Bisnis Emiten Produsen Rokok Jadi Lunglai Tersandung Cukai

Senin, 22 Agustus 2022 | 04:00 WIB
Bisnis Emiten Produsen Rokok Jadi Lunglai Tersandung Cukai
[]
Reporter: Aris Nurjani | Editor: Avanty Nurdiana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten rokok akan tertekan hingga tahun depan. Pasalnya, pemerintah menargetkan penerimaan cukai bisa naik 9,5% secara tahunan pada 2023. Ini menimbulkan ekspektasi cukai rokok masih berpotensi naik tinggi tahun depan. 

Analis BRI Danareksa Natalia Sutanto dalam riset 18 Agustus menulis, pemerintah menargetkan penerimaan cukai di 2023 sebesar Rp 245,4 triliun, naik dari proyeksi tahun ini Rp 224,2 triliun. "Untuk mencapai target, pemerintah akan melanjutkan intensifikasi cukai dan ekstensifikasi, penyesuaian tarif cukai rokok, dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, laju inflasi dan upaya pengendalian konsumsi," tulis Natalia.

Natalia menilai, sebelum menyesuaikan tarif cukai rokok, pemerintah akan memperhatikan pengendalian konsumsi, keberlangsungan industri, penerimaan pajak pemerintah dan penanggulangan peredaran rokok ilegal. "Untuk ekstensifikasi, pemerintah akan menambah obyek cukai baru antara lain, plastik dan minuman manis kemasan," tutur Natalia. 

Baca Juga: Ekonomi Tumbuh Positif, Analis Sarankan Cermati Saham Sektor Ini

Jadi ke depan, pemerintah tidak hanya bertumpu pada rokok saja tapi akan terus mencari potensi obyek cukai baru yang memenuhi karakteristik peraturan cukai.

Laba bersih turun

Meski begitu, analis Bahana Sekuritas Giovanni Dustin dalam riset 17 Agustus 2022 menuliskan, penerimaan cukai rokok menyumbang lebih dari 90% dari total penerimaan cukai. Tarif cukai rokok per batang terbaru saat ini masih belum diumumkan. 

Tapi bisa jadi, besaran kenaikan cukai rokok tahun depan akan sama besarnya dengan kenaikan penerimaan cukai yang diusulkan pemerintah. "Kami memperkirakan harga rokok perlu naik 6%-8% untuk mendukung biaya cukai yang lebih tinggi," tulis Giovanni. 

Kenaikan cukai yang terjadi di tahun ini pun tak dibebankan langsung kepada pelanggan. Karena itu, produsen rokok besar seperti PT Gudang Garam Tbk dan PT HM Sampoerna membukukan penurunan laba bersih.

Analis Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora menjelaskan, daya beli masyarakat masih rendah, sehingga sulit bagi emiten rokok untuk menaikkan harga. 

Baca Juga: Labanya Sama-sama Anjlok, Simak Rekomendasi Saham HMSP dan GGRM Berikut Ini

Analis RHB Sekuritas Indonesia Michael Wilson Setjoadi juga menyebut, volume penjualan rokok menurun karena kenaikan tarif cukai di tahun ini sebesar 12%. "Akan terjadi penurunan volume penjualan rokok secara industri sekitar 2%-5%," kata dia.    

Begini rekomendasi emiten rokok secara rinci:   

HM Sampoerna (HMSP)
Realisasi pendapatan HMSP di semester I-2022 memenuhi 51% proyeksi analis. Kenaikan pendapatan HMSP ditopang peningkatan volume penjualan 6,3% dan kenaikan harga jual rata-rata sebesar 7,8% secara tahunan. Namun, laba bersih HMSP hanya memenuhi 42% dari proyeksi analis. Realisasi laba bersih HMSP lebih rendah karena kenaikan cukai belum sepenuhnya diiringi kenaikan harga jual rata-rata. Tapi, HMSP melakukan penyesuaian dengan membuat produk baru. 
Rekomendasi: Hold 
Target harga: Rp 920
Christine Natasya, Mirae Asset Sekuritas 

Gudang Garam (GGRM)
Pada periode April-Juni 2022, GGRM melaporkan rugi Rp 121 miliar. Akibatnya laba bersih GGRM hanya sebesar Rp 956 miliar di semester I-2022. Rugi kuartal ini merupakan kerugian kuartalan pertama sejak kuartal I-2013. Penyebabnya, GGRM memilih tidak menaikkan harga jual rata-rata untuk mengatasi efek kenaikan cukai rokok yang mengakibatkan laba kotor turun 25%. Analis juga memangkas valuasi GGRM karena investasi di bandara Kendiri.
Rekomendasi: Hold 
Target harga: Rp 26.000
Stevanus Juanda, UOB Kay Hian Sekuritas

Baca Juga: HM Sampoerna (HMSP) Lakukan Transaksi Afiliasi

Wismilak Inti Makmur (WIIM)
WIIM membukukan kenaikan laba bersih 30,33% secara tahunan jadi Rp 82,15 miliar. Ini sejalan dengan peningkatan penjualan bersih sebesar 38,2% jadi Rp 1,62 triliun. Pertumbuhan tersebut didorong meningkatnya penjualan produk sigaret kretek mesin sebesar 53,32%. Secara teknikal, saham WIIM sedang terkoreksi jangka pendek, dengan MACD menunjukkan bearish momentum. Selama saham WIIM tidak turun ke bawah Rp 484, tren naik bisa berlanjut. 
Rekomendasi: Buy on weakness         
Support-Resistance: Rp 484-Rp 550
Ivan Rosanova, Binaartha Sekuritas

Bagikan

Berita Terbaru

IHSG Paling Bapuk di Asia Tenggara Pekan Ini, Turun 0,83% Dalam 3 Hari
| Kamis, 25 Desember 2025 | 13:43 WIB

IHSG Paling Bapuk di Asia Tenggara Pekan Ini, Turun 0,83% Dalam 3 Hari

IHSG melemah 0,83% untuk periode 22-24 Desember 2025. IHSG ditutup pada level 8.537,91 di perdagangan terakhir, Rabu (24/12).

Saham Terafiliasi Grup Bakrie Terbang, Kini Tersisa Jebakan atau Masih Ada Peluang?
| Kamis, 25 Desember 2025 | 11:05 WIB

Saham Terafiliasi Grup Bakrie Terbang, Kini Tersisa Jebakan atau Masih Ada Peluang?

Potensi kenaikan harga saham terafiliasi Bakrie boleh jadi sudah terbatas lantaran sentimen-sentimen positif sudah priced in.

Imbal Hasil SRBI Naik di Akhir Tahun Meski BI Rate Stabil
| Kamis, 25 Desember 2025 | 10:08 WIB

Imbal Hasil SRBI Naik di Akhir Tahun Meski BI Rate Stabil

Imbal hasil instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang turun sejak awal tahun, berbalik naik dalam dua bulan terakhir tahun 2025.

Laba Diprediksi Tergerus, PTBA Terjepit Bea Keluar Batubara dan Downtrend Harga Saham
| Kamis, 25 Desember 2025 | 10:05 WIB

Laba Diprediksi Tergerus, PTBA Terjepit Bea Keluar Batubara dan Downtrend Harga Saham

Sebagai pelopor, PTBA berpeluang menikmati insentif royalti khusus untuk batubara yang dihilirisasi.

Prospek Batubara 2026 Menantang, Indonesia di Posisi Maju Kena Mundur Juga Kena
| Kamis, 25 Desember 2025 | 09:05 WIB

Prospek Batubara 2026 Menantang, Indonesia di Posisi Maju Kena Mundur Juga Kena

Harga batubara Australia, yang menjadi acuan global, diproyeksikan lanjut melemah 7% pada 2026, setelah anjlok 21% di 2025. 

Bisnis Blue Bird Diprediksi Masih Kuat di 2026, Tidak Digoyah Taksi Listrik Vietnam
| Kamis, 25 Desember 2025 | 08:10 WIB

Bisnis Blue Bird Diprediksi Masih Kuat di 2026, Tidak Digoyah Taksi Listrik Vietnam

Fitur Fixed Price di aplikasi MyBluebird mencatatkan pertumbuhan penggunaan tertinggi, menandakan preferensi konsumen terhadap kepastian harga.

Meski Cuaca Ekstrem Gerus Okupansi Nataru, Santika Hotels Tetap Pede Tatap 2026
| Kamis, 25 Desember 2025 | 07:10 WIB

Meski Cuaca Ekstrem Gerus Okupansi Nataru, Santika Hotels Tetap Pede Tatap 2026

Santika Hotels & Resorts menyiapkan rebranding logo agar lebih relevan dan dapat diterima oleh seluruh lapisan generasi.

Kebijakan Nikel 2026 Dongkrak Saham PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL)
| Kamis, 25 Desember 2025 | 06:37 WIB

Kebijakan Nikel 2026 Dongkrak Saham PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL)

Pemerintah rem produksi nikel ke 250 juta ton 2026 untuk atasi surplus 209 juta ton. NCKL proyeksi laba Rp 10,03 triliun, rekomendasi buy TP 1.500

KRAS Dapat Suntikan Rp 4,93 Triliun dari Danantara, Tanda Kebangkitan Baja Nasional?
| Kamis, 25 Desember 2025 | 06:00 WIB

KRAS Dapat Suntikan Rp 4,93 Triliun dari Danantara, Tanda Kebangkitan Baja Nasional?

Kenaikan harga saham PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) belakangan ini dinilai lebih bersifat spekulatif jangka pendek.

Klaim Purbaya Tak Terbukti, Korporasi Tahan Ekspansi, Rupiah Anjlok 7 Hari Beruntun
| Rabu, 24 Desember 2025 | 09:13 WIB

Klaim Purbaya Tak Terbukti, Korporasi Tahan Ekspansi, Rupiah Anjlok 7 Hari Beruntun

Korporasi masih wait and see dan mereka mash punya simpanan internal atau dana internal. Rumah tangga juga menahan diri mengambl kredit konsumsi.

INDEKS BERITA

Terpopuler