Aset BRI Bakal Makin Tambun Pasca Rights Issue

Kamis, 02 September 2021 | 06:55 WIB
Aset BRI Bakal Makin Tambun Pasca Rights Issue
[]
Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aset PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) bakal semakin meningkat dengan terbentuknya holding ultra mikro. Penggabungan dengan Pegadaian dan Permodalan Nasional Mandani (PNM) membuat  ekosistem ultra mikro BRI akan semakin luas. Dengan begitu akan mendorong penyaluran kredit BRI. 

Berdasarkan laporan keuangan BRI kuartal I 2021 yang telah diaudit dan diterapkan perikatan keyakinan memadai oleh KAP PSS (firma anggota Ernst & Young Global Limited), aset konsolidasi BRI sebesar Rp 1.411 triliun yang terdiri terdiri dari liabilitas Rp 1.216 triliun dan ekuitas 195 triliun. 
 
Setelah penggabungan  Pegadaian dan PNM maka total aset BRI per Maret 2021 menjadi Rp 1.515 triliun yang terdiri dari liabilitas Rp 1.289 triliun dan ekuitas Rp 226 triliun. Artinya terjadi kenaikan aset 7,3% atau Rp 104 triliun. 
 
Sementara pada kuartal II 2021, BRI mencatatkan peningkatan aset Rp 39 triliun. Jika ditambah dengan capaian itu maka total aset BRI per Juni 2021 termasuk dengan konsolidasi holding ultra mikro ini akan lebih dari Rp 1.554 triliun. 
 
Meski begitu, penambahan aset pembentukan holding ultra mikro ini tak lantas membuat BRI bisa langsung kembali merebut  posisi bank dengan aset terbesar di Tanah Air. 
 
Posisi tertinggi masih tetap dipegang Bank Mandiri dengan aset per Juni 2021 mencapai Rp 1.580 triliun. Aset bank ini meningkat pesat pasca merger bank syariah BUMN menjadi PT Bank Syariah Indonesia (BSI).
 
Kinerja meningkat
 
Namun, posisi BRI masih berpeluang naik mengingat potensi pembiayaan mikro dan kecil masih menganga lebar. BRI optimistis pertumbuhan kinerja pasca rights issue akan semakin tinggi.
 
Sunarso Direktur Utama BRI mengatakan, jika aksi rights issue yang akan digelar BRI pada September ini terserap optimal, maka dalam lima tahun ke depan pertumbuhan kredit dalam ekosistem  usaha ultra mikro diperkirakan tumbuh 14% per tahun. 
 
Sedangkan jika investor publik mengeksekusi hanya 50% saja maka rata-rata pertumbuhan kredit dalam lima tahun ke depan diperkirakan 10,7% per tahun.  "Revenue akan ikut naik maka income juga ikut naik," kata Direktur Utama BRI Sunarso, Rabu (1/9).
 
BRI telah menetapkan harga rights issue Rp 3.400 per saham. Dengan menerbitkan 28,21 miliar saham seri B dengan nominal Rp 50 per saham, BRI berpotensi meraup dana dan hasil imbreng saham Rp 95,92 triliun. Pemerintah akan melaksanakan seluruh haknya sesuai dengan porsi kepemilikan sahamnya dalam BRI dengan cara penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang (inbreng) sesuai PP No. 73/2021. 
 
Seluruh saham Seri B milik Pemerintah dalam Pegadaian dan PNM akan dialihkan ke BRI lewat mekanisme inbreng senilai Rp 54,7 triliun. 
Dana segar yang berpotensi diraup dari publik mencapai Rp 41,1 triliun.  Dana di antaranya akan dimanfaatkan BRI untuk pembentukan Holding BUMN UMi dan mendanai modal kerja.   

Ini Artikel Spesial

Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.

Berlangganan

Hanya dengan 20rb/bulan Anda bisa mendapatkan berita serta analisis ekonomi bisnis dan investasi pilihan

-
Kontan Digital Premium Access

Business Insight, Epaper Harian + Tabloid, Arsip Epaper 30 Hari

Rp 120.000
Berlangganan dengan Google

Gratis uji coba 7 hari pertama. Anda dapat menggunakan akun Google sebagai metode pembayaran.

Bagikan

Berita Terbaru

Kongsi IBC, Antam dan CATL Atur Skema Pendanaan Sindikasi Luar Negeri dan Himbara
| Jumat, 15 November 2024 | 15:15 WIB

Kongsi IBC, Antam dan CATL Atur Skema Pendanaan Sindikasi Luar Negeri dan Himbara

Nilai investasi ekosistem baterai EV di proyek patungan IBC, Antam dan anak usaha CATL mencapai kurang lebih US$ 6 miliar.

Aral Melintang Gerus Komposisi China di Smelter Nikel Indonesia Demi Tembus Pasar AS
| Jumat, 15 November 2024 | 14:30 WIB

Aral Melintang Gerus Komposisi China di Smelter Nikel Indonesia Demi Tembus Pasar AS

Meski mendapat halangan dari Amerika Serikat, China dan Indonesia akan tetap mendominasi pasokan nikel dunia.

Pasar Obligasi Asia Bakal Tumbuh Subur, Indonesia Jadi Salah Satu Pendorong
| Jumat, 15 November 2024 | 10:40 WIB

Pasar Obligasi Asia Bakal Tumbuh Subur, Indonesia Jadi Salah Satu Pendorong

China, Indonesia, India, dan Filipina diprediksi akan terus memimpin pertumbuhan pasar obligasi di Asia.​

Saham Lapis Dua Mulai Merana
| Jumat, 15 November 2024 | 09:02 WIB

Saham Lapis Dua Mulai Merana

Setelah sempat menguat di tengah pelemahan saham-saham big cap, kini saham-saham lapis kedua juga mulai kehilangan tenaga.

Harga Emas Turun tapi Stok Logam Mulia Antam Belum Tersedia
| Jumat, 15 November 2024 | 08:49 WIB

Harga Emas Turun tapi Stok Logam Mulia Antam Belum Tersedia

Tidak tersedianya stok emas batangan Antam bisa terjadi karena masalah logistik ataupun permintaan. 

Saham Big Cap Mulai Minim Sokongan Asing
| Jumat, 15 November 2024 | 08:48 WIB

Saham Big Cap Mulai Minim Sokongan Asing

Beberapa saham berada di daftar top 10 market cap bursa, tidak  masuk dalam portofolio hedge fund asing

Incar Dana Rp 2 Triliun dari Obligasi, Tower Bersama Catat Oversubscribed
| Jumat, 15 November 2024 | 08:42 WIB

Incar Dana Rp 2 Triliun dari Obligasi, Tower Bersama Catat Oversubscribed

Rasio lancar TBIG per September 2024 berada di angka 0,2x, turun dari periode sama tahun sebelumya yang sebesar 0,3x. 

Daya Beli Anjlok, Kinerja Industri Ritel Keok
| Jumat, 15 November 2024 | 07:55 WIB

Daya Beli Anjlok, Kinerja Industri Ritel Keok

Pelemahan industri ritel disebabkan oleh beberapa faktor ekonomi, termasuk tren deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut.

Pemerintah Menindak Penyelundupan Barang Senilai Rp 6,1 Triliun di Sepanjang 2024
| Jumat, 15 November 2024 | 07:29 WIB

Pemerintah Menindak Penyelundupan Barang Senilai Rp 6,1 Triliun di Sepanjang 2024

Pemerintahan Prabowo Subianto membentuk Desk Pencegahan dan Pemberantasan Penyelundupan di bawah koordinasi Kemenko Bidang Politik dan Keamanan.

Dilema Industri di Tengah Lonjakan Harga Kakao
| Jumat, 15 November 2024 | 07:20 WIB

Dilema Industri di Tengah Lonjakan Harga Kakao

Produsen makanan dan minuman fokus melakukan efisiensi dan pengetatan biaya operasional untuk mengantisipasi efek kenaikan harga kakao.

INDEKS BERITA

Terpopuler