Anak Usaha Sampoerna Agro (SGRO) Pertimbangkan Upaya Hukum PK
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anak usaha PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) yaitu PT National Sago Prima (NSP) belum dapat membeberkan upaya hukum lanjutan atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan kasasi terhadap perkara pembakaran hutan di Pulau Meranti, Riau. Dalam putusan MA menghukum PT NSP dengan denda Rp 1,07 triliun.
Kuasa hukum NSP Harjon Sinaga menuturkan, hingga kini pihaknya belum menerima salinan putusan. Untuk itu, Harjon masih akan membicarakan dengan kliennya mengenai upaya hukum selanjutnya. Keputusan akan diambil setelah menerima pemberitahuan putusan kasasi. "Kami akan berkonsultasi dengan klien kami untuk mempertimbangkan upaya hukum selanjutnya yang akan ditempuh, termasuk kemungkinan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK)," jelas Harjon kepada KONTAN, Kamis (17/1).
Harjon menambahkan, PT NSP menghormati pengadilan. Namun dia menyayangkan atas putusan yang dijatuhkan kepada kliennya tersebut karena hanya menggunakan pertimbangan yang disampaikan penggugat.
kasus yang membelit PT NSP bermula dari kebakaran di areal konsesi sagu milik NSP di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau pada akhir Januari 2014 sampai pertengahan Maret 2014. Pada Oktober 2015, pemerintah yang diwakili KLHK mengajukan gugatan perdata kepada PT NSP di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pada 11 Agustus 2016 majelis hakim PN Jaksel memutuskan menghukum PT NSP untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 319,17 miliar, dari tuntutan jaksa sebesar Rp 319,17 miliar. Selain itu majelis hakim memerintahkan NSP melakukan tindakan pemulihan senilai Rp 753 miliar dari tuntutan Rp 753,75 miliar.
Artinya, NSP harus membayar seluruh sanksi Rp 1,07 triliun. Selain itu, NSP juga harus membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 50.000 setiap hari atas keterlambatan pelaksanaan putusan ini.
Tidak terima atas putusan ini, PT NSP mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 22 Agustus 2016. Pengadilan Tinggi mengabulkan banding dan menganulir putusan PN Jaksel pada 4 Desember 2017. Tidak patah arang, KLHK mengajukan kasasi ke MA pada 2 Februari 2018.