Apa yang Salah Dengan Strategi Short Selling?

Senin, 15 Juli 2024 | 11:51 WIB
Apa yang Salah Dengan Strategi Short Selling?
[ILUSTRASI. Budi Frensidy, Guru Besar FEB UI]
Reporter: Harian Kontan | Editor: Ahmad Febrian

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Salah satu strategi investor memperoleh return tinggi adalah menggunakan fasilitas margin atau berutang kepada perusahaan sekuritas mereka. Tujuannya agar dapat membeli lebih banyak saham.

Pastinya, risiko juga tinggi mengikuti return yang dijanjikan. Menggunakan margin akan menguntungkan saat pasar bullish dan merugikan saat pasar mengalami tren turun seperti Mei-Juni lalu.
 
Strategi investor agar tetap cuan kala pasar bearish adalah short selling. Namun, dibandingkan memanfaatkan margin, melakukan short selling lebih berisiko.
 
Dengan short selling, investor menjual saham yang tidak mereka miliki, dengan harapan harga saham itu akan turun. Pembeli saham tetap akan memperoleh saham yang mereka beli. Short seller meminjam saham milik investor lain di perusahaan sekuritas. 
 
Jika saham itu membagikan dividen, pemilik dari saham yang dipinjamkan itu tidak akan mendapatkan dividen dari emiten. Short seller yang harus membayarkan dividen itu untuknya. Dengan kata lain, short seller sebenarnya berutang saham untuk dibayarkan beberapa waktu kemudian ketika harganya sudah turun sesuai prediksi.
 
Hanya untuk aset keuangan tepatnya efek pasar modal, short selling dapat dilakukan. Mengingat sifatnya yang fungible alias dapat dipertukarkan satu sama lain dengan mudah.  Untuk aset riil, apakah itu rumah, mobil, atau lainnya, kita tidak mungkin menjual dulu baru beli kemudian karena tidak fungible.
 
Short selling berisiko sangat tinggi karena potensi untung dan ruginya tidak seimbang. Harga saham tidak bisa negatif, sehingga keuntungan maksimal per saham dari short selling adalah sebesar harga jualnya. Sebaliknya, harga saham bisa naik ratusan persen. Sehingga potensi rugi investor juga tidak terbatas.
Short seller mempunyai reputasi kurang baik di kalangan pelaku pasar modal sejak Depresi Besar tahun 1929. Mereka dicurigai memiliki dorongan dan insentif besar untuk menjatuhkan harga saham. Short seller sering dituduh menyebarkan rumor palsu untuk kepentingan mereka. Implikasinya, mereka jadi kambing hitam ketika pasar saham jatuh.
 
Short seller dituding sebagai biang keladi crash tahun 1987, runtuhnya saham-saham dotcom tahun 2000, dan rontoknya saham-saham lembaga keuangan di Amerika tahun 2008. Tidak mengherankan jika transaksi short selling selalu dipandang penuh curiga oleh pengawas pasar modal dan otoritas bursa di mana-mana. 
 
Tidak sedikit bursa saham yang melarang short selling. Majelis Ulama Indoneisa (MUI) juga sudah menyatakan short selling dan fasilitas margin tidak memenuhi prinsip syariah.
 
Berbeda dengan fasilitas margin yang marak ditawarkan sebagian besar anggotabursa, untuk short selling baru 10 perusahaan sekuritas yang menyatakan berminat.
 
Rencananya mulai Oktober 2024 nasabah-nasabah utama mereka dapat melakukan short selling. Sama seperti fasilitas margin, agar tidak merugika perusahaan efek, nasabah yang melakukan short selling juga harus menyetor margin awal dan terkena margin call ketika harga saham yang dijual short itu naik.
 
Ini berkebalikan dengan fasilitas margin. Margin call  muncul ketika harga saham turun. Artinya, mereka yang melakukan short selling tidak dapat mengambil dana hasil penjualan sahamnya. Namun justru harus menyetor sejumlah dana, mengantisipasi kerugian jika harga saham itu naik. 
 
Saat margin call datang, jika tidak ada dana tambahan, akan dilakukan paksa beli dalam short selling, bukan forced sale seperti dalam perdagangan margin. Perbedaan lain, jika investor dikenakan biaya bunga dalam fasilitas margin, dalam short selling mungkin saja ada biaya pinjam saham.
 
Walaupun berisiko tinggi, transaksi short selling sebenarnya membawa beberapa manfaat. Tidak seperti di pasar aset lain, di pasar modal investor selalu dapat meraih keuntungan. Saat pasar bullish, investor dapat memperolehnya dengan mengambil posisi beli atau long. Sebaliknya, ketika pasar bearish, investor dapat memanfaatkannya dengan melakukan short selling. 
 
Harga naik, untung, harga turun juga untung. Walhasil, investasi di pasar modal lebih menarik dan penuh tantangan, dibandingkan alternatif investasi lain. Transaksi harian  diharapkan akan meningkat.
 
Manfaat lain short selling, transaksi ini diperlukan untuk menjamin harga saham benar-benar mencerminkan nilai fundamentalnya. Secara teori, setiap kali ada saham dihargai berlebihan, akan masuk investor cerdas untuk mengambil keuntungan dengan aksi short selling. 
 
Para arbitrager tidak tinggal diam, menyaksikan saham yang kemahalan. Tanpa short selling, harga saham cenderung lebih tinggi dibandingkan nilainya.  Jika ini terus terjadi, bursa saham dapat menjadi bubbleseperti properti. Kita tinggal menunggu waktu menyaksikan meletusnya bubble ini.
 
Dalam kondisi normal sebagian besar bursa di dunia menawarkan fasilitas ini di bawah regulasi ketat yang menjaganya. Namun, short sale umumnya dihentikan atau ditiadakan ketika pasar turun dalam.
 
Yang saya tidak suka dengan short seller, mereka seperti investor emas yaitu berharap dan bersuka cita mendengar berita negatif. Seperti perang, resesi, capital outflow, inflasi tinggi, rupiah merosot, dan lainnya. 
 
Saat itulah mereka dapat untung dengan jatuhnya harga saham. Sebaliknya, mereka tidak suka membaca berita positif tentang ekonomi global, nasional, dan khususnya saham yang di-short. Berdoa, kok yang jelek-jelek.                     n

Ini Artikel Spesial

Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.

Berlangganan

Hanya dengan 20rb/bulan Anda bisa mendapatkan berita serta analisis ekonomi bisnis dan investasi pilihan

-
Kontan Digital Premium Access

Business Insight, Epaper Harian + Tabloid, Arsip Epaper 30 Hari

Rp 120.000
Berlangganan dengan Google

Gratis uji coba 7 hari pertama. Anda dapat menggunakan akun Google sebagai metode pembayaran.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Mediasi Diperpanjang, Gugatan 40 Nasabah Mirae Senilai Rp 8,17 Triliun Masih Bergulir
| Senin, 23 Desember 2024 | 14:21 WIB

Mediasi Diperpanjang, Gugatan 40 Nasabah Mirae Senilai Rp 8,17 Triliun Masih Bergulir

Mirae Asset minta waktu hingga 16 Januari 2025 untuk memberikan tanggapan karena proposal penggugat harus dirapatkan melibatkan seluruh direksi.

Pilihan Saham Big Caps Menarik Untuk Investasi Jangka Panjang
| Senin, 23 Desember 2024 | 13:58 WIB

Pilihan Saham Big Caps Menarik Untuk Investasi Jangka Panjang

Saham-saham dengan kapitalisasi pasar atau market capitalization (market cap) besar tak melulu jadi pilihan tepat untuk investasi jangka panjang.

Harga Saham Provident (PALM) Menguat, Aksi Borong Dua Pemegang Picu Lonjakan Harga
| Senin, 23 Desember 2024 | 09:00 WIB

Harga Saham Provident (PALM) Menguat, Aksi Borong Dua Pemegang Picu Lonjakan Harga

PALM mencetak laba bersih Rp 464,63 miliar di Januari-September 2024, dibandingkan periode sebelumnya rugi bersih sebesar Rp 1,94 triliun.

Sektor Bisnis yang Mendorong Perekonomian Domestik
| Senin, 23 Desember 2024 | 08:52 WIB

Sektor Bisnis yang Mendorong Perekonomian Domestik

Sejumlah sektor usaha dinilai masih prospektif dan berpotensi sebagai motor penggerak ekonomi Indonesia ke depan, setidaknya dalam jangka menengah

Modal Cekak Pemerintah Mengerek Pertumbuhan Ekonomi 2025
| Senin, 23 Desember 2024 | 08:47 WIB

Modal Cekak Pemerintah Mengerek Pertumbuhan Ekonomi 2025

Tantangan pemerintah Indonesia untuk memacu perekonomian semakin berat pada tahun depan, termasuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%

Insentif Pajak Mobil Hybrid Dorong Sektor Otomotif, Saham ASII Jadi Unggulan
| Senin, 23 Desember 2024 | 08:36 WIB

Insentif Pajak Mobil Hybrid Dorong Sektor Otomotif, Saham ASII Jadi Unggulan

Bila mendapatkan insentif pajak, maka PPnBM untuk kendaraan hybrid akan dibanderol sebesar 3% hingga 4%.

Rekomendasi Saham Emiten Barang Konsumsi yang Masih Dibayangi Tekanan Daya Beli
| Senin, 23 Desember 2024 | 08:35 WIB

Rekomendasi Saham Emiten Barang Konsumsi yang Masih Dibayangi Tekanan Daya Beli

Miten yang bergerak di bisnis barang konsumsi dibayangi sentimen kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%.

Peluang Tipis IHSG Menguat di Pengujung Tahun
| Senin, 23 Desember 2024 | 08:25 WIB

Peluang Tipis IHSG Menguat di Pengujung Tahun

Sudah tidak banyak lagi ruang bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) untuk menguat di sisa tahun ini. 

Pemerintah Tebar Insentif Kepabeanan Rp 33 Triliun
| Senin, 23 Desember 2024 | 08:15 WIB

Pemerintah Tebar Insentif Kepabeanan Rp 33 Triliun

Insentif yang dimaksud, antara lain berupa insentif kawasan berikat, penanaman modal, serta kebutuhan pertahanan dan keamanan.

Belanja Masyarakat Bisa Tertahan Tarif PPN 12%
| Senin, 23 Desember 2024 | 08:04 WIB

Belanja Masyarakat Bisa Tertahan Tarif PPN 12%

Data terbaru Mandiri Spending Index mengindikasikan belanja masyarakat hingga 8 Desember 2024 terkerek momentum Nataru

INDEKS BERITA

Terpopuler