KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konsep negara berdikari pertama kali diucapkan Presiden Soekarno di pidatonya 17 Agustus 1965. Baru 20 tahun merdeka, presiden pertama kita menggelorakan cita-cita negeri mandiri dalam ekonomi, politik, dan budaya.
Sayangnya hampir tiga dekade berlalu dan sampai presiden kita ke-delapan, cita-cita ini masih menjadi cita-cita. Kalau bicara masalah ekonomi saja, memang ada begitu banyak “belitan” masalah yang kita hadapi untuk mandiri.
Sebut saja di pasar finansial, di mana pasar begitu terbuka dan para investor bebas keluar masuk dengan cepat. Pasar saham kita tidak akan pernah mampu untuk berdiri sendiri tanpa ditopang oleh para investor asing. Walau beberapa tahun ini, terutama di masa Covid, investor ritel domestik naik dengan lompatan yang luar biasa, investor asing tetap menjadi acuan.
Sebut saja isu bobot pasar modal Indonesia yang turun dalam indeks MSCI membuat pasar saham kita terus melorot.Tak heran beberapa minggu terakhir investor asing terus keluar dari pasar saham Indonesia.
Memang para investor ritel yang biasanya investasinya mini-mini ini sering kali dalam posisi “terkalahkan”. Investor domestik sering ketinggalan informasi, apalagi analisis yang baik untuk para emiten yang sebenarnya ada di negerinya sendiri. Jadi tak heran kalau gerakan investor asing di pasar saham akan selalu diikuti para investor domestik.
Di sektor riil, masalahnya malah jauh lebih rumit. Seperti misalnya untuk ketahanan pangan, ada begitu banyak bahan pangan yang harus diimpor. Memang ada beberapa bahan pangan yang tidak bisa kita produksi sendiri karena tanamannya hanya tumbuh iklim sub tropis. Tapi menjadi aneh kalau kehidupan kita harus terus menerus bergantung pada komoditi yang tidak bisa kita produksi sendiri. Dan membiarkan para importir menikmati keuntungan, tanpa usaha membangun agribisnis di negeri ini.
Para pejabat kita banyak bicara mengenai swasembada beras, yang memang menjadi bahan makanan pokok di negeri ini. Sayangnya kebutuhan pangan kita bukan hanya beras. Ada banyak komoditi lain yang tidak pernah terkelola dengan baik. Para petani, peternak, dan nelayan kita butuh untuk bisa dinaikkan derajat pendidikan dan kehidupannya.
Membela mereka tidak bisa dengan menghapuskan jejak utang macetnya. Tapi sebaiknya pemerintah menciptakan iklim dan ekosistem usaha yang menunjang para pengusaha UMKM.