Berharap Banyak dari Sektor Pariwisata

Kamis, 28 Februari 2019 | 22:45 WIB
Berharap Banyak dari Sektor Pariwisata
[]
Reporter: Havid Vebri, Ragil Nugroho | Editor: Havid Vebri

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peringatan itu datang dari Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita). Belum lama ini, mereka memperingatkan soal efek kenaikan harga tiket pesawat dan bagasi berbayar terhadap Sektor Pariwisata nasional.

Bukan sekadar omongan, Kamis (28/2) mendatang, Asita bakal menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta. Demonstrasi akan diikuti oleh seluruh Dewan Pengurus Daerah (DPD) Asita dari seluruh Indonesia, kata Ian Hanafiah, Ketua DPD Asita Sumatra Barat (Sumbar).

Asita memandang, harga tiket pesawat yang masih mahal sejak awal 2019 lalu, plus penerapan bagasi berbayar, bakal memukul Pariwisata domestik. Orang lebih memilih pelesiran ke luar negeri lantaran tiket pesawat jauh lebih murah dan tidak ada bagasi berbayar.

Peringatan Asita ini tak bisa dianggap angin lalu. Faktanya, jumlah orang Indonesia yang melancong ke luar negeri terus meningkat. Bank Indonesia (BI) mencatat, masyarakat kita yang berlibur ke negara lain tahun lalu mencapai 9,75 juta orang, naik 7,48% dibanding tahun sebelumnya 9,07 juta orang.

Kondisi ini turut mengerek defisit neraca jasa negara kita yang tahun lalu tercatat sebesar US$ 7,1 miliar. Buntutnya, defisit neraca transaksi berjalan atawa current account deficit (CAD) membengkak jadi US$ 31,1 miliar, rekor terburuk.

Salah satu penyumbang utama defisit neraca jasa 2018 adalah Sektor transportasi, yang defisitnya melonjak 28,9% dari 2017 menjadi US$ 8,84 miliar.

Defsit di seluruh komponen transportasi meningkat, mulai penumpang hingga barang. Contoh, defisit transportasi penumpang naik 23,4% jadi US$ 1,37 miliar. Pemicu defisit adalah kenaikan jumlah pelancong dalam negeri ke luar negeri.

Saat bersamaan, jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang masuk ke Indonesia belum optimal. Tahun lalu, jumlah kunjungan wisman hanya 13,14 juta orang, di bawah target 14 juta orang. Ada beberapa sebab target kunjungan wisman itu meleset. Salah satunya, gempa bumi di Lombok.

Selain penumpang, transportasi barang menyumbang defisit neraca jasa paling besar, yakni mencapai US$ 6,92 miliar di tahun lalu alias melesat 24,01% dibanding tahun sebelumnya US$ 5,58 miliar. Jasa transportasi lainnya juga mencatat defisit sebesar US$ 545 juta, naik dari sebelumnya US$ 178 juta.

Menurut BI, peningkatan pembayaran jasa transportasi barang seiring laju impor yang bertambah pada tahun lalu. Sebab, pengiriman barang ekspor maupun impor Indonesia selama ini masih sangat bergantung pada jasa kapal asing ketimbang milik perusahaan lokal.

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Rofyanto Kurniawan mengatakan, impor jasa selalu lebih tinggi dibanding ekspor jasa sejalan aktivitas impor yang terus meningkat.

Sementara penggunaan jasa transportasi dan asuransi dalam kegiatan ekspor impor lebih didominasi penyedia asing. Jadi, transportasi laut memang kerap jadi penyumbang defisit neraca jasa yang cukup besar, ujarnya.

Saat ini, kegiatan logistik di Indonesia mencatatkan nilai Rp 2.400 triliun. Tapi, untuk perdagangan dan industri Sektor transportasi laut hanya memegang porsi kurang dari 1%.

Untuk itu, Rofyanto menyatakan, pemerintah berencana menerapkan kewajiban penggunaan kapal nasional untuk kegiatan ekspor impor. Namun, kebijakan yang seharusnya berlaku 1 Mei 2018 tersebut mundur hingga 2020. Tapi, ini kebijakannya di Kementerian Perdagangan, cetusnya.

Masalahnya, Karyanto Suprih, Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan, membeberkan, daya saing jasa angkutan di dalam negeri masih tertinggal. Meski begitu, pemerintah terus berupaya mengundang investor asing untuk menanamkan modalnya di dalam negeri. Peluang pertumbuhan industri jasa di dalam negeri tetap tinggi, imbuh dia.

Jasa andalan

Selain itu, ada tiga Sektor jasa yang jadi andalan pemerintah untuk mengerek ekspor jasa di tahun ini. Yakni, jasa Pariwisata, jasa konsultan manajemen, dan jasa konstruksi. Pariwisata atau perjalanan masih menjadi unggulan, ungkap Rofyanto.

Di samping perbaikan infrastruktur Pariwisata, kegiatan yang mampu menarik wisa-tawan mancanegara juga akan Banyak digelar pada 2019.

Sementara untuk jasa konstruksi, kata Rofyanto, Indonesia memiliki daya saing yang cukup tinggi. Apalagi, pemerintah terus memberikan dukungan, baik dalam penetrasi pasar maupun pembiayaan kepada eksportir jasa konstruksi, yakni BUMN karya, swasta skala korporasi, serta usaha kecil dan menengah (UKM).

Memang, BI menilai, salah satu kunci untuk memperbaiki defisit neraca transaksi berjalan adalah dengan mendorong Sektor Pariwisata. Menurut Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Statistik BI Yati Kurniati, Sektor ini bisa menarik investor dan turis asing sehingga mendatangkan devisa serta berkontribusi positif bagi neraca transaksi berjalan kita. Pariwisata adalah quick win yang bisa kelihatan hasilnya, ujar dia.

Strategi pemerintah dengan mendorong 10 destinasi wisata unggulan yang populer dengan sebutan Bali Baru bisa mendukung pengembangan Sektor Pariwisata domestik. Dorongan ini termasuk dengan peningkatan infrastruktur maupun sarana penunjang untuk Pariwisata. Selain itu, peningkatan layanan penduduk di daerah wisata.

Bila pengembangan 10 Bali Baru berjalan, bukan tidak mungkin bisa jadi penyelamat neraca jasa kita. Lantaran, Sektor perjalanan tahun lalu mencetak surplus US$ 5,33 miliar, naik 10,06% dari US$ 4,85 miliar pada tahun sebelumnya.

Data BI menunjukkan, Sektor Pariwisata menyumbang devisa sebesar US$ 14,11 miliar sepanjang 2018. Devisa ini tercatat dalam neraca transaksi berjalan sebagai ekspor perjalanan.

Sumbangan devisa Pariwisata juga terus meningkat. Pada 2017, kontribusinya tercatat sebesar US$ 13,1 miliar. Sedang di 2016 dan 2015 masing-masing menyumbang US$ 11,2 miliar dan US$ 10,76 miliar.

Perluasan insentif

Untuk memperbaiki kinerja neraca jasa, pemerintah juga akan memperluas kebijakan insentif pajak pertambahan nilai (PPN) 0% untuk ekspor jasa. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70/PMK.03/2010 menyebutkan, pemerintah saat ini hanya membatasi pengenaan bebas PPN pada tiga jenis jasa: maklon, perbaikan dan perawatan, serta konstruksi.

Pemerintah berniat memperluas stimulus ini ke enam Sektor jasa lainnya. Yakni, jasa teknologi dan informasi, penelitian dan pengembangan, persewaan alat angkut, pengurusan transportasi, profesional, dan perdagangan. Saat ini, proses perumusan peraturan terkait itu masih dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM, ucap Rofyanto.

Jelas, pemerintah Berharap, pemberian insentif tersebut bisa menurunkan biaya produksi dari jasa tersebut. Sehingga, akan meningkatkan daya saing keenam Sektor jasa itu.

Bhima Yudhistira Adhinegara, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), mengatakan, selama ini, hampir 90% jasa angkutan ekspor dan impor menggunakan kapal asing, sehingga menguras persediaan valuta asing (valas) di dalam negeri.

Masalah berikutnya, surplus jasa perjalanan hanya tumbuh 10% dibanding defisit jasa angkutan yang naik sampai 28%. Sektor Pariwisata tidak mampu menutup defisit di Sektor angkutan, jelasnya.

Dan, kewajiban penggunaan kapal nasional untuk kegiatan ekspor impor sulit diterapkan, karena armada domestik masih terbatas. Selama ini, Sektor perkapalan dan logistik belum mendapatkan suntikan insentif yang dibutuhkan. Sebenarnya, lebih baik bukan mewajibkan, tapi untuk ekspor impor perusahaan diberi insentif pajak, sehingga lebih menggunakan kapal berbendera nasional, papar Bhima.

Untuk mendorong minat wisatawan lokal pelesiran, perlu penawaran paket yang murah dan menarik. Maskapai yang menawarkan rute-rute baru juga harus mendapat insentif, setidaknya perizinan lebih mudah untuk menerbangi rute baru.

Cara lain adalah menurunkan landing fee melalui penugasan ke Angkasa Pura I dan II sebagai pengelola bandara. Atau, kalau perlu insentif fiskal yang spesifik, sehingga harga tiket pesawat lebih terjangkau. Misalnya, pajak penghasilan (PPh) badan maskapai mendapatkan diskon, saran Bhima.

Adapun solusi jangka pendek dari sisi kebijakan ialah membuat lebih Banyak loket tax refund di bandara dan toko-toko suvenir atau pusat perbelanjaan. Dengan begitu, kualitas belanja turis asing akan naik. Kita bisa contoh Korea Selatan, di mana-mana ada loket tax refund, setelah belanja langsung bisa mengajukan pengembalian PPN, tambah Bhima.

Untuk jangka panjang, baru berpikir tentang infrastruktur penunjang, fasilitas bandara, hingga peningkatan kapasitas sekolah vokasi yang siap kerja di Sektor Pariwisata.

Bagikan

Berita Terbaru

Jurus Kalbe Farma (KLBF) Kejar Cuan, Genjot Radiofarmaka hingga Pabrik Alkes
| Rabu, 17 Desember 2025 | 08:25 WIB

Jurus Kalbe Farma (KLBF) Kejar Cuan, Genjot Radiofarmaka hingga Pabrik Alkes

KLBF jaga dividen 50‑60% sambil menyiapkan produksi X‑Ray, dialyzer, dan kolaborasi CT Scan dengan GE.

Analisis Saham PPRE, Potensi Tekanan Jangka Pendek dan Prospek Fundamental
| Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00 WIB

Analisis Saham PPRE, Potensi Tekanan Jangka Pendek dan Prospek Fundamental

Tekanan yang dialami saham PT PP Presisi Tbk (PPRE) berpotensi berlanjut namun dinilai belum membalikkan tren.

Perlu Segmentasi Pasar Kedelai Lokal dan Impor
| Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00 WIB

Perlu Segmentasi Pasar Kedelai Lokal dan Impor

Segmentasi penggunaan kedelai lokal dan impor menjadi strategi kunci untuk menjaga keberlanjutan industri sekaligus menekan risiko inflasi pangan.

Incar Dana Rp 198 Miliar, Cahayasakti Investindo (CSIS) Gelar Rights Issue
| Rabu, 17 Desember 2025 | 07:46 WIB

Incar Dana Rp 198 Miliar, Cahayasakti Investindo (CSIS) Gelar Rights Issue

PT Cahayasakti Investindo Sukses Tbk (CSIS) akan menerbitkan saham baru maksimal 522.800.000 saham dengan nilai nominal Rp 100 per saham.

Harga Bahan Baku Melemah, Prospek Emiten Kertas Cerah
| Rabu, 17 Desember 2025 | 07:40 WIB

Harga Bahan Baku Melemah, Prospek Emiten Kertas Cerah

Pemulihan permintaan ekspor serta stabilnya pasar domestik menjadi penopang utama outlook kinerja emiten kertas pada 2026.

Prospek Emiten CPO Masih Belum Loyo
| Rabu, 17 Desember 2025 | 07:34 WIB

Prospek Emiten CPO Masih Belum Loyo

Di tengah tren penurunan harga CPO global, sejumlah emiten sawit tetap memasang target pertumbuhan kinerja pada 2026.

Anggaran MBG Sudah Terserap 81%
| Rabu, 17 Desember 2025 | 07:30 WIB

Anggaran MBG Sudah Terserap 81%

Hingga saat ini sudah ada 741.985 tenaga kerja yang terlibat dalam melayani program makan bergizi gratis.

Bukit Uluwatu Villa (BUVA) Akuisisi Aset SMRA di Bali Senilai Rp 536,38 Miliar
| Rabu, 17 Desember 2025 | 07:30 WIB

Bukit Uluwatu Villa (BUVA) Akuisisi Aset SMRA di Bali Senilai Rp 536,38 Miliar

Emiten yang berafiliasi dengan pengusaha Happy Hapsoro ini mengambil alih PT Bukit Permai Properti, anak usaha PT Summarecon Agung Tbk (SMRA).

Arah IHSG Hari Ini Rabu (17/12), Antara BI Rate dan Loyonya Kurs Rupiah
| Rabu, 17 Desember 2025 | 07:29 WIB

Arah IHSG Hari Ini Rabu (17/12), Antara BI Rate dan Loyonya Kurs Rupiah

Tekanan kehati-hatian datang dari pergerakan rupiah yang melemah ke Rp16.685 per dolar AS di pasar spot pada saat indeks dolar AS melemah. 

Minat Investor Tinggi, Penawaran Saham IPO Superbank (SUPA) Oversubscribed
| Rabu, 17 Desember 2025 | 07:25 WIB

Minat Investor Tinggi, Penawaran Saham IPO Superbank (SUPA) Oversubscribed

Penawaran umum perdana saham (IPO) PT Super Bank Indonesia Tbk (SUPA) kelebihan permintaan atau oversubscribed 318,69 kali.

INDEKS BERITA