Banyak Penyebab, Kualitas Demokrasi di Dunia Saat Ini Makin Merosot

KONTAN.CO.ID - BRUSSELS. Ancaman terhadap demokrasi di berbagai negara semakin nyata. Ini terlihat dengan semakin banyaknya negara yang meluncur ke arah otoritarianisme. Tak cuma itu, ada juga peningkatan ancaman di negara-negara yang memiliki kehidupan demokrasi yang mapan, demikian pernyataan Institut Internasional untuk Demokrasi dan Bantuan Pemilihan (IDEA), Senin (22/11).
Ada banyak penyebab merosotnya kualitas demokrasi di banyak negara, demikian kutipan dari isi laporan organisasi antar pemerintah yang berbasis di Stockholm itu. Di antaranya kebijakan yang populis, penyalahgunaan kegiatan pembatasan pandemi Covid-19 untuk membungkam kritikus, serta kecenderungan pemerintahan di banyak negara untuk meniru perilaku anti-demokrasi di negara lain, serta taktik disinformasi untuk memecah-belah masyarakat.
"Jumlah negara yang menderita erosi demokrasi di masa kini jauh lebih tinggi daripada angka sebelumnya," demikian pernyataan IDEA atas studi yang dilakukan tentang situasi demokrasi di tahun 2021. Dalam penelitian itu, IDEA mengandalkan data yang dikumpulkan sejak 1975.
Baca Juga: Kesepakatan tercapai, militer Sudan kembalikan Perdana Menteri Hamdok ke posisinya
"Jumlah negara yang mengalami 'kemerosotan demokrasi' tidak pernah setinggi ini," katanya, merujuk ke area pengawasan pemerintahan dan kebebasan peradilan, serta kebebasan media dan hak asasi manusia.
Afghanistan, yang diambil alih oleh gerilyawan Taliban pada Agustus setelah pasukan internasional mundur adalah kasus paling dramatis tahun ini. Sementara Myanmar yang mengalami kudeta pada 1 Februari lalu disebut sebagai contoh keruntuhan demokrasi yang rapuh. Contoh lain termasuk Mali, yang telah mengalami dua kudeta sejak 2020, dan Tunisia, di mana presiden telah membubarkan parlemen dan mengambil alih kekuasaan darurat.
Sementara negara demokrasi besar, seperti Brasil dan Amerika Serikat (AS), menyaksikan seorang presiden mempertanyakan validitas hasil pemilu. Ada juga India yang mengalami penuntutan terhadap kelompok orang yang kritis terhadap kebijakan pemerintah.
Baca Juga: Bantah jadi anak emas Jokowi, Jendral Dudung: Saya lihat tidak ada arah politik
Hongaria, Polandia, Slovenia, dan Serbia adalah negara-negara Eropa dengan penurunan demokrasi terbesar. Turki telah mengalami salah satu penurunan terbesar antara 2010 dan 2020.
"Faktanya, sebanyak 70% dari populasi global sekarang hidup baik di rezim non-demokratis atau di negara-negara yang mundur secara demokratis," demikian pernyataan laporan itu.
Pandemi Covid-19 telah memicu lonjakan perilaku otoriter oleh pemerintah. Studi tersebut menyatakan tidak ada bukti bahwa rezim otoriter akan mencetak hasil yang lebih baik saat memerangi pandemi. Kendati, media pemerintah China melaporkan kesimpulan yang berbeda.
"Pandemi memberikan alat tambahan dan pembenaran untuk taktik represif dan membungkam perbedaan pendapat di negara-negara yang beragam seperti Belarus, Kuba, Myanmar, Nikaragua, dan Venezuela,” kata laporan itu.
Selanjutnya: Telenor dan CP Group Gabungkan Unit Bisnis Telekomunikasi di Thailand