Banyak Penyebab, Kualitas Demokrasi di Dunia Saat Ini Makin Merosot

Senin, 22 November 2021 | 13:26 WIB
Banyak Penyebab, Kualitas Demokrasi di Dunia Saat Ini Makin Merosot
[ILUSTRASI. Aksi pendukung Presiden Donald Trump menerobos U.S. Capitol, Washington, Amerika Serikat, Rabu (6/1/2021). REUTERS/Mike Theiler]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - BRUSSELS. Ancaman terhadap demokrasi di berbagai negara semakin nyata. Ini terlihat dengan semakin banyaknya negara yang meluncur ke arah otoritarianisme. Tak cuma itu, ada juga peningkatan ancaman di negara-negara yang memiliki kehidupan demokrasi yang mapan, demikian pernyataan Institut Internasional untuk Demokrasi dan Bantuan Pemilihan (IDEA), Senin (22/11).

Ada banyak penyebab merosotnya kualitas demokrasi di banyak negara, demikian kutipan dari isi laporan organisasi antar pemerintah yang berbasis di Stockholm itu. Di antaranya kebijakan yang populis, penyalahgunaan kegiatan pembatasan pandemi Covid-19 untuk membungkam kritikus, serta kecenderungan pemerintahan di banyak negara untuk meniru perilaku anti-demokrasi di negara lain, serta taktik disinformasi untuk memecah-belah masyarakat.

"Jumlah negara yang menderita erosi demokrasi di masa kini jauh lebih tinggi daripada angka sebelumnya," demikian pernyataan IDEA atas studi yang dilakukan tentang situasi demokrasi di tahun 2021. Dalam penelitian itu, IDEA mengandalkan data yang dikumpulkan sejak 1975.

Baca Juga: Kesepakatan tercapai, militer Sudan kembalikan Perdana Menteri Hamdok ke posisinya

"Jumlah negara yang mengalami 'kemerosotan demokrasi' tidak pernah setinggi ini," katanya, merujuk ke area pengawasan pemerintahan dan kebebasan peradilan, serta kebebasan media dan hak asasi manusia.

Afghanistan, yang diambil alih oleh gerilyawan Taliban pada Agustus setelah pasukan internasional mundur adalah kasus paling dramatis tahun ini. Sementara Myanmar yang mengalami kudeta pada 1 Februari lalu disebut sebagai contoh keruntuhan demokrasi yang rapuh. Contoh lain termasuk Mali, yang telah mengalami dua kudeta sejak 2020, dan Tunisia, di mana presiden telah membubarkan parlemen dan mengambil alih kekuasaan darurat.

Sementara negara demokrasi besar, seperti Brasil dan Amerika Serikat (AS), menyaksikan seorang presiden mempertanyakan validitas hasil pemilu. Ada juga India yang mengalami penuntutan terhadap kelompok orang yang kritis terhadap kebijakan pemerintah.

Baca Juga: Bantah jadi anak emas Jokowi, Jendral Dudung: Saya lihat tidak ada arah politik

Hongaria, Polandia, Slovenia, dan Serbia adalah negara-negara Eropa dengan penurunan demokrasi terbesar. Turki telah mengalami salah satu penurunan terbesar antara 2010 dan 2020.

"Faktanya, sebanyak 70% dari populasi global sekarang hidup baik di rezim non-demokratis atau di negara-negara yang mundur secara demokratis," demikian pernyataan laporan itu.

Pandemi Covid-19 telah memicu lonjakan perilaku otoriter oleh pemerintah. Studi tersebut menyatakan tidak ada bukti bahwa rezim otoriter akan mencetak hasil yang lebih baik saat memerangi pandemi. Kendati, media pemerintah China melaporkan kesimpulan yang berbeda.

"Pandemi memberikan alat tambahan dan pembenaran untuk taktik represif dan membungkam perbedaan pendapat di negara-negara yang beragam seperti Belarus, Kuba, Myanmar, Nikaragua, dan Venezuela,” kata laporan itu.

Selanjutnya: Telenor dan CP Group Gabungkan Unit Bisnis Telekomunikasi di Thailand

 

 

Bagikan

Berita Terbaru

Penguatan Perlindungan Sosial & Kerek Daya Beli, Kunci Utama Pertumbuhan Ekonomi
| Kamis, 12 Juni 2025 | 14:00 WIB

Penguatan Perlindungan Sosial & Kerek Daya Beli, Kunci Utama Pertumbuhan Ekonomi

Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,7% dari sebelumnya 4,9%. 

Menjajal Fasilitas Migas Steam Flood Terbesar di Dunia yang Berada di Rokan
| Kamis, 12 Juni 2025 | 13:04 WIB

Menjajal Fasilitas Migas Steam Flood Terbesar di Dunia yang Berada di Rokan

Blok Rokan, terutama di Lapangan Duri menyimpan sumber daya minyak berat atau biasa disebut heavy oil.

Tokopedia & TikTok Shop Resmi Meluncurkan Seller Center
| Kamis, 12 Juni 2025 | 08:45 WIB

Tokopedia & TikTok Shop Resmi Meluncurkan Seller Center

Melalui dasbor terpadu, para penjual kini dapat mengelola operasional di Tokopedia dan TikTok Shop secara lebih efisien

Profit 32,44% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Naik Lumayan (12 Juni 2025)
| Kamis, 12 Juni 2025 | 08:38 WIB

Profit 32,44% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Naik Lumayan (12 Juni 2025)

Harga emas Antam hari ini (12 Juni 2025) Rp 1.928.000 per gram. Di atas kertas pembeli setahun lalu bisa untung 32,44% jika menjual hari ini.

Adi Sarana Armada (ASSA) Genjot Bisnis Rental Kendaraan untuk Korporasi
| Kamis, 12 Juni 2025 | 08:30 WIB

Adi Sarana Armada (ASSA) Genjot Bisnis Rental Kendaraan untuk Korporasi

Per akhir 2024, total kendaraan yang dikelola ASSA Rent mencapai sekitar 30.000 unit, terdiri dari kendaraan roda empat dan roda dua.

Kinerja BRMS Melenggang Berkat Peningkatan Produksi Emas, Target Harga bisa Segini
| Kamis, 12 Juni 2025 | 08:29 WIB

Kinerja BRMS Melenggang Berkat Peningkatan Produksi Emas, Target Harga bisa Segini

Seiring kenaikan produksi emas dan tambahan operasional tambang, kinerja keuangan BRMS bakal terjaga hingga beberapa tahun ke depan.

Malindo Feedmill (MAIN) Terus Melebarkan Pasar Ekspor
| Kamis, 12 Juni 2025 | 08:15 WIB

Malindo Feedmill (MAIN) Terus Melebarkan Pasar Ekspor

MAIN akan memperluas pasar ekspor dengan menggarap sejumlah negara, khususnya Timur Tengah dan Asia.

HGII Membidik Kapasitas Energi Hijau hingga 100 Megawatt
| Kamis, 12 Juni 2025 | 07:01 WIB

HGII Membidik Kapasitas Energi Hijau hingga 100 Megawatt

Berdasarkan proyeksi tersebut, sebanyak 58 MW pembangkit listrik yang akan dibangun HGII yaitu berasal dari energi hidro.

Ada Potensi Rupiah Melemah pada Kamis (12/6)
| Kamis, 12 Juni 2025 | 06:45 WIB

Ada Potensi Rupiah Melemah pada Kamis (12/6)

Investor saat ini masih menantikan hasil konkret dari pembicara kesepakatan tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Rezeki Nomplok, TPIA Menebar Dividen US$ 30 Juta dari Sisa Laba Ditahan Tahun 2018
| Kamis, 12 Juni 2025 | 06:42 WIB

Rezeki Nomplok, TPIA Menebar Dividen US$ 30 Juta dari Sisa Laba Ditahan Tahun 2018

Dividen tunai itu pada bentuk simbolis saja, bukan sebagai katalis untuk mengangkat harga saham emiten milik Prajogo Pangestu tersebut.

INDEKS BERITA

Terpopuler