Dapat Penangguhan, Mantan Bos Tiga Pilar (AISA) Keluar dari Tahanan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dua mantan petinggi PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA), Joko Mogoginta dan Budhi Istanto, bisa bernafas lega. Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menangguhkan penahanan mereka, Jumat (12/7).
Menurut Pengacara Tiga Pilar Robin Riduan, keduanya sempat ditahan di Mabes Polri sejak Selasa, 9 Juli 2019. Keduanya bisa keluar dari tahanan setelah Ninik Dewi Vidiana, kakak kandung Joko dan Budhi, mengajukan surat penangguhan penahanan. Ninik juga bersedia menjadi penjamin Joko dan Budhi.
Selain Ninik, Ail Amir & Law Firm Associate juga mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan atas nama Joko dan Budhi kepada Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri. "Informasi yang kami dengar memang begitu. Namun kami belum tahu secara resmi," kata dia kepada KONTAN, Minggu (14/7).
Meski penahanannya ditangguhkan, kata Robin, keduanya masih berstatus tersangka. Joko dan Budhi juga dikenakan wajib lapor pada Senin dan Kamis. Selain itu, keduanya dilarang bepergian ke luar kota tanpa izin.
KONTAN sudah berupaya mengonfirmasi mereka dan pengacaranya. Namun sampai berita ini naik cetak, pihak Joko dan Budhi belum bersedia memberikan konfirmasi terkait penangguhan tahanan tersebut.
Sebelumnya, Joko dan Budhi ditahan Bareskrim Polri. Keduanya menjadi tersangka atas kasus dugaan penggelapan, penipuan dan pencucian uang. "Ini terkait dengan laporan kami, tentang dugaan penggelapan deposito PT Putra Taro Paloma senilai Rp 20 miliar di BRI Syariah," ungkap Michael Hadylaya, Sekretaris Perusahaan Tiga Pilar, kepada KONTAN, Jumat (12/7).
Joko dilaporkan telah melanggar Pasal 378 KUHP Jo Pasal 56, Pasal 372 KUHP, dan Pasal 5 UU No. 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Sedangkan Budhi dijerat Pasal 378 KUHP, Pasal 372 KUHP, dan Pasal 3 UU No. 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Harian KONTAN, 13 Juli 2019).
Nah, penangguhan penahanan ini disesalkan oleh investor ritel AISA. Ketua Forum Investor Ritel AISA Deni Alfianto Amris menilai, kasus AISA seharusnya menjadi momentum bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menunjukkan integritasnya. Apalagi, kasus ini sudah masuk ranah hukum. "OJK seharusnya bisa pro aktif karena sudah punya senjata berupa POJK nomor 22/2015," ujar Deni, kemarin.
POJK No 22 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan menjelaskan beberapa poin. Salah satunya adalah kewenangan OJK menyidik dugaan tindak pidana pasar modal.
Penyidik OJK sesuai kewenangannya bisa menyampaikan hasil penyidikan kepada jaksa untuk kemudian dilakukan penuntutan. "Kasus AISA merupakan delik umum. OJK seharusnya pro aktif berkolaborasi dengan penyidik Polri. Kasus ini sudah terang benderang" jelas Deni.
Deni menuturkan, penangguhan penahanan ini berimplikasi menimbulkan ketidakpercayaan terhadap penanganan kasus tindak pidana di pasar modal. "Kepastian hukum nol," tegas dia.
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fahri Hilmi belum memberi tanggapan sejauh mana OJK mengimplementasikan POJK di kasus ini.