurusan harta pailit. "Kami akan mengadakan rapat kreditur untuk pengajuan tagihan. Verifikasi tagihan paling lambat tanggal 29 Mei," kata Suwandi.
Yang jelas, pembagian harta pailit akan dilakukan sesuai peraturan. Secara berurutan, pembagian harta pailit diprioritaskan untuk membayar upah buruh, kreditur separatis, hak karyawan lainnya, kreditur preferen, dan kreditur konkuren.
Dalam kepailitan Dunia Pangan dan ketiga anak usahanya, Tiga Pilar juga tercatat sebagai kreditur konkuren terafiliasi. Sebab, dana hasil penerbitan obligasi dan sukuk ijarah Tiga Pilar mengalir ke Dunia Pangan dan tercatat sebagai utang antar perusahaan alias intercompany loan.
Meski termasuk dalam tagihan konkuren, pinjaman tersebut memiliki prioritas pembayaran lebih tinggi. Sebab, aset Jatisari dan Sukses Abadi digunakan sebagai jaminan penerbitan obligasi dan sukuk ijarah.
Makanya, Suwandi bilang, hasil penjualan aset Jatisari dan Sukses Abadi akan dibagikan kepada Bank Mega. Selaku wali amanat penerbitan obligasi dan sukuk ijarah, Bank Mega akan membagikan hasil penjualan aset tersebut kepada pemegang obligasi dan sukuk ijarah.
Dengan begitu, pembagian hasil penjualan aset Jatisari dan Sukses Abadi akan mengurangi tagihan Tiga Pilar yang saat ini juga tengah menjalani proses PKPU.
Bagi Tiga Pilar, putusan pailit Dunia Pangan dan ketiga anak usahanya sebetulnya tidak banyak berpengaruh. Sebab, dalam dua tahun terakhir, lini bisnis beras memang tidak banyak memberikan kontribusi sejak tersangkut kasus hukum pada pertengahan 2017 lalu.
Meski begitu, manajemen Tiga Pilar tetap menyayangkan putusan pailit atas Dunia Pangan dan ketiga anak usahanya. Hengky juga menyesalkan keputusan manajemen Dunia Pangan yang tidak jadi memakai proposal perdamaian yang sudah disiapkan oleh Deloitte sebagai penasihat keuangan Tiga Pilar.
Memang, Hengky bilang, dalam proposal perdamaian yang Tiga Pilar susun bersama Deloitte, ada rencana melepas bisnis beras.
"Namun, tentu saja hasil penjualan aset divisi beras yang kita lakukan sendiri akan lebih baik dibandingkan penjualannya melalui proses pailit seperti sekarang ini,” ujar Hengky.
Bagaimana pun, nasi sudah menjadi bubur. Produsen beras terbesar dan paling modern itu kini sudah berada dalam kondisi pailit. Tumbuh dan berkembang dengan cepat, secepat itu pula perjalanan bisnis beras Tiga Pilar harus berakhir.