KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bagi-bagi jabatan tak cuma di pemerintahan. Namun, makin merembet jauh pula ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkuasa tahun 2014 silam, banyak politisi maupun tim sukses yang mendapat jatah jabatan komisaris BUMN.
Maklum, posisi jabatan politik seperti menteri, atau staf khusus di pemerintahan terbatas jumlahnya. Sementara, banyak yang harus diakomodir secara politik. Kursi komisaris BUMN pun menjadi pilihan.
Pembagian jabatan strategis di BUMN ini masih berlanjut menjelang Jokowi lengser. Hanya kali ini, giliran politisi dan tim sukses pendukung presiden terpilih Prabowo Subianto yang belakangan banyak masuk menjabat komisaris BUMN.
Paling baru, ada Burhanuddin Abdullah dan Andi Arief, yang masing-masing ditunjuk jadi Komisaris Utama PLN dan Komisaris Independen PLN.
Burhanuddin adalah Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran. Sementara Andi Arief, merupakan politikus Partai Demokrat, partai politik pendukung Prabowo-Gibran.
Sebelumnya sudah ada Simon Aloysius Mantiri, Wakil Bendahara TKN Prabowo-Gibran, yang menduduki jabatan Komisaris Independen Pertamina.
Tak lama berselang, giliran politisi Partai Gerindra Fuad Bawazier dan Politisi PSI Grace Natalie ditunjuk menjadi Komisaris Utama dan Komisaris Mind Id. Lalu, ada pula aktor yang juga politisi Partai Gerindra Fauzi Baadilla masuk komisaris PT Pos Indonesia.
Boleh jadi, bagi-bagi kursi empuk di BUMN ini nanti masih bakal berlanjut di pemerintahan baru mendatang. Sehingga sulit untuk tidak menyebut fenomena ini sebagai bentuk "balas budi politik".
Bukan bermaksud meragukan kemampuan mereka. Tentu penunjukkan para politisi sebagai komisaris BUMN sudah melalui proses seleksi. Lagi pula, banyak politisi yang dulunya juga dari kalangan profesional.
Namun, karena BUMN merupakan badan usaha yang menjadi salah satu ujung tombak ekonomi nasional, sudah seharusnya dikelola pula oleh orang-orang profesional dibidangnya yang mengerti bidang usaha BUMN tersebut.
Sekaligus untuk menghindarkan BUMN dari potensi konflik kepentingan politik. Apalagi tugas BUMN saat ini tak ringan bahkan keuangannya harus berdarah-darah karena harus menanggung beban penugasan pemerintah