Dilema Impor Beras

Rabu, 29 Maret 2023 | 08:00 WIB
Dilema Impor Beras
[]
Reporter: Havid Vebri | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Senyum lebar petani menikmati harga jual gabah yang lumayan tinggi di pasaran, bakal berganti kemurungan. Pemicu apalagi kalau bukan soal impor beras.

Kebijakan yang memang kurang berpihak ke petani. Betapa tidak. Di tengah berlangsung panen raya padi, pemerintah tiba-tiba saja memutuskan impor beras dalam waktu dekat. 

Bahkan, telah terbit selembar surat Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang ditujukan kepada Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog. Isi surat meminta Bulog segera merealisasikan impor beras sebenyak 500.000 ton. Adapun total kuota impor beras sepanjang tahun ini mencapai 2 juta ton.

Opsi impor dibuka demi memenuhi target cadangan beras pemerintah (CBP) yang berjumlah 2,4 juta ton tahun ini. Sejatinya, memenuhi target CBP sebanyak itu tidaklah sulit karena petani kita sedang panen raya.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyampaikan, potensi produksi beras periode Januari–April 2023 sebanyak 13,79 juta ton. Artinya, ketersediaan stok gabah dan beras petani lagi tinggi-tingginya di musim panen raya ini.

Saat ini, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani terpantau Rp 5.600 per kilogram (kg). Harga itu memang melampaui harga pembelian pemerintah (HPP) beras dan gabah yang ditetapkan Bapanas. HPP GKP di tingkat petani hanya sebesar Rp 5.000 per kg. Artinya, HPP yang menjadi rujukan Bulog dalam menyerap gabah petani ini jauh di bawah harga pasaran.

Tak heran jika opsi impor dibuka. Maklumlah, harga beras impor jauh lebih murah dari harga beras lokal. Jadi, motivasi impor beras ini bukan karena persoalan stok. Tapi lebih dipicu persoalan harga. 

Ada potensi penghematan anggaran yang bisa didapat dari impor beras. Tapi, di sisi lain, petani  bakal gigit jari. Sebab, masuknya beras impor  otomatis menekan harga gabah petani.

Tak bisa dipungkiri, biaya produksi beras di Indonesia cukup mahal dari Thailand dan Vietnam. Laporan International Rice Research Institute (IRRI) menyebutkan, ongkos produksi beras di Indonesia 2,5 kali lebih mahal dari Vitenam, dan 2 kali lebih mahal dari Thailand.

Tingginya ongkos produksi menyebabkan harga beras nasional menjadi tinggi. Belum lagi ditambah kondisi geografis Indonesia yang menyebabkan mahalnya biaya distribusi.

Selama biaya produksi tidak bisa ditekan, maka impor beras bakal selalu dilirik. Pada akhirnya, program swasembada beras bakal semakin jauh panggang dari api. 

Bagikan

Berita Terbaru

Kejar Target Saat Daya Beli Loyo, Leasing Berharap Tuah Tradisi Promosi
| Rabu, 29 Oktober 2025 | 04:15 WIB

Kejar Target Saat Daya Beli Loyo, Leasing Berharap Tuah Tradisi Promosi

Momen akhir tahun yang biasanya diwarnai berbagai promosi penjualan kendaraan, diharapkan menjadi tenaga tambahan untuk menyalurkan kredit.

Ekonomi Kreatif dan Poros Baru Ekonomi Indonesia
| Rabu, 29 Oktober 2025 | 04:12 WIB

Ekonomi Kreatif dan Poros Baru Ekonomi Indonesia

Riset dan inovasi bukan lagi pilihan, melainkan keharusan bagi ekonomi kreatif Indonesia untuk bertahan dalam arus global yang kompetitif.

7 Saham Baru IDX80 Periode November 2025, Cek Daftarnya!
| Selasa, 28 Oktober 2025 | 18:35 WIB

7 Saham Baru IDX80 Periode November 2025, Cek Daftarnya!

BEI merilis daftar tujuh saham baru yang masuk indeks IDX80 mulai November 2025 hingga Januari 2026. 

Dua Saham Masuk, Ini Daftar Saham IDX30 Terbaru Periode November 2025-Januari 2026
| Selasa, 28 Oktober 2025 | 17:52 WIB

Dua Saham Masuk, Ini Daftar Saham IDX30 Terbaru Periode November 2025-Januari 2026

BEI merombak indeks IDX30 untuk periode November 2025-Januari 2026. AADI dan PGEO masuk, menggantikan AKRA dan EXCL. 

5 Saham Keluar, Ini Daftar Lengkap Saham LQ45 Periode 3 November 2025-30 Januari 2026
| Selasa, 28 Oktober 2025 | 15:40 WIB

5 Saham Keluar, Ini Daftar Lengkap Saham LQ45 Periode 3 November 2025-30 Januari 2026

Simak perubahan konstituen LQ45 periode November 2025-Januari 2026. Saham BUMI, DSSA, EMTK, HEAL, NCKL menggantikan 5 saham yang keluar

Otoritas Pajak Mengkaji Ulang Skema Tarif Efektif Rata-Rata PPh 21
| Selasa, 28 Oktober 2025 | 10:53 WIB

Otoritas Pajak Mengkaji Ulang Skema Tarif Efektif Rata-Rata PPh 21

DJP mengevaluasi skema tarif efektif rata-rata dalam perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang seringkali memicu kelebihan bayar gaji karyawan. 

APBD yang Mengendap dan Inersia Fiskal Daerah
| Selasa, 28 Oktober 2025 | 10:19 WIB

APBD yang Mengendap dan Inersia Fiskal Daerah

Ketika keberanian membelanjakan anggaran tidak tumbuh, maka desentralisasi hanya menjadi ritual administratif tanpa semangat pembangunan.​

Investasi Minim Naker
| Selasa, 28 Oktober 2025 | 10:01 WIB

Investasi Minim Naker

Pemerintah perlu menata ulang arah insentif investasi agar tidak hanya mengejar nilai, tetapi juga manfaat sosialnya.

Menakar Efek Program MBG Ke Emiten Produsen Susu, Ada ULTJ, DMND, dan CMRY
| Selasa, 28 Oktober 2025 | 09:49 WIB

Menakar Efek Program MBG Ke Emiten Produsen Susu, Ada ULTJ, DMND, dan CMRY

Kebutuhan susu diperkirakan naik efek program MBG, dari sebelumnya sekitar 4,7 juta ton naik menjadi lebih dari 8 juta ton.

Dampak Rencana MSCI Masih Mengiringi Gerak Bursa, Berikut Proyeksi IHSG Hari Ini
| Selasa, 28 Oktober 2025 | 09:01 WIB

Dampak Rencana MSCI Masih Mengiringi Gerak Bursa, Berikut Proyeksi IHSG Hari Ini

MSCI juga akan menerapkan pembulatan baru mulai Mei 2026, dengan aturan berbeda tergantung besarnya free float.

INDEKS BERITA

Terpopuler