KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Suku bunga acuan naik lagi. Bulan ini, Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan 50 basis points menjadi 4,75%. Meski dianggap jumbo, besaran kenaikan suku bunga ini sesuai dengan ekspektasi mayoritas survei.
Lewat kenaikan suku bunga, bank sentral berniat memperkuat kurs rupiah untuk menghindari inflasi akibat tingginya nilai impor. Pasalnya, bank sentral masih mempertahankan kebijakan akomodatif pada penyaluran kredit perbankan dengan target pertumbuhan kredit hingga 11%.
Memang ada efek tunda dari kenaikan suku bunga acuan ke bunga kredit perbankan. Tapi, paling cepat terasa adalah kenaikan suku bunga di pasar keuangan, termasuk jika emiten menerbitkan surat utang.
Efek paling dekat adalah imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) yang kini mencapai lebih dari 7,5% untuk tenor 10 tahun. Jika terus naik, pendanaan pemerintah lewat penerbitan surat utang bisa menjadi lebih mahal.
Sedangkan korporasi di Indonesia bisa lebih fleksibel mencari dana. Emiten Indonesia telah mengejar penerbitan sebelum suku bunga naik. Hingga pekan lalu, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat penerbitan obligasi dan sukuk total Rp 131,46 triliun dari 68 emiten.
Saat tren suku bunga naik, emiten pasar saham di Indonesia memutar langkah mencari modal lewat penerbitan saham, baik itu rights issue maupun private placement yang lebih murah.
Dalam tiga bulan terakhir saja, ada belasan emiten yang mengumumkan rencana penerbitan saham baru. Beberapa emiten ini termasuk BUMN yang akan menerima penyertaan modal negara seperti WSKT, ADHI, GIAA, dan BBTN.
Di luar BUMN, masih ada belasan emiten yang berniat mengejar pendanaan di pasar modal. Sejumlah bank mencari dana di pasar modal untuk mengejar pemenuhan ketentuan modal minimal.
Ini juga belum termasuk sederet penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO). Jadi, emiten tetap bisa mencari dana di luar pinjaman.
Penerbitan saham baru di BEI pada akhirnya bisa ikut mengangkat kapitalisasi pasar saham yang kini mencapai Rp 9.532 triliun. Tapi dengan jumlah investor domestik 9,78 juta per September, kapasitas pasar saham masih terbatas.
Bandingkan dengan jumlah nasabah perbankan yang telah mencapai puluhan juta nasabah dan ratusan juta rekening. Artinya, akses investor domestik ke pasar modal masih perlu diperluas meski telah tumbuh signifikan.