Belajar dari Umar bin Khattab

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Umar bin Khattab adalah contoh terbaik soal sosok pemimpin ideal yang sayangnya teramat langka di masa sekarang. Banyak keteladanan yang bisa ditiru dan dipelajari dari khalifah kedua dalam sejarah Islam, setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW itu.
Salah satunya, Umar punya kebiasaan blusukan di tengah malam hanya untuk melihat dan mendengar langsung kondisi rakyatnya. Umar melakoninya sendirian tanpa pengawalan, jauh dari publisitas.
Kebiasaan ini tetap dilakoni meski dalam berbagai literatur Umar bin Khattab disebut memiliki banyak penasihat. Salah satu yang terkenal adalah Abdullah bin Abbas atau Ibnu Abbas. Dus, kemauan mendengar kritik dan saran dari berbagai pihak secara terbuka dan mau mengoreksi kebijakannya jika diperlukan membuat Umar menjadi salah satu pemimpin Islam paling berhasil setelah era Nabi Muhammad SAW.
Cerita lebih dari seribu tahun lalu itu tetap relevan dengan kondisi saat ini. Kita belajar dari Pemerintah Nepal yang alih-alih menjadi pendengar, justru runtuh karena membungkam suara pemilik kedaulatan.
Padahal, zaman sudah maju dan pilihan cara mendengar jauh lebih beragam dan mudah. Ada media massa yang sesuai fungsinya, menyediakan informasi faktual yang terverifikasi dan sudut pandang lain yang bisa membantu mendapatkan pendengaran yang lebih holistik. Media bisa mengawasi kekuasaan agar tetap berada di relnya.
Prosesnya tak bisa disamakan, misalnya, dengan mengundang segelintir elit media apalagi dalam ruang tertutup. Sebab ia bisa saja berujung pada situasi seolah mendengarkan padahal sebetulnya hanya ingin didengar. Ia berpotensi menjadi ajang justifikasi bukan mencari solusi.
Suara-suara lantang dari luar gerbang kekuasaan juga mudah terdengar tanpa perlu blusukan tengah malam. Namun ia jangan dipandang sumbang lalu disebut cuma tuntutan sebagian kecil rakyat. Dengarkan saja dengan baik, karena suara rakyat sesungguhnya murni, berasal dari tuntutan perut dan keinginan hidup layak tanpa tendensi ingin berkuasa.
Urgensi mendengarkan suara berbagai pihak makin besar karena sulit mendapatkan sosok penasihat seperti Ibnu Abbas yang bijaksana, bebas kepentingan, dan punya keluasan ilmu meski tanpa bintang gelar kehormatan. Di atas semua itu, mendengar mestinya berarti menginput informasi lalu berbuah keberanian untuk mengoreksi kebijakan yang keliru dan mudarat.