Berharap Cuan dari Pembagian Dividen Saham Emiten

Sabtu, 22 Juni 2024 | 09:25 WIB
Berharap Cuan dari Pembagian Dividen Saham Emiten
[ILUSTRASI. Lukas Setia Atmaja, Founder Komunitas Hungrystock]
Lukas Setia Atmaja | Founder Komunitas Hungrystock

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berinvestasi saham pada dasarnya mirip dengan berinvestasi pada properti. Jika membeli rumah lalu disewakan, imbal hasil yang Anda dapatkan berasal dari uang sewa dan kenaikan harga rumah. Jika Anda membeli saham, imbal hasil dari investasinya mengalir dari pembagian dividen tunai dan kenaikan harga saham.

Setiap tahun para pemegang saham sebuah perusahaan harus memutuskan berapa persen laba bersih yang akan disebar kepada pemegang saham. Sisanya diinvestasikan kembali ke perusahaan sebagai tambahan modal dan digunakan untuk mendorong pertumbuhan perusahaan. 

Persentase dividen dari laba bersih disebut dividend payout ratio (DPR). Sedangkan laba yang diinvestasikan kembali disebut laba ditahan. Angka DPR jika dikalikan dengan laba bersih per saham atau earning per share (EPS), maka akan menghasilkan dividen per saham atau dividend per share (DPS). Angka ini yang penting bagi investor. 

Ukuran lain yang sering dipakai adalah imbal hasil dividen alias dividend yield. Angka ini diperoleh dari membagi dividen per saham dengan harga pasar saham. Misalnya, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) membagikan 80% dari laba bersih per saham tahun buku 2023 sebagai dividen tunai. Dividen per saham Bank BRI adalah Rp 319.

Jika diukur dengan harga saham BBRI saat ini Rp 4.180, maka ekspektasi dividend yield-nya adalah 7,6%. Imbal hasil ini masih di atas rata-rata bunga deposito perbankan.  Artinya, jika Anda membeli saham BBRI di harga tersebut, dan pada tahun 2024 Bank BRI mampu membagikan dividen yang sama dengan tahun 2023, Anda akan menikmati imbal hasil dari dividen sebesar 7,6%.

Dari perolehan laba bersihnya, perusahaan publik biasanya membagikan dividen tunai 2 kali setahun. Yang pertama disebut dividen interim, yang berikutnya disebut dividen final. 

Ambil contoh, pada tahun 2015, PT Astra International, Tbk (ASII) membagikan dividen interim sebesar Rp 64 per saham. Tepatnya, dividen itu dibagikan ASII pada 21 Oktober 2015.  Nah, dividen interim ASII itu  diambil dari laba bersih perusahaan selama semester 1 tahun 2015. Tentu, pembagian dividen  harus mendapatkan persetujuan komisaris terlebih dahulu.

Selain dividen interim, ASII juga merencanakan membagikan dividen final Rp 113 per saham untuk tahun buku 2015.  Rencana tersebut, bersama dengan dividen interim, diusulkan dalam rapat umum pemegang saham tahunan (RUPTS) ASII yang digelar pada April 2016. Maka, dari laba ASII tahun 2015, pemegang saham ASII berharap akan menerima total dividen sebesar Rp 177 per saham.

Yang patut diingat oleh investor adalah, jika membeli saham dan ingin menikmati dividennya, maka Anda harus memastikan bahwa hal itu dilakukan sebelum ex-dividend date

Biasanya saat perusahaan akan mengumumkan pembagian  dividen, rencana tersebut akan diinformasikan ke publik terkait jadwal pelaksanaannya. 
Informasi itu meliputi tanggal pembayaran dividen, dan cum dividend date atau hari terakhir seorang pembeli saham masih berhak menerima dividen. Jika membeli saham sehari kerja setelah cum date, yaitu ex dividend date, maka ia tidak berhak atas dividen yang dibagikan tersebut. 

Pertanyaannya sekarang, apakah investor memang suka terhadap pembagian dividen? Bagi sebagian besar pelaku pasar saham, dividen dinilai tidak terlalu penting. 

Maklum kebanyakan dari pelaku pasar saham adalah para trader yang memanfaatkan fluktuasi harga saham secara jangka pendek. Istilahnya, investor hanya sekadar melakukan 'jigobur' alias dapat untung jigo (Rp 25) sudah langsung kabur. 

Baca Juga: Saham Blue Chip Ini Akan Bayar Dividen Hampir Rp 3 T, Apa Layak Beli Untuk Investasi?

Namun, bagaimana jika seorang investor membeli saham, lalu disimpan untuk jangka panjang, minimal lebih dari 5 tahun, misalnya? Bagaimana pula dengan seorang pensiunan yang menyandarkan hidupnya pada investasi sahamnya? 

Pada kondisi ini, pembagian dividen dari emiten menjadi penting. Sebab, imbal hasil sang investor hanya dari pembagian dividen tunai perusahaan. 
Bagi investor yang senang manisnya madu dividen, mereka bisa berburu saham yang memberikan dividend yield tinggi. Untuk meraih cuan besar, strategi income investing bisa diterapkan investor. 

Biasanya saham-saham publik yang royal membagikan dividen adalah saham-saham yang pemegang saham mayoritasnya adalah pemerintah atau perusahaan pelat merah) serta saham di sektor bank dan komoditas.

Sayangnya tidak semua perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) rajin bagi dividen. Pada periode 1991–2006 diketahui hanya 60% dari korporasi pencetak laba bersih memilih membayar dividen dengan rata-rata dividend payout ratio (DPR) sebesar 25%. Sebagian perusahaan memilih untuk menginvestasikan kembali laba perusahaan. 

Bagaimana sebaiknya investor memandang dividen?  Menurut investor legendaris Warren Buffett, kestabilan dividen dan laba bersih perusahaan yang menjadi tempat berinvestasi saham, merupakan indikator bahwa korporasi dikelola secara baik. Selain itu, perusahaan  juga memiliki keunggulan bersaing (competitive advantage). 

Logikanya, pada saat kondisi bisnis sedang tidak bagus-pun perusahaan tersebut masih mampu membagikan dividen. Investor memang sebaiknya menghindari membeli saham perusahaan yang jarang membagikan dividen. Sebab, bisa jadi,  profitabilitasnya pas-pasan.

Namun perlu dicatat, tidak semua perusahaan yang pelit membagikan dividen adalah buruk. Untuk perusahaan yang memiliki tata kelola baik dengan prospek pertumbuhan laba yang cerah, pelit membagikan dividen justru baik bagi investor.  Dari saham kategori bertumbuh ini (growth stocks), dividend yield yang relatif rendah akan dikompensasi oleh capital gain yang tinggi.       

 

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Usia Tambang Batu Hijau Bertambah Lima Tahun
| Rabu, 14 Mei 2025 | 04:57 WIB

Usia Tambang Batu Hijau Bertambah Lima Tahun

Produksi Fase 8 pada masa awal transisi ini dimulai dari sisi terluar dan teratas pit Batu Hijau yang memiliki kadar logam lebih rendah.

Tak Hanya Daya Beli, Asuransi Jiwa Juga Dihadang Perubahan Regulasi
| Rabu, 14 Mei 2025 | 04:55 WIB

Tak Hanya Daya Beli, Asuransi Jiwa Juga Dihadang Perubahan Regulasi

Selain tantangan pelemahan daya beli, perusahaan asuransi jiwa juga harus banyak melakukan penyesuaian bisnis. 

HERO Cermati Pelemahan Konsumsi
| Rabu, 14 Mei 2025 | 04:54 WIB

HERO Cermati Pelemahan Konsumsi

PT DFI Retail Nusantara Tbk (HERO) terus  mencermati tren perlambatan konsumsi masyarakat di kuartal II 2025

 Ekspor Batubara Terendah dalam Tiga Tahun Terakhir
| Rabu, 14 Mei 2025 | 04:49 WIB

Ekspor Batubara Terendah dalam Tiga Tahun Terakhir

Konflik geopolitik yang kembali memanas antara India dan Pakistan belum berdampak terhadap ekspor batubara Indonesia ke India.

AS dan China Damai, Begini Efeknya ke Indonesia
| Rabu, 14 Mei 2025 | 04:35 WIB

AS dan China Damai, Begini Efeknya ke Indonesia

Dampak dari kesepakatan kedua negara ini dalam jangka menengah adalah lebih pada berkurangnya sentimen ketidakpastian global. 

Aturan Baru Terkait TKDN Segera Meluncur
| Rabu, 14 Mei 2025 | 04:35 WIB

Aturan Baru Terkait TKDN Segera Meluncur

Pembahasan soal perubahan aturan TKDN sudah dilakukan sejak Februari 2025 dan bukan karena tekanan dari pemerintah Amerika Serikat.

Mayora Indah (MYOR) Memperluas Jangkauan Pasar Ekspor
| Rabu, 14 Mei 2025 | 04:25 WIB

Mayora Indah (MYOR) Memperluas Jangkauan Pasar Ekspor

Saat ini porsi penjualan ekspor MYOR sekitar 45%-50% dari total penjualan dengan pasar terbesar ASEAN dan negara Afrika.

Biaya Tinggi Tekan Kinerja Emiten Leasing
| Rabu, 14 Mei 2025 | 04:20 WIB

Biaya Tinggi Tekan Kinerja Emiten Leasing

Tingginya biaya dana hingga lemahnya daya beli masih akan membayangi kinerja maupun saham emiten perusahaan pembiayaan tahun ini.

Frontloading Bisa Menjadi Duri Bila Tidak Terkendali
| Rabu, 14 Mei 2025 | 04:20 WIB

Frontloading Bisa Menjadi Duri Bila Tidak Terkendali

Hingga 17 April 2025, realisasi penerbitan SBN mencapai Rp 413,97 triliun melonjak dari Januari 2025 sebesar Rp 204 triliun. 

Surplus Neraca Dagang Bakal Kian Menyusut
| Rabu, 14 Mei 2025 | 04:15 WIB

Surplus Neraca Dagang Bakal Kian Menyusut

Neraca dagang RI pada April berpotensi turun jadi US$ 1,3 miliar karena harga komoditas ekspor seperti batubara dan kelapa sawit turun di April.

INDEKS BERITA

Terpopuler