Central Counterparty dan Investasi Masa Depan

Kamis, 03 Oktober 2024 | 04:49 WIB
Central Counterparty dan Investasi Masa Depan
[ILUSTRASI. Seremonial peluncuran Central Counterparty untuk Pasar Uang dan Valuta Asing (CCP PUVA) di Jakarta, Senin (30/9). Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan resmi meluncurkan lembaga baru bernama CCP PUVA yang didukung oleh Bursa Efek Indonesia, PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia, serta 8 bank BUMN dan Swasta yang menjadi peserta dan penyetor modal awal CCP. (KONTAN/Cheppy A. Muchlis)]
Jose Segitya Hutabarat | Pengajar di Sekolah Ciputra Kasih Makassar

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perubahan iklim dan tantangan lingkungan menjadi perhatian global yang mendesak. Untuk mengatasi masalah ini, berbagai instrumen keuangan berbasis lingkungan mulai dikembangkan, termasuk derivatif berbasis lingkungan. Instrumen ini, seperti green bonds dan carbon credits, memainkan peran penting dalam pendanaan proyek-proyek ramah lingkungan. Namun, agar instrumen ini dapat berfungsi secara optimal dan efisien, diperlukan peran Central Counterparty (CCP) yang kuat dan andal. 

Kurangnya edukasi menjadi hambatan utama dalam adopsi CCP di pasar keuangan Indonesia. Banyak pelaku pasar, termasuk investor institusi, masih belum memahami sepenuhnya manfaat CCP. Selain itu, regulasi yang belum memadai dan fragmentasi pasar juga menghambat perkembangan instrumen derivatif berbasis lingkungan.

Dengan regulasi yang lebih komprehensif dan edukasi yang intensif, diharapkan dapat mendorong adopsi CCP yang lebih luas.

Baca Juga: Telan Total Investasi Rp 37,5 triliun, Progres Proyek Jumbo INCO di Morowali 53%

Keterbatasan infrastruktur teknologi menjadi tantangan lain dalam implementasi CCP. Banyak lembaga keuangan, terutama di negara berkembang, masih belum memiliki sistem yang memadai untuk mendukung operasi CCP. Selain itu, ketergantungan pada model tradisional dalam pengelolaan risiko juga menjadi kendala. 

Untuk mengatasi hal tersebut, perlu adanya investasi yang lebih besar dalam pengembangan infrastruktur teknologi dan upaya untuk mengubah mindset pelaku pasar agar lebih terbuka terhadap inovasi.

Pentingnya CCP

CCP merupakan lembaga yang berfungsi sebagai perantara dalam transaksi derivatif, menanggung risiko kredit antara pihak-pihak yang bertransaksi. Dengan adanya CCP, risiko gagal bayar dapat diminimalkan, karena CCP menjamin penyelesaian transaksi meskipun salah satu pihak mengalami default. Dalam konteks pasar keuangan hijau, peran CCP menjadi krusial untuk meningkatkan likuiditas, transparansi dan stabilitas pasar.

Dalam pasar derivatif berbasis lingkungan, CCP membantu memastikan bahwa instrumen keuangan ini dapat diperdagangkan dengan aman dan efisien. Misalnya, dalam perdagangan carbon credits, CCP dapat mengurangi risiko volatilitas harga dengan menetapkan margin yang tepat dan memastikan likuiditas pasar. 

Baca Juga: Satu Lagi Lembaga Internasional yang Mengapresiasi Peringkat Utang Indonesia

Data menunjukkan bahwa pasar carbon credits global mencapai sekitar US$ 272 miliar pada tahun 2020, dan angka ini diproyeksikan terus meningkat seiring dengan meningkatnya komitmen negara-negara terhadap pengurangan emisi karbon.

Beberapa negara telah menerapkan sistem CCP dalam pasar keuangan hijau mereka dengan sukses. Di Uni Eropa, European Market Infrastructure Regulation (EMIR) mengharuskan penggunaan CCP untuk produk derivatif tertentu, termasuk yang berbasis lingkungan. Implementasi ini telah meningkatkan efisiensi pasar dan mengurangi risiko sistemik.

Baca Juga: Nasib SRBI Setelah Suku Bunga Turun, Rencana Exit Strategy Bank Indonesia Disoal

Di Amerika Serikat, Chicago Mercantile Exchange (CME) telah memperkenalkan berbagai produk derivatif berbasis lingkungan yang didukung oleh CCP. Produk seperti Renewable Energy Certificates (RECs) dan carbon offsets diperdagangkan dengan jaminan dari CCP, memastikan transaksi yang aman dan likuiditas yang tinggi.

Di Indonesia, Bank Indonesia (BI) telah mengambil langkah-langkah konkret untuk membentuk CCP yang akan memperkuat infrastruktur pasar keuangan. Pembentukan CCP ini merupakan bagian dari komitmen Indonesia terhadap reformasi pasar derivatif OTC (over-the-counter) sesuai dengan mandat G20. 

Dengan adanya CCP, diharapkan transaksi derivatif akan menjadi lebih efisien dan aman, serta mendukung pendalaman pasar keuangan.

Baca Juga: Prabowo Bakal Gelar Program Medical Check-Up Gratis, Begini Tanggapan Prodia (PRDA)

Sebagai contoh, BI telah mengembangkan peraturan yang memungkinkan bank untuk memenuhi rasio pembiayaan inklusif melalui pembelian obligasi hijau. Kebijakan tersebut tidak hanya menciptakan permintaan yang signifikan terhadap obligasi domestik, tetapi juga menunjukkan bahwa kebijakan makroprudensial dapat berdampak positif terhadap pembiayaan hijau.

Peran CCP tidak hanya terbatas pada peningkatan efisiensi pasar, tetapi juga dapat membantu dalam menciptakan produk-produk keuangan baru yang inovatif. Misalnya, dengan dukungan CCP, instrumen seperti green derivatives dapat lebih mudah diperkenalkan dan diperdagangkan. Produk ini dapat memberikan insentif finansial bagi perusahaan untuk menerapkan praktik bisnis yang lebih ramah lingkungan.

Selain itu, CCP dapat berperan dalam mengumpulkan dan menganalisis data pasar yang penting untuk pengambilan keputusan. Data mengenai harga, volume perdagangan dan tren pasar dapat digunakan untuk mengembangkan strategi investasi yang lebih efektif dan berkelanjutan.

Inovasi produk keuangan

CCP memiliki potensi besar dalam mendukung transisi energi di Indonesia. Dengan menyediakan mekanisme hedging yang efektif, CCP dapat menarik investasi asing untuk proyek-proyek energi terbarukan. Selain itu, CCP juga dapat meningkatkan likuiditas pasar derivatif berbasis lingkungan, sehingga mendorong aliran modal ke sektor yang lebih berkelanjutan.

CCP berperan penting dalam mengurangi risiko sistemik di pasar keuangan. Dengan menciptakan platform terpusat untuk kliring transaksi, CCP dapat melindungi pasar dari dampak kegagalan lembaga keuangan. Keberadaan CCP juga dapat mendorong inovasi produk keuangan berkelanjutan, seperti obligasi hijau. Dengan demikian, Indonesia dapat lebih aktif berkontribusi dalam mencapai tujuan-tujuan keberlanjutan global.

Baca Juga: RI Penghasil Nikel Terbesar di Dunia, tapi Impor dari Filipina Terus Melonjak

Central Counterparty memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan efisiensi pasar keuangan hijau, terutama dalam instrumen derivatif berbasis lingkungan. 

Dengan mengurangi risiko gagal bayar, meningkatkan likuiditas dan memastikan transparansi, CCP membantu menciptakan pasar yang lebih stabil dan dapat diandalkan. Implementasi kebijakan yang mendukung, investasi dalam infrastruktur teknologi, edukasi dan kolaborasi global adalah langkah-langkah yang perlu diambil oleh para pemangku kepentingan untuk memaksimalkan manfaat dari peran CCP ini. 

Dengan demikian, pasar keuangan hijau dapat berkembang lebih pesat dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya global untuk mengatasi perubahan iklim.

Bagikan

Berita Terbaru

Peluang Bisnis Benih Sawit, Binasawit Makmur Jaga Kualitas & Distribusi
| Jumat, 21 November 2025 | 08:52 WIB

Peluang Bisnis Benih Sawit, Binasawit Makmur Jaga Kualitas & Distribusi

Anak usaha SGRO, BSM, menargetkan pasar benih sawit dengan DxP Sriwijaya. Antisipasi kenaikan permintaan, jaga kualitas & pasokan. 

Benahi Kinerja Keuangan, Timah (TINS) Genjot Produksi dan Penjualan
| Jumat, 21 November 2025 | 08:35 WIB

Benahi Kinerja Keuangan, Timah (TINS) Genjot Produksi dan Penjualan

PT Timah Tbk (TINS) optimistis dapat memperbaiki kinerja operasional dan keuangannya sampai akhir 2025. 

Berakhirnya Kisah Keluarga Sampoerna di Lantai Bursa
| Jumat, 21 November 2025 | 08:30 WIB

Berakhirnya Kisah Keluarga Sampoerna di Lantai Bursa

Langkah Grup Sampoerna melepas PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO), meninggalkan catatan sejarah dalam dunia pasar modal di dalam negeri. ​

Outflow Masih Jadi Penyebab Defisit NPI
| Jumat, 21 November 2025 | 08:29 WIB

Outflow Masih Jadi Penyebab Defisit NPI

NPI kuartal III-2025 mengalami defisit US$ 6,4 miliar, sedikit di bawah kuartal sebelumnya yang defisit sebesar US$ 6,7 miliar

Timbang-Timbang Kenaikan Gaji ASN Tahun Depan
| Jumat, 21 November 2025 | 08:23 WIB

Timbang-Timbang Kenaikan Gaji ASN Tahun Depan

Kemkeu telah menerima surat dari Menteri PANRB terkait pertimbangan kenaikan gaji ASN di 2026       

Tambah Penempatan Dana SAL Rp 76 T Dorong Transmisi Kredit
| Jumat, 21 November 2025 | 08:09 WIB

Tambah Penempatan Dana SAL Rp 76 T Dorong Transmisi Kredit

Tambahan penempatan dana ini lanjutan dari penempatan dana pemerintah senilai Rp 200 triliun akhir Oktober lalu​

Waspada IHSG Jumat (21/11) Bisa Berbalik Arah
| Jumat, 21 November 2025 | 07:56 WIB

Waspada IHSG Jumat (21/11) Bisa Berbalik Arah

Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di akhir pekan ini rawan koreksi dengan support 8.399 dan resistance 8.442. 

Shortfall Pajak Tahun Ini, Bisa Sentuh Rp 300 Triliun
| Jumat, 21 November 2025 | 07:54 WIB

Shortfall Pajak Tahun Ini, Bisa Sentuh Rp 300 Triliun

Dalam dua bulan, pemerintah harus mengumpulkan penerimaan pajak Rp 730,27 triliun lagi untuk mencapai target dalam APBN

Caplok Sampoerna Agro (SGRO), Posco International Rogoh Kocek Rp 9,4 Triliun
| Jumat, 21 November 2025 | 07:47 WIB

Caplok Sampoerna Agro (SGRO), Posco International Rogoh Kocek Rp 9,4 Triliun

Grup Sampoerna melepas seluruh kepemilikannya di PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) 1,19 juta saham atau setara 65,72% kepada Posco International.​

Mengelola Bencana
| Jumat, 21 November 2025 | 07:45 WIB

Mengelola Bencana

Bencana alam kerap mengintai. Setidaknya tiga bencana alam terjadi dalam sepekan terakhir, salah satunya erupsi Gunung Semeru..

INDEKS BERITA

Terpopuler